NASIONAL
Kekhawatiran KIARA atas Penunjukan Kembali Wahyu Sakti Trenggono sebagai Menteri KKP
Penunjukan kembali Wahyu Sakti Trenggono sebagai Menteri KKP, harus jadi momentum mencabut berbagai peraturan yang merugikan nelayan.

KBR, Jakarta - Penunjukan kembali Wahyu Sakti Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KKP) di Kabinet Merah Putih dikhawatirkan akan terus melanggengkan kebijakan ekspor pasir laut. Padahal kebijakan ekspor itu berdampak meneggelamkan pulau-pulau kecil, merusak kawasan pesisir, dan merugikan masyarakat nelayan.
Menurut Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati, seharusnya penunjukan kembali Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono dijadikan momentum mencabut berbagai regulasi yang menyengsarakan nelayan, dan dikeluarkan di periode jabatan sebelumnya.
"Seharusnya dipergunakan oleh Pak WST (Wahyu Sakti Trenggono) untuk memastikan bahwa nelayan itu berdaulat atas ruang hidupnya. Penting kiranya untuk segera mencabut peraturan-peraturan yang bermasalah, seperti peraturan yang terkait dengan sedimentasi, ekspor pasir laut di antaranya ya. Kemudian juga ada terkait dengan kebijakan ekspor benih lobster, ada juga terkait dengan penangkapan ikan terukur, penggunaan alat tangkap yang rusak, kemudian banyak sekali izin-izin oleh KKP yang dikeluarkan oleh periode beliau sebelumnya yang seharusnya dicabut," ujar Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati kepada KBR Media (21/10/2024).
Sekjen KIARA Susan Herawati menambahkan, penunjukan kembali Wahyu Sakti Trenggono sