NASIONAL
LBH Semarang: Intimidasi Polisi Terhadap Sukatani Sejak Juli 2024
Ahmas Syamsudin Arif mengatakan dua personel Sukatani mengalami berbagai bentuk intimidasi, mulai dari pengawasan oleh polisi, pemecatan sepihak, hingga intervensi penarikan lagu

KBR, Semarang- LBH Semarang menyebut intimidasi aparat Polisi terhadap Sukatani Band Punk asal Purbalingga, Jawa Tengah terjadi sejak Juli 2024.
Pendamping hukum Sukatani sekaligus Direktur LBH Semarang, Ahmas Syamsudin Arif mengatakan dua personel Sukatani mengalami berbagai bentuk intimidasi, mulai dari pengawasan oleh polisi, pemecatan sepihak, hingga intervensi penarikan lagu berjudul "Bayar, Bayar, Bayar."
"Banyak sekali proses intimidasi yang mereka terima, psikologi teman-teman (Sukatani) butuh di recovery dan sampai mereka bersikap. Sukatani dan LBH tidak bersikap lebih jauh karena masih dalam proses recovery," ungkap Arif di Semarang, Senin (03/02/25).
Arif menjelaskan, intimidasi tersebut meningkat pada 6 Februari, dua pekan sebelum video permintaan maaf Sukatani kepada Polri dibuat. Pada bulan Juli 2024, orang-orang terdekat kedua personel Sukatani didatangi oleh intel Polres dan Polsek untuk mencari informasi.
"Mereka dimintai keterangan dan membuat video yang awalnya tidak untuk dipost," jelasnya.
Baca juga:
Arif mengatakan, saat ini kedua personel Sukatani Band sedang dalam proses pemulihan. Lanjut Arif, jika kondisi telah membaik langkah hukum bakal diambil.
"Kami tunggu dulu, hingga mereka siap," imbuhnya.
Permintaan Maaf Sukatani
Sukatani, yang digawangi Novi Citra Indriyati alias "Twister Angel" dan Syifa Al-Lufti alias "Alectroguy," mendadak viral setelah meminta maaf kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan institusi Polri. Mereka juga menarik lagu Bayar Bayar Bayar dari platform musik digital.
Permintaan maaf itu diunggah di akun Instagram mereka, @sukatani.band, pada Kamis pekan lalu, memicu dugaan adanya intimidasi dari aparat kepolisian.
Merespons video permintaan maaf itu, ribuan massa berkumpul di Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, pada hari Kamis dan Jumat, bulan lalu. Massa aksi bertajuk 'Indonesia Gelap' kompak menyanyikan lagu 'Bayar, Bayar, Bayar' milik band Sukatani.
Massa menduga ada indikasi intimidasi dari Kepolisian terhadap band punk itu untuk memaksa mereka meminta maaf dan menghapus lagu berisi kritik terhadap polisi di platform steaming digital.
Pelanggaran UU Kepolisian
Dugaan terjadinya ancaman juga disoroti Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI). Ketua PBHI, Julius Ibrani menyebut, ancaman terjadi saat Sukatani dalam perjalanan dari Bali menuju Banyuwangi usai tampil.
Julius menegaskan, tindakan represif yang diduga dilakukan aparat melanggar Undang-Undang Kepolisian dan Peraturan Polri tentang Kode Etik Profesi.
“Ekspresi adalah bentuk nyata dari pengalaman faktual masyarakat. Lagu Bayar Bayar Bayar adalah kritik berbasis pengalaman empirik tentang pungli yang dilakukan oknum Polri,” ujar Julius kepada KBR, Jumat (21/02/2025).
Julius pun mendesak Kapolri Listyo Sigit Prabowo memberikan sanksi tegas kepada anggota yang terbukti melakukan intimidasi agar kejadian serupa tidak terulang.

Klarifikasi Polda Jateng
Sementara itu, Polda Jawa Tengah membantah tuduhan tersebut. Juru bicara Polda Jateng, Artanto, menegaskan tidak ada tekanan kepada Sukatani, melainkan hanya permintaan klarifikasi melalui Direktorat Siber (Ditsiber) Polda Jateng.
"Nihil ya hal tersebut (intimidasi). Kami hanya meminta klarifikasi. Hasilnya, kami menghargai kebebasan berekspresi dalam berkarya seni. Polri tidak antikritik," ujar Artanto di Semarang, Jumat (21/02/25).
Artanto menambahkan, Polri tidak melarang Sukatani menampilkan lagu tersebut. Kepala Bagian Operasional Polres Tegal, Sardoyo, juga mempersilakan jika mereka ingin membawakan lagu itu di panggung.
“Silakan kalau memang bandnya itu mau menyanyikan lagunya. Tapi kalau kami lihat dari jadwal lagunya itu kami lihat tidak ada. (Tapi ketika dinyanyikan boleh saja ya?) Silakan, monggo,” ujar Kabag Ops Polres Tegal (23/2/2025).
Namun, meski sudah mendapat izin, Sukatani tetap tidak membawakan lagu itu dalam acara “Crowd Noise” di Slawi, Tegal, pada hari yang sama. Mereka telah menandatangani kesepakatan dengan panitia untuk tidak menyanyikan lagu "Bayar Bayar Bayar."
Respons Kompolnas
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Yusuf Warsyim, menekankan pentingnya Polri menjaga kebebasan berekspresi, termasuk dalam seni dan musik.
“Kami dorong untuk menjadi organisasi pembelajar terkait dengan bagaimana merespons kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, ada konsep pemolisian-pemolisian demokratik. Nah, di dalamnya adalah tuntutan untuk menghormati hak asasi manusia, terus memastikan standarnya adalah hukum, bukan di luar non-hukum.” ujar Yusuf pada Ruang Publik KBR, Selasa 25 Februari 2025.
Kompolnas memastikan ada pengawasan berlapis untuk melindungi hak masyarakat. Mereka juga mendorong transparansi dalam pemeriksaan terhadap anggota polisi yang diduga terlibat intimidasi terhadap Sukatani. Saat ini, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri tengah memeriksa enam personel Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng terkait dugaan tekanan terhadap band tersebut.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!