NASIONAL
MA Rombak Ratusan Hakim, Upaya Bersih-Bersih atau Sekadar Penyegaran?
Rotasi bukanlah solusi tunggal. MA perlu melakukan rotasi berdasarkan evaluasi kinerja hakim di setiap pengadilan dan memetakan potensi konflik kepentingan.

KBR, Jakarta- Sebagian anggota Komisi III yang membidangi hukum di DPR RI mendorong rotasi berkala hakim dan pimpinan pengadilan di berbagai tingkatan di seluruh Indonesia. Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS, Adang Daradjatun menilai, rotasi ini sebagai bagian krusial dari pembenahan sistem peradilan nasional.
Menurutnya, rotasi para wakil tuhan di dunia itu menjadi mekanisme efektif dalam mencegah praktik menyimpang seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme di tubuh peradilan.
"Rotasi ini merupakan langkah progresif yang patut diapresiasi. Ini bentuk nyata dari reformasi lembaga peradilan untuk mewujudkan proses hukum yang lebih bersih, adil, dan transparan," ucap Adang dalam keterangannya, Jumat (25/4/2025).
Adang mendorong agar kebijakan serupa diterapkan pula di institusi penegak hukum lainnya seperti Polri, Kejaksaan, dan KPK demi memperkuat integritas dan profesionalisme aparat.
“Kami di Komisi III DPR RI siap mendukung upaya-upaya pembenahan kelembagaan dan tata kelola yang lebih baik demi memperkuat supremasi hukum di tanah air. Mitra kerja kami perlu menunjukkan komitmen serupa demi menjaga citra institusi dan meningkatkan kepercayaan publik,” pungkasnya.

Baca juga:
- Majelis Hakim Jadi Tersangka Korupsi, Bagaimana Memutus Praktik Mafia Peradilan?
- DPR Soroti Independensi Hakim hingga Transaksi Pengadilan
Senada dengan Adang, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman juga mendukung Mahkamah Agung (MA) merotasi ratusan hakim dan pimpinan pengadilan di berbagai tingkatan di seluruh Indonesia. Menurutnya, rotasi hakim dan pimpinan pengadilan dapat mempersempit ruang gerak hakim yang berpotensi menyalahgunakan jabatan dan mencegah intimidasi dari pihak berperkara.
"Sudah benar kebijakan rotasi itu. Kami dukung sepenuhnya, karena pasti akan mempersempit ruang gerak oknum yang menyalahgunakan jabatan," kata Habiburokhman kepada wartawan, Rabu (23/4/2025).
Habiburokhman bahkan mengusulkan agar MA mempertimbangkan perombakan posisi hakim dilakukan setahun sekali sebagai langkah antisipasi yang lebih optimal.
Rotasi berbasis integritas
Data hasil rapim MA mencatat 199 hakim dan 68 panitera yang dimutasi, termasuk hakim yustisial MA, ketua pengadilan negeri, hingga hakim pengadilan negeri.
Sebanyak 61 hakim dari lima pengadilan di wilayah Jakarta termasuk dalam rotasi tersebut. Beberapa nama penting yang turut dirotasi antara lain hakim ketua yang mengadili Harvey Moeis di PN Jakarta Pusat, Eko Aryanto, yang dipindah ke PN Sidoarjo.
Selain itu, sejumlah ketua dan wakil ketua PN di berbagai daerah juga mengalami mutasi. Ketua PN Jakarta Utara Ibrahim Palino misalnya, kini bertugas sebagai hakim Pengadilan Tinggi Makassar, Sulawesi Selatan.
Ketua MA, Sunarto menyebut langkah ini sebagai bagian dari penyegaran organisasi yang berbasis pada integritas dan evaluasi kinerja.
“Saya berharap promosi dan mutasi ini dapat memberikan semangat yang lebih besar lagi kepada para hakim dan aparatur pengadilan untuk bekerja lebih baik lagi,” ujarnya melalui video singkat yang dirilis MA, Selasa (22/4/2025).
Kasus suap yang memicu perombakan ini terungkap setelah Kejaksaan Agung menetapkan Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, serta dua advokat sebagai tersangka pada Sabtu, 12 April 2025.

Mereka diduga terlibat dalam pengurusan perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO). Kasus ini juga menyeret tiga grup korporasi besar yang mendapat vonis lepas pada 19 Maret 2025 oleh majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom. Ketiga hakim tersebut juga telah ditetapkan sebagai tersangka pada 13 April 2025, atas dugaan penerimaan suap sebesar Rp 60 miliar untuk membebaskan para terdakwa korporasi.
Menggerus kepercayaan publik
Komisi Yudisial (KY) menilai kebijakan mutasi ratusan hakim yang dilakukan Mahkamah Agung (MA) sebagai langkah serius untuk membenahi wajah lembaga peradilan pasca-mencuatnya skandal suap dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
“KY menilai kebijakan MA ini sebagai upaya serius melakukan pembenahan lembaga peradilan,” ucap Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, dalam keterangan tertulis dikutip dari ANTARA pada Rabu, (23/4/2025).
Menurut Mukti, rentetan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat sejumlah hakim akhir-akhir ini sangat berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Ia menegaskan KY dan MA memiliki komitmen bersama untuk menjaga kehormatan hakim serta memulihkan integritas lembaga peradilan.
“Rentetan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat sejumlah hakim saat ini berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan,” kata Mukti.
Sebagai bagian dari kerja sama antarlembaga, KY menyatakan siap memberikan kontribusi nyata dalam proses reformasi internal peradilan, khususnya dengan memberikan masukan berbasis rekam jejak integritas hakim.
“KY juga siap memberikan masukan dan informasi terkait hakim-hakim yang berintegritas melalui rekam jejak yang pernah dilakukan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan mutasi hakim,” tambahnya.
Efektivitas rotasi hakim masih dipertanyakan
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai langkah Mahkamah Agung merotasi besar-besaran hakim dan pimpinan pengadilan sebagai langkah positif dalam menekan praktik mafia peradilan.
Peneliti ICW, Wana Alamsyah, menyatakan rotasi hakim secara umum dapat memutus rantai kepentingan antara hakim dan pihak eksternal seperti jaksa atau advokat, yang kerap menjadi celah praktik jual beli putusan.
"Perombakan hakim secara umum memang baik, karena dapat memutus mata rantai kepentingan antara hakim dan pihak eksternal seperti jaksa atau advokat. Biasanya, praktik jual beli putusan terjadi karena adanya 'tandeman' antara hakim dengan pihak-pihak tertentu," ucap Wana kepada KBR, Jumat, (25/4/2025).

Wana Alamsyah menekankan bahwa rotasi bukanlah solusi tunggal. Menurutnya, MA perlu melakukan rotasi berdasarkan evaluasi kinerja hakim di setiap pengadilan dan memetakan potensi konflik kepentingan, termasuk melibatkan panitera yang sering menjadi pintu masuk korupsi. Ia mencontohkan kasus bekas pejabat MA Zarof Ricar sebagai pintu masuk evaluasi hakim yang mungkin terlibat jaringan suap.
Wana Alamsyah juga menyoroti pentingnya penguatan lembaga pengawas seperti Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan (Bawas) MA. Regulasi yang ada dinilainya tidak cukup tanpa implementasi yang konsisten dan profesional, serta perlunya pelibatan masyarakat dalam melaporkan dugaan pelanggaran etik.
Baca juga:
- SHI: Penangkapan Tiga Hakim Momentum Reformasi Lembaga Peradilan
- Menagih RUU Perampasan Aset, Siapa Bikin Mandek?
Terkait potensi terbentuknya jejaring baru pasca-rotasi, Wana Alamsyah menyarankan MA memiliki mekanisme rotasi yang teratur, mencontoh praktik di Jepang.
“Di Indonesia aturan mengenai rotasi hakim secara rutin belum ada. Misal, di Jepang, ada ketentuan secara reguler bagi hakim untuk rotasi selama 3-5 tahun. Jika tidak ada mekanisme reguler yang mengatur rotasi hakim, maka rotasi yang telah berjalan akan menimbulkan kedekatan atau jejaring baru,” jelas Wana.
Wana juga mengingatkan agar rotasi tidak menjadi ajang "titipan" dan menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh serta pelibatan KY dan masyarakat sipil demi akuntabilitas proses.
Wana menegaskan, rotasi hanya menjadi salah satu mekanisme. Hal lain yang juga idealnya dilakukan adalah melakukan evaluasi terhadap kinerja hakim dengan melibatkan KY dan juga masyarakat sipil.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!