INDONESIA

Masa Depan Suram Para Penambang Batubara di Pakistan

Provinsi Baluchistan di Pakistan kaya dengan mineral. Tapi tambang-tambang di sana terkenal karena punya standar keamanan yang rendah dan kurangnya ventilasi.

AUTHOR / Shadi Khan Saif & Mudassar Shah

Masa Depan Suram Para Penambang Batubara di Pakistan
penambang batubara Pakistan, tambang Baluchistan, kecelakaan di tambang di Asia, standar keamanan rendah di tambang batubara Pakistan

Provinsi  Baluchistan di Pakistan kaya dengan mineral. Tapi tambang-tambang di sana terkenal karena punya standar keamanan yang rendah dan kurangnya ventilasi. 

Januari lalu, sebuah ledakan gas metan menewaskan delapan penambang batubara. Tapi banyak orang yang terpaksa melakukan pekerjaan ini karena tak punya pilihan lain.

Tariq Khan, 17 tahun, menarik gerobak yang berisi batubara. 

Dia bekerja di tambang batubara swasta dan mendapat upah sekitar 30 ribu rupiah per hari.

“Ayah saya umurnya sudah 60 tahun. Kami miskin dan butuh uang. Saya sudah bekerja di sini sejak tiga tahun lalu agar bisa membiayai keluarganya. Ayah saya juga bekerja di tambang batubara sejak ia seusia saya. Generasi keluarga saya sebelumnya juga bekerja di tambang batubara.”

Itu adalah pekerjaan yang berbahaya. 

Tidak ada ventilasi yang layak di dalam tambang yang berada 600 meter di bawah tanah dan hanya beberapa pekerja yang dilengkapi dengan lampu penerangan. 

Para penambang tidak mengenakan masker oksigen dan tidak ada P3K bila ada keadaan darurat.

Januari lalu, sebuah ledakan gas menewaskan delapan pekerja. Saat itu ada 200 penambang yang bekerja di bawah tanah.

Kecelakaan terburuk terjadi pada 2011, saat puluhan pekerja terperangkap dalam tambang dan semua korban tewas.

Tahun itu saja, hampir 100 pekerja tewas dalam 30 kecelakaan di berbagai tambang batubara.  

Khalid Khan Afridi, 40 tahun, sudah menjadi penambang batubara selama 20 tahun. Ia menyaksikan banyak temannya meninggal saat bekerja.

“Ada 48 orang tewas di tambang dekat sini dan mayatnya terkubur berhari-hari. Kami menggali tambang itu dan menemukan mayat itu sudah hangus terbakar. Saya mengkhawatikan hidup saya karena tambang itu tidak aman. Saya terpaksa bekerja di sana karena saya miskin.”

Setelah kejadian tahun2011, pemerintah daerah mengesahkan sebuah UU yang mengatur pengalokasian dana untuk memperbaiki kondisi kerja di tambang batubara.

Selain itu, pemerintah wajib melakukan pelatihan keselamatan bagi para pekerja.

Tapi sejauh ini UU ini belum dilaksanakan sama sekali.

Asia Calling meminta tanggapan pemerintah tapi mereka menolak bicara pada media internasional soal tambang-tambang itu.

Ada sekitar 250 tambang batubara di provinsi itu dan mempekerjakan lebih dari 60 ribu pekerja.

Penambang batubara bekerja 12 jam sehari demi upah 50 ribu.

Tapi alternatif pekerjaan yang tersedia di sana memang terbatas. Ini akibat konflik yang terjadi antara kaum nasionalis Baloch dengan pemerintah Pakistan soal pembagian sumber daya mineral.

Fazal-e-Haq, mahasiswa mikrobiologi di Universitas Baluchistan

“Saya sudah melamar banyak pekerjaan tapi sulit mendapatkan yang layak kalau tidak punya referensi atau kontak di pemerintahan. Saya bekerja di tambang batubara di malam hari dan belajar di universitas siang hari. Saya belajar dalam kondisi yang sangat sulit. Dan sekarang, banyak anak hanya bisa sekolah sampai SMP karena mereka begitu miskin. "

Abdul Khaliq, 62 tahun, bekerja di tambang selama dua dekade. Kini ia bekerja sebagai petugas keamanan karena kondisi kesehatannya menurun.

“Saya bekerja di tambang batubara sejak 1965. Tapi sekarang tidak bisa lagi karena saya sakit dan sulit bernafas. Saya tidak bisa bekerja atau berjalan dengan cepat karena dada saya sakit. Saya bahkan tidak bisa jalan sendiri. Hanya Allah yang bisa menyembuhkan saya.”

Penghasilannya sekitar 600 ribu sebulan...habis untuk membeli makanan dan obat-obatan.

Pertambangan biasanya terletak jauh di pinggir kota dan pasien yang mengalami keadaan darurat harus menempuh perjalanan berjam-jam untuk mencapai fasilitas kesehatan terdekat.

Saat ini kita berada di fasilitas kesehatan desa terdekat ... jaraknya 10 kilometer dari tambang. 

Seharusnya ada dua dokter yang bertugas di sana, tapi tidak ada satu pun yang hadir.

Sayed Muhammad Hassan Shah, seorang mantri, tapi ia mengobati pasien laiknya seorang dokter.

“Para pekerja tambang batubara biasanya punya masalah di dadanya. Kami tidak punya cukup obat sehingga biasanya kami merujuk mereka ke rumah sakit lain. Kami hanya bisa memberikan pengobatan untuk luka ringan.”

Ini jam makan siang dan Tariq Khan pulang ke rumah ... yang jaraknya tak jauh dari tambang.

Di rumah, adiknya yang berusia 9 tahun, Sanam Gul, menyiapkan makan siang untuknya... setangkup roti dan secangkir teh tanpa susu.

Mereka tinggal di rumah ini bersama sang ayah.

“Ibu saya pergi ke Lembah Swat untuk merawat nenek yang sedang sakit. Ibu sudah tiga bulan di sana karena kami tidak punya uang untuk membelikannya tiket pulang,”

Tariq ingin meninggalkan pekerjaannya...

“Setiap orang punya mimpi dan saya ingin pergi dari sini dan bekerja di tempat lain sehingga saya punya waktu untuk istirahat. Saya harus ke tambang lebih awal di pagi hari dan bekerja sampai larut malam. Uang dan pendidikan bisa mengubah hidup seseorang tapi itu tidak saya miliki. Jadi saya akan bekerja seperti ayah, sampai mati. Tidak ada seorang pun atau pemerintah yang membantu kami, dan saya hanya menunggu keajaiban dari Allah agar hidup saya bisa berubah.”



Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!