NASIONAL

LG Batal Investasi, Cermin Buram Industri Kendaraan Listrik

LG sejauh ini masih berkomitmen untuk berinvestasi di bidang-bidang lainnya.

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / R. Fadli

Google News
LG
Kantor LG. (Foto: AFP)

KBR, Jakarta - Perusahaan baterai kendaraan listrik asal Korea Selatan, LG, resmi membatalkan rencana pembangunan ekosistem baterai electric vehicle (EV) di Indonesia.

Konsorsium yang dipimpin LG menarik investasi senilai US$ 7,7 miliar atau setara Rp129 triliun, meski proyek ini telah digagas sejak 2019 dan melibatkan sejumlah BUMN Indonesia.

Konsorsium tersebut terdiri dari LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp., dan sejumlah mitra lainnya. Kongsi dagang ini bertujuan menggarap seluruh proses produksi baterai EV, dari pengadaan bahan baku hingga pembuatan sel baterai.

Dalam laporan Yonhap News Agency, pejabat LG Energy Solution menyebut keputusan mundur diambil akibat perubahan kondisi pasar global dan lingkungan investasi.

"Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek. Namun, kami akan melanjutkan bisnis kami yang ada di Indonesia, seperti pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power), usaha patungan kami dengan Hyundai Motor Group,” kata seorang pejabat LG Energy Solution, dikutip Selasa (22/4/2025).

Baca juga:

PT Pindad Segera Luncurkan Mobil Maung versi EV

Meski begitu, kedepannya LG mengeklaim akan tetap melanjutkan bisnis lainnya di Indonesia, seperti membangun pabrik baterai Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power.

Pihak konsorsium mengaku sudah berdiskusi dengan pemerintah Indonesia sebelum mengambil keputusan mundur.

Presiden Prabowo: Akan Ada Penggantinya


Menanggapi keputusan manajemen LG, Presiden Prabowo Subianto mengaku, Indonesia tidak perlu khawatir akan hal itu, karena yakin pasti akan ada kerjasama dengan perusahaan lain terkait baterai kendaraan listrik di tanah air.

"Ya pasti ada tunggu aja. Indonesia besar, Indonesia kuat, Indonesia cerah," kata Prabowo di Istana Merdeka, Selasa (22/4/2025).

Namun Prabowo enggan mengomentari lebih lanjut, terkait hengkangnya LG dari proyek pasok baterai kendaraan listrik itu.

LG
Pengunjung memperhatikan kendaraan listrik yang dipajang dalam Pameran otomotif Periklindo Electric Vehicles Show (PEVS) 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (1/5/2024). (Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom)

Diketahui, proyek tersebut berjalan sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Saat itu Jokowi optimistis, melalui kerjasama itu, Indonesia akan menjadi pemain global di bidang kendaraan listrik.

“Kita bisa menjadi masuk di rantai pasok global (supply chain global). Golnya ke sana, tidak hanya urusan hilir baterai, tetapi juga untuk barang-barang lainnya agar kita bisa memproduksi setengah jadi minimal, atau barang jadi seperti yang sekarang kita lihat,” kata Jokowi usai meresmikan PT HLI Green Power di Karawang (Rabu, 3/7/2024).

Sementara itu, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) ketika itu, Luhut Binsar Pandjaitan menilai, kerjasama tersebut akan mewujudkan peningkatan ekonomi nasional. Sekaligus mewujudkan Indonesia sebagai pemimpin produksi EV di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).

Dampak Dinamika Teknologi


Sementara itu, Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno menilai, mundurnya LG dari komitmen investasi hilirisasi bijih nikel menjadi baterai listrik disebabkan oleh dinamika teknologi yang berkembang.

Eddy mengatakan, perlu ada kajian teknologi baterai yang saat ini telah berkembang.

"Hari ini kita bicara baterai nikel sekarang sudah LFP, bahkan sekarang ada baterai yang sifatnya blade battery, yang mana itu tahan goncangan, tahan panas, dan memiliki kemampuan untuk melakukan recharging secara sangat cepat,” kata Eddy, Selasa (22/4/2025).

Baca juga:

Rosan Bicara Kendala dan Potensi Produksi Mobil Listrik di RI

Menurutnya lagi, meski ada dinamika teknologi itu, RI akan tetap menjadi pasar besar untuk perkembangan industri baterai dan kendaraan listrik.

Namun, ia tak melihat benang merah jika batalnya komitmen itu karena hadirnya Undang-Undang TNI yang baru saja pemerintah sahkan.

Rosan Roeslani: Tidak Batal Semuanya


Tapi, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Perkasa Roeslani memastikan, LG Energy Solution tidak membatalkan investasinya di Indonesia.

“Masih berinvestasi di Indonesia, bahkan LG telah merealisasikan investasinya di salah satu proyek joint venture-nya senilai 1,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp18,56 triliun,” ungkapnya.

