NASIONAL

Mengapa Satgas Anti Premanisme Dinilai Hanya Solusi Jangka Pendek?

“Namanya saja Satgas, mana mungkin kerja jangka panjang?”

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Resky Novianto

Google News
GRIB
Mobil polisi dibakar massa saat aparat berupaya menangkap pimpinan ormas. Foto: Humas Polresta Depok

KBR, Jakarta - Pemerintah resmi membentuk Satuan Tugas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) sebagai langkah tegas dalam menjaga stabilitas nasional dan iklim investasi.

“Pemerintah tidak akan ragu-ragu dalam menindak tegas segala bentuk premanisme dan aktivitas ormas yang meresahkan masyarakat serta berpotensi mengganggu jalannya investasi maupun kegiatan usaha,” tegas Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Budi Gunawan kepada wartawan pada, Selasa (6/5/2025).

Satgas Anti-Premanisme ini bertujuan memberikan kepastian hukum terhadap persoalan ormas yang kerap meresahkan dan mengintimidasi pelaku usaha. Satgas ini merupakan hasil rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Investasi, Kemenkumham, Kejaksaan Agung, TNI, Polri, BIN, serta BSSN.

“Kehadiran negara harus dirasakan nyata oleh masyarakat, khususnya dalam memberikan rasa aman, menjamin kebebasan beraktivitas, dan menjaga iklim usaha yang sehat dan kompetitif,” lanjut Budi.

red
Menko Polkam Budi Gunawan saat berada di Lanud Roesmin Nurjadin, Riau, Selasa (29/4/2025). ANTARA/Walda Marison

Polri Gelar Operasi Serentak Berantas Premanisme

Sebagai tindak lanjut, Polri menggelar operasi kepolisian serentak sejak 1 Mei 2025 untuk memberantas praktik premanisme yang dinilai makin meresahkan dan mengganggu iklim usaha dan keamanan nasional.

Karopenmas Divisi Humas Polri, Trunoyudo Wisnu Andiko, menegaskan bahwa operasi ini mencerminkan komitmen Polri dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga ketertiban.

“Premanisme dalam bentuk apa pun yang mengganggu ketertiban masyarakat dan iklim usaha akan ditindak tegas. Ini adalah bagian dari upaya menciptakan rasa aman dan kepastian hukum, terutama bagi para pelaku usaha di Indonesia,” kata Trunoyudo dikutip dari ANTARA, Kamis (8/6/2025).

Jenis kejahatan yang menjadi fokus dalam operasi ini mencakup pemerasan, pungutan liar, pengancaman, intimidasi, pengeroyokan, dan penganiayaan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok.

Polri juga menyatakan akan bersinergi dengan TNI, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk pelaksanaan operasi ini di seluruh wilayah Indonesia.

Data Kasus Premanisme 2024-2025 Tinggi?

Catatan dari Pusat Informasi Kriminal (Pusiknas) Bareskrim Polri terdapat 4.207 kasus premanisme pada 2024, dan 1.426 kasus serupa tercatat hingga akhir April 2025, dengan Polda Metro Jaya menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi.

Fenomena premanisme yang menyita perhatian publik diantaranya pada 30 April 2025, terjadi bentrokan terkait sengketa lahan di kawasan Kemang Raya, Jakarta Selatan. Dalam peristiwa tersebut, salah satu kelompok terlihat menggunakan senjata laras panjang, yang menimbulkan kekhawatiran serius terhadap keamanan ruang publik.

Selanjutnya, pembangunan pabrik mobil listrik oleh produsen BYD dan Vinfast di Subang, Jawa Barat, mengalami gangguan dari organisasi masyarakat (ormas) yang melakukan intimidasi dan pemerasan.

Kemudian, pada awal Mei 2025, Polda Banten mengamankan tujuh pelaku premanisme yang melakukan pungutan liar terhadap sopir truk di Kawasan Industri Pancatama, Kabupaten Serang. Jaringan ini diperkirakan memiliki omzet hingga Rp7 juta per hari.

Lalu, jelang lebaran, praktik pemerasan berbalut permintaan tunjangan hari raya (THR) dari berbagai organisasi masyarakat (ormas) marak di daerah. Misalnya Bekasi hingga Depok.

red
Ormas di Depok diduga edarkan surat pemohonan THR dengan dalih sebagai uang keamanan menjelang lebaran. (Sumber: Instagram/@depok24jam)

Benarkah Pemerintah Diduga Gunakan Jasa Preman?

Tim Advokat Penegak Hukum Anti Premanisme (Tumpas), yang menuding pemerintah justru kerap memanfaatkan kekuatan premanisme untuk membungkam kelompok pengkritik.

Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI, Appe Hutauruk dari Tumpas menyebut bahwa praktik premanisme juga mencakup tindakan yang menghalangi kebebasan beribadah maupun menyampaikan pendapat.

“Pemerintah pun suka menggunakan jasa-jasa premanisme ketika ada kelompok-kelompok yang mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah. Ini juga bentuk premanisme,” ujar Appe di DPR, Rabu (7/5/2025).

Ia menjelaskan, premanisme memiliki tiga karakteristik, yaitu preman berdasi atau yang berada dalam struktur kekuasaan, preman berseragam atau yang berada di institusi resmi, dan preman terkoordinasi tanpa struktur formal tetapi tetap dikendalikan secara sistematis.

Dalam kesempatan yang sama Anggota Komisi III DPR RI, Martin Tumbelaka, mendesak aparat penegak hukum menindak tegas segala bentuk premanisme yang mengganggu masyarakat.

Menurut Martin, semua pihak yang melawan premanisme bukan dalam agenda membenci atau memberantas suatu organisasi. Melainkan melawan segala perbuatan melanggar hukum.

"Kita menghormati setiap warga negara yang bekerja mencari nafkah. Tapi apabila dalam menjalankan tugas bekerja dilakukan dengan cara-cara melanggar hukum. Tentu kami tidak diam, kami mendorong aparat penegak hukum hadir disitu,” ucap Martin dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU), Rabu (7/4/2025).

“Tindak tegas setiap orang yang melaksanakan kegiatan dengan cara-cara melanggar hukum, jadi negara tidak boleh kalah,” imbuhnya.

Martin menyebut kegiatan premanisme sudah hadir dan di pertontonkan di tengah masyarakat umum. Jika tidak ada penindakan, maka menjadi preseden buruk bagi kondisi hukum tanah air.

red
Ilustrasi premanisme. (Foto: riaulink.com)

Hanya Solusi Jangka Pendek?

Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Arthur Josias Simon Runturambi, menilai pembentukan Satgas Penanganan Premanisme dan Ormas Pengganggu oleh pemerintah masih bersifat jangka pendek dan parsial. Ia juga mengkritik tidak jelasnya definisi premanisme yang digunakan dalam kebijakan ini.

“Tanpa definisi yang tegas soal siapa yang dimaksud preman atau ormas yang mengganggu itu, kebijakan ini rawan digunakan secara represif terhadap kelompok kritis,” ujar Arthur kepada KBR, Kamis (8/5/2025).

Arthur juga mendorong adanya pengawasan independen, termasuk lewat teknologi dan pelibatan publik sipil, serta perlunya intervensi sosial-ekonomi dan budaya untuk menangani sumber persoalan secara menyeluruh.

"Ini solusi jangka pendek. Kalau penyebab struktural seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan sosial tidak disentuh, premanisme akan terus muncul dalam bentuk baru,” ujarnya.

Tak Menyasar Akar Persoalan

Sementara itu, Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia (UI), Adrianus Eliasta Meliala, meragukan efektivitas pembentukan Satgas Penanganan Premanisme. Menurutnya, pendekatan seperti ini cenderung seremonial dan tidak menyasar akar persoalan.

“Namanya saja Satgas, mana mungkin kerja jangka panjang?” ujar Adrianus kepada KBR, Kamis (8/5/2025).

Adrianus juga menilai pendekatan hukum semata tidak cukup. Ia menyarankan agar gejala gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat ditangani dulu secara tegas sebelum membicarakan solusi struktural.

Menurutnya, problem juga muncul karena tidak adanya jalur politik yang sehat dari ormas ke partai politik. Banyak ormas akhirnya berulah karena tidak punya saluran aspirasi.

“Parpol lebih suka ngambil artis, pensiunan pejabat, pengusaha Kadin, anak pejabat atau orang kampus daripada aktivis ormas. Makanya ormas seperti macet dan kemudian berulah.” tegas Adrian.

Bali Tak Ingin Ada Preman Berkedok Ormas

Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan bahwa pihaknya tidak mau membiarkan kehadiran preman berkedok organisasi masyarakat (ormas) di Bali.

Hal ini disampaikan saat peresmian Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice merespons viralnya kabar kehadiran ormas di Bali.

"Bentuknya ormas, tetapi kelakuannya preman, ini tidak bisa dibiarkan," kata Koster di Kabupaten Badung, dikutip dari ANTARA, Kamis (8/5/2025).

"Badung adalah jantung pariwisata, kita tak bisa membiarkan ruang publik dirusak perilaku liar berkedok organisasi," sambungnya.

Diketahui bahwa sepekan terakhir muncul ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Bali yang menjadikan Yosef Nahak sebagai ketua, bahkan mereka telah membentuk keanggotaan di Kabupaten Tabanan.

Gubernur Koster lantas menegaskan bahwa saat ini yang semestinya dilakukan adalah mengembalikan kekuatan penyelesaian masalah ke akar budaya, yaitu desa adat, bukan justru memanfaatkan organisasi yang meresahkan.

"Siapa pun yang menyalahgunakan nama organisasi untuk meresahkan masyarakat, akan berhadapan langsung dengan adat dan negara, jangan anggap enteng kekuatan budaya Bali," ujarnya.

red
Gubernur Bali Wayan Koster bahas isu kehadiran ormas di Bali saat bersama Kejati Bali, Badung, Kamis (8/5/2025). ANTARA/HO-Pemprov Bali


Koster mengingatkan ada peran sistem keamanan terpadu desa adat (sipandu beradat) yang berisi aparat keamanan serta pecalang di Bali.

Jika lembaga di dalamnya seperti pecalang sudah kuat, menurut dia, Bali tidak membutuhkan organisasi masyarakat yang membawa agenda tersembunyi berkedok ingin menjaga Bali.

Pemprov Bali melihat program Kejati Bali, yaitu menghadirkan Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice, adalah contoh baik yang semestinya berkembang.

Bale Paruman Adhyaksa berbasis hukum adat digadang menjadi benteng baru yang sanggup menekan kriminalitas sosial tanpa harus menempuh jalur pengadilan.

"Ini bukan hanya urusan hukum, ini pertaruhan masa depan Bali," kata Koster.

Kepala Kejati Bali Ketut Sumedana menjelaskan bahwa bale paruman atau balai rapat bukan sekadar simbol, melainkan bentuk nyata revitalisasi hukum adat yang sudah terbukti menyelesaikan masalah atau konflik perdata dan sosial dengan cara damai.

"Kalau pidana, tentu ada batasan. Akan tetapi, konflik internal masyarakat bisa diselesaikan tanpa harus sampai ke penjara," ujarnya.

Baca juga:

Kenapa Ormas yang Meresahkan Masyarakat Sulit Ditindak?

- Ormas Minta THR Hari Raya, UMKM Resah

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!