BERITA
Mengantuk Saat Rapat, Kim Jong-un Eksekusi Menteri dengan Senjata Anti Pesawat
Eksekusi itu memunculkan teror terhadap para petinggi senior di Korea Utara. Terutama setelah sejumlah pejabat membelot.
AUTHOR / Agus Lukman

KBR - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un kembali mengeksekusi dua anak buahnya menggunakan senjata khusus antipesawat tempur.
Kabar
itu dilansir JoongAng Ilbo, salah satu koran terbesar di Seoul, Korea
Selatan yang mendapatkan informasi dari sumber anonim.
Dua orang
yang dieksekusi Komg Jong-un adalah Hwang Min, menteri pertanian dan Ri
Yong-jin, pejabat setingkat menteri di kementerian pendidikan.
Sumber
JoongAng Ilbo menyebutkan hukuman eksekusi itu disebabkan karena salah
satu dari mereka mengantuk saat pertemuan rapat dengan Kim Jong-un.
"Saya
dapat informasi bahwa menteri pertanian dan pendidikan dieksekusi di
depan publik atas perintah khusus dari Kim Jong-un," kata sumber itu.
Eksekusi dilakukan di akademi militer di Pyongyang menggunakan senjata tempur anti pesawat udara.
Jika
laporan itu benar, maka itu menjadi eksekusi pertama yang dilakukan
atas perintah Kim Jong-un terhadap orang-orang di luar partai (Partai
Pekerja) serta anggota militer.
"Salah satu yang dieksekusi
adalah Hwang Min, bekas menteri pertanian," kata sumber itu. "Saya paham
dia dieksekusi karena mengajukan proposal kebijakan, yang kelihatannya
menentang langsung kepemimpinan Kim Jong-un."
Media JoongAng
Daily menulis eksekusi itu memunculkan teror terhadap para petinggi
senior di Korea Utara. Terutama setelah sejumlah pejabat membelot.
Kondisi ini menimbulkan perdebatan soal instabilitas dan perpecahan di
kalangan elit Korea Utara.
Sebelum Hwang Min dieksekusi, jabatan
menteri pertanian digantikan oleh Ko In-ho lewat pertemuan seremoni dan
persetujuan parlemen pada akhir Juni lalu.
Sementara itu, Ri Yong-jin, pejabat setingkat menteri di Kementerian Pendidikan dieksekusi karena mengantuk saat rapat.
"Dia
menyebabkan Kim Jong-un murka berat karena tertidur dalam rapat yang
dipimpin Kim. Dia ditangkap di tempat itu juga, dan diinterogasi secara
ketat oleh Kementerian Keamanan Negara. Dia dieksekusi setelah ditemukan
adanya tuduhan lain seperti korupsi selama penyelidikan," kata sumber
itu.
Namun laporan itu belum bisa dipastikan kebenarannya.
Kementerian Unifikasi Korea Selatan yang menangani urusan hubungan dua
negara juga tidak memberikan tanggapan.
Sementara sejumlah pemberitaan media tentang eksekusi sebelumnya juga belakangan tidak akurat.
Pemberitaan
eksekusi itu muncul setelah Thae Yong-ho, Wakil Duta Besar Korea Utara
untuk London Inggris membelot dan menyeberang ke Korea Selatan bersama
keluarganya, pada Agustus 2016 ini. Pembelotan Thae ini menjadi pukulan
telak bagi rezim Kim Jong-un.
Sejak mengambil alih kendali negara
Korea Utara dari ayahnya yang meninggal pada 2011, Kim Jong-un
melakukan serangkaian eksekusi terhadap anggota partai dan petinggi
militer. Meskipun, pemerintah Korea Utara jarang mengumumkan adanya aksi
pembersihan atau eksekusi.
Namun media pemerintah di Korea
Utara sudah mengkonfirmasi adanya eksekusi terhadap Jang Song-thaek,
paman Kim dan orang terkuat kedua di Korea Utara pada 2012. Ini
merupakan eksekusi dengan sasaran tokoh paling tinggi sejauh ini.
Tokoh
lain adalah bekas Menteri Pertahanan Korea Utara Hyun Yong-chol, yang
diyakini menjadi sasaran eksekusi pada akhir tahun lalu, atas tuduhan
tertidur di rapat yang dihadiri Kim Jong-un. Namun Reuters mengutip ada
informasi lain yang menyebut Hyun Yong-chol dieksekusi atas tuduhan
pengkhianatan.
Para pejabat Korea Utara yang berada di luar
negeri juga dikabarkan mengalami keresahan setelah negara itu mendapat
sanksi dari komunitas internasional. Di sisi lain, negara tetangga Korea
Selatan menawarkan diri kepada masyarakat Korea Utara yang ingin
mendapatkan kembali kehidupan yang merdeka dan bermartabat.
Media resmi Korea Utara bulan ini juga memutar film dokumenter tentang sejarah tokoh Korea Utara. Salah satunya Jang Song-thaek yang diberi label sebagai pengkhianat. Para ahli sejarah Korea Utara di Seoul menyebut film dokumenter itu sebagai alat propaganda untuk meneror loyalitas para pejabat anak buah Kim Joung-un. (Korea JoongAng Daily/Reuters/NK News)
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!