BERITA

Kemenko PMK: Kasus Stunting Masih Tinggi, Terutama di Daerah dengan Tingkat Ekonomi Baik

"Tahun ini kita coba program untuk menangani stunting di 19 kabupaten kota dengan kasus stunting-nya tinggi. Harapannya, kasus stunting itu bisa ditangani secara intensif dan jumlah kasusnya menurun."

AUTHOR / Yudha Satriawan

Kemenko PMK: Kasus Stunting Masih Tinggi, Terutama di Daerah dengan Tingkat Ekonomi Baik
Tim Kemenko PMK memantau aktifitas Posyandu di Solo, Jawa Tengah, Selasa (18/7/2017). (Foto: KBR/Yudha Satriawan)

KBR, Surakarta - Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) memberi perhatian khusus pada dua masalah kesehatan yang dialami ibu hamil maupun bayi, yaitu stunting atau gizi buruk kronis dan penyebaran hepatitis B pada bayi.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Sigit Prio Utomo mengatakan ketidaktahuan masyarakat terhadap stunting maupun hepattis B menyebabkan dua gangguan bayi itu menyebar cepat dan kasus meningkat. Ditambah dengan masih tingginya sikap tidak peduli ibu hamil pada kandungan mereka.


"Di Indonesia, stunting atau gizi buruk kronis biasanya berhubungan dengan tingkat ekonomi masyarakat rendah. Namun saat ini kami temukan kasus stunting terjadi di daerah yang tingkat ekonomi bagus, bahkan kasusnya justru tinggi. Ini kenapa? Jadi perhatian kita," kata Sigit Prio Utomo saat melihat langsung kondisi aktifitas posyandu di Solo, Jawa Tengah, Selasa (18/7/2017).


Sigit mengatakan diperkirakan tingginya angka stunting di masyarakat dengan tingkat perekonomian tinggi disebabkan karena tingkat partisipasi yang rendah dari ibu hamil dan masyarakat untuk ikut kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) maupun pemeriksaan kesehatan.


"Tahun ini kita coba program untuk menangani stunting di 19 kabupaten kota dengan kasus stunting-nya tinggi. Harapannya, kasus stunting itu bisa ditangani secara intensif dan jumlah kasusnya menurun. Tahun berikutnya kita coba lagi pada 50 kabupaten kota lainnya," kata Sigit Prio Utomo.


Tidak hanya stunting yang jadi perhatian. Sigit mengatakan kasus penyebaran hepatitis B pada bayi juga mengkhawatirkan. Penularan hepatitis B terus terjadi pada masyarakat, terutama pada ibu hamil.


"Banyak kita temukan ibu hamil mengidap hepatitis B. Itu kalau tidak kita programkan dengan baik, potensi penularan 30 persen ibu hamil positif hepatitis B akan terjadi pada janin atau bayinya hingga pasca kelahiran. Bayi yang terjangkit hepatitis B harus mendapat imunisasi Hb0," tandas Sigit.


Data Kementerian Kesehatan menunjukkan 37,2 persen atau sekitar 9 juta anak mengalami gizi buruk kronis atau stunting. Sedangkan ibu hamil yang mengidap hepatitis mencapai 30 persen dan juga berpotensi menularkan pada anaknya.


Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis, sehingga tinggi anak sangat pendek dibanding bayi usia normal. Kondisi kekurangan gizi ini terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah lahir. Namun stunting baru terlihat setelah anak berusia dua tahun.


Badan Kesehatan Dunia (WHO) berencana menyelenggarakan dua prakarsa global untuk mengadvokasi perlunya penanganan terhadap penyebaran virus hepatitis. Hari Hepatitis Dunia 2017 akan diperingati pada 28 Juli dengan tema "Musnahkan Hepatitis".


Sedangkan konvensi utama komunitas hepatitis dunia atau World Hepatitis Summit 2017 akan digelar 1-3 November 2017 di Brasil.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!