NASIONAL

LBH APIK Kritik Pergub Jakarta tentang Aturan ASN Poligami: Menyakiti Perempuan

Pergub itu dinilai sebagai langkah mundur dalam memperjuangkan kesetaraan gender.

AUTHOR / Fadli Gaper

EDITOR / Wahyu Setiawan

Google News
LBH APIK Kritik Pergub Jakarta tentang Aturan ASN Poligami: Menyakiti Perempuan
Ilustrasi pernikahan. (Antara/Shutterstock)

KBR, Jakarta - Peraturan Gubernur Jakarta tentang pemberian izin Aparatur Sipil Negara (ASN) beristri lebih dari satu atau poligami, dinilai sebagai langkah mundur dalam memperjuangkan kesetaraan gender.

Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (Asosiasi LBH APIK) Khotimun Sutanti menilai, poligami merupakan pilihan yang menyakiti perempuan.

"Karena kami melihat bahwa poligami ini adalah pilihan yang sebetulnya menyakiti perempuan secara psikologis. Sebetulnya rentan terjadi kekerasan psikologis. Diakui atau tidak, meski ada yang menyebutkan poligami itu baik-baik saja, tapi tetap ada kami yakin dari kasus-kasus yang kami dampingi, poligami itu ada kerentanan kekerasan psikologis. Selain itu, ini menjadi mundurnya keyakinan terhadap nilai keseteraan gender," ujarnya kepada KBR, Jumat (17/1/2025).

Dia mengaku sedih dan menyayangkan terbitnya Pergub tersebut.

"Menurut kami sebagai organisasi perempuan, tentunya itu adalah langkah mundur ya dari cita-cita mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender yang sebetulnya sudah dicanangkan oleh pemerintah Indonesia itu sudah cukup lama ya," ujarnya.

Pada 6 Januari lalu, Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian. Beleid itu mengatur tata cara ASN yang hendak beristri lebih dari satu atau berpoligami.

Berdasarkan Pergub itu, ketentuan izin menikah lagi untuk pegawai ASN Jakarta tertuang dalam beberapa pasal. Salah satunya, izin menikah lagi harus diperoleh dari pejabat yang berwenang.

Kemudian izin menikah lagi harus dibuktikan dengan memiliki penghasilan cukup dan sanggup berlaku adil.

Sedangkan syarat izin poligami bagi ASN Jakarta antara lain: istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri memiliki cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah 10 tahun menikah.

Syarat tambahan lainnya yaitu ada persetujuan tertulis dari istri dan tidak mengganggu tugas kedinasan.

Bukan Aturan Baru

Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jakarta Chaidir mengungkapkan, Pergub tersebut bukan merupakan suatu hal yang baru. Dia bilang Pergub justru merinci aturan-aturan dalam pengajuan perkawinan dan perceraian.

Dia menyebut Pergub itu merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

"Ini bukan hal yang baru, karena Pergub ini merupakan turunan dari peraturan perundangan yang telah berlaku. Pergub ini juga memperingatkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mematuhi aturan perkawinan dan perceraian. Sehingga, tidak ada lagi ASN yang bercerai tanpa izin atau surat keterangan dari pimpinan, serta tidak ada lagi ASN yang beristri lebih dari satu yang tidak sesuai dengan perundang-undangan," ujar Chaidir melalui keterangan tertulis, Jumat (17/1/2025).

Chaidir mengatakan perlu ada pengaturan yang rigid dan pendelegasian kewenangan dalam penerbitan surat izin/keterangan perkawinan dan perceraian bagi ASN. Jika melanggar aturan, dapat dijatuhi hukuman disiplin berat.

"Pergub ini mengatur batasan-batasan bagi ASN pria yang akan menikah lagi, serta kondisi apa yang dapat diberikan persetujuan dan kondisi apa yang dilarang. Sehingga, dapat mencegah terjadi nikah siri tanpa persetujuan, baik dari istri yang sah maupun pejabat yang berwenang," ujarnya.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!