NASIONAL

Kontras: Pemerintah Punya Utang Selesaikan Kasus HAM Berat 1965-1966

"Sejatinya kepastian hukum ini merupakan sebuah hal yang mutlak untuk dapat mengupayakan ketidak berulangan kasus keji ini terulang di masa depan,” ujar Dimas

AUTHOR / Shafira Aurel

EDITOR / Resky Novianto

kontras
Ilustrasi. Aksi Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM Berat 1965. Foto: Komnasham.go.id

KBR, Jakarta- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak pemerintah untuk bersungguh-sungguh menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat 1965-1966.

Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya menilai pemerintah justru terkesan mengabaikan kasus pelanggaran HAM ini. Hal itu terlihat dari tidak adanya perkembangan kasus yang dilakukan pemerintah maupun Komnas HAM untuk membuat pengadilan HAM Ad Hoc.

Dimas juga mempertanyakan laporan pro-justisia terkait peristiwa itu.

"Harusnya dapat menghadirkan mekanisme pengadilan HAM ad hoc di Indonesia, untuk dapat menghadirkan kepastian hukum terhadap situasi atau peristiwa kasus 65-66. Sejatinya kepastian hukum ini merupakan sebuah hal yang mutlak untuk dapat mengupayakan ketidak berulangan kasus keji ini terulang di masa depan,” ujar Dimas dalam konferensi pers, Kamis (3/10/2024).

“Jadi komitmen pemerintah untuk dapat menyelesaikan akar permasalahan 65-66 dengan proses penyelesaian yang menyeluruh merupakan prasyarat untuk dapat menghadirkan situasi yang lebih baik di masa depan," imbuhnya.

Dimas Bagus Arya juga mengkritisi Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang menghapus nama Presiden kedua Soeharto dari Ketetapan MPR soal Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Menurutnya, hal tersebut merupakan sebuah penghinaan bagi keluarga penyintas pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Keputusan MPR justru berpotensi memutihkan dosa-dosa Soeharto selama 32 tahun yang dipenuhi dengan dosa kejahatan HAM, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan”, ucanya.

Kasus 1965-1966 adalah peristiwa pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh sebagai pendukung komunisme di Indonesia setelah kegagalan usaha kudeta Gerakan 30 September (G30S/PKI).

Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa setidaknya setengah juta orang dibantai. Tercatat ada 500 ribu orang hingga 3 juta orang tewas dalam pembantaian 1965-1966 di Indonesia karena dianggap komunis atau PKI.

Terkait peristiwa 1965-1966, Komnas HAM sejak tahun 2008 telah melakukan penyelidikan tentang kejadian pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa warga Indonesia yang terkait maupun terduga anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan afiliasinya, sementara sejumlah orang lainnya diasingkan dan dipenjara.

Pada tahun 2012, Komnas HAM menyimpulkan bahwa kejadian tahun 1965-1966 termasuk pelanggaran HAM berat menurut Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Selain itu pada tahun 2012, pemerintah juga telah menyampaikan permintaan maaf atas pelanggaran HAM kasus 1965/1966 kepada keluarga korban dan masyarakat Indonesia.

Baca juga:

- Pekerja Proyek Temukan Tulang, KontraS Desak Penghentian Sementara Pembangunan Rumoh Geudong

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!