Rosan menjelaskan, LG berinvestasi dalam satu ekosistem baterai yang besar, yang terbagi atas empat joint venture (JV). Total investasinya mencapai 9,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp165,3 triliun.

“Jadi, (investasi LG) terbagi dalam empat joint venture, dan mereka sudah groundbreaking, dan sudah selesai di joint venture nomor 4. Jadi, memang berita yang kemarin mereka mundur itu, bukan mundur semuanya. Mereka sudah melakukan dan sudah selesai di JV nomor 4 senilai 1,1 miliar dolar AS,” kata Rosan saat jumpa pers di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (23/4/2025) malam.

Empat joint venture yang disebut Rosan merujuk pada investasi di tambang nikel, pembuatan prekursor, katoda, anoda, cell battery, battery pack, dan daur ulang baterai.

“Ini sebenarnya sudah mulai disepakati pada tahun 2020, dan memang ini suatu pergerakan besar di mana JV pertamanya, mengenai coal mining-nya ada Aneka Tambang (Antam) di situ mayoritasnya, kemudian ada konsorsium ada LG, ada Hyundai, dan yang lain-lain. Nah, kemudian ada JV keduanya, ada JV ketiganya katoda, kemudian cell battery-nya JV keempat. Nah, cell battery ini sudah berjalan,” kata Rosan dikutip Antara.

LG
Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani mengumumkan realisasi investasi Triwulan I/2025 di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/4/2025). (Foto: ANTARA/HO-BPMI Sekretariat Presiden)

Rosan juga menyatakan, LG sejauh ini masih berkomitmen untuk berinvestasi di bidang-bidang lainnya, dan Indonesia pun terbuka untuk LG berinvestasi di bidang yang sama yaitu ekosistem baterai.

“Jadi, memang saya tahu ini beritanya cukup ramai, tetapi yang ingin saya sampaikan angka, yang ada ini angka, statistik yang realistis, yang benar. Ini buktinya investasi kita tetap berjalan dengan baik bahkan meningkat,” kata Rosan yang juga Chief Executive Officer (CEO) BPI Danantara Indonesia.

Ekonom: Sinyal Bahaya Iklim Usaha


Sementara itu, Ekonom menilai, mundurnya LG Energy Solution dari proyek investasi ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia menjadi sinyal serius yang mencerminkan kegagalan pemerintah menjaga kepastian iklim usaha.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyebut, langkah LG itu tak lepas dari kombinasi persoalan global dan kebijakan domestik yang tidak ramah investor.

“Yang pertama, kita harus melihat bahwa permintaan kendaraan listrik secara global sedang menurun. Ini akibat ekonomi dunia yang memasuki fase pra-resesi. Jadi secara natural, investor akan lebih berhati-hati dalam menanamkan modal di sektor yang volatil,” kata Bhima kepada KBR Media, Rabu (23/4/2025).

Namun, menurut Bhima, yang lebih mengkhawatirkan justru datang dari dalam negeri.

Ia menyebut teknologi baterai berbasis nikel yang menjadi andalan Indonesia perlahan mulai ditinggalkan industri global.

“Tren dunia sekarang mulai bergeser ke baterai LFP (lithium iron phosphate) bahkan sodium-ion. Jadi meskipun kita punya cadangan nikel melimpah, itu tidak serta-merta membuat kita kompetitif,” jelasnya.

Tak hanya itu, Bhima juga menyoroti ketidakpastian kebijakan dalam negeri sebagai penyebab utama keraguan investor.

Ia menuturkan, rencana revisi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi titik lemah yang krusial.

“Ketika Pak Prabowo dalam forum ekonomi sempat menyebut soal revisi TKDN, itu langsung bikin banyak calon investor berpikir ulang. Mereka jadi khawatir soal kepastian hukum dan konsistensi kebijakan. Ini fatal. Karena kalau investor seperti LG saja mundur, artinya masalah kita bukan di potensi, tapi di kebijakan,” tegas Bhima.

Ditengah proses yang tidak pasti itu, investor dinilai lebih memilih jalan aman untuk menjadi importir barang jadi ketimbang membangun pabrik dan alih teknologi di Indonesia.

Baca juga:

Demam Lithium dan Masa Depan Energi Dunia

Bhima juga menyinggung soal insentif fiskal yang diberikan pemerintah, yang menurutnya membingungkan arah industri otomotif nasional.

“Mobil listrik dapat PPN ditanggung pemerintah. Mobil hybrid juga dapat insentif. Tapi tidak jelas sebenarnya pemerintah mau dorong yang mana EV murni atau hybrid. Padahal hybrid itu penggunaannya pada baterai jauh lebih kecil karena masih pakai BBM,” ujarnya.

Bhima menyimpulkan, mundurnya LG bukan hanya soal satu proyek gagal, tetapi cerminan dari absennya roadmap yang jelas dan konsisten di sektor industri kendaraan listrik.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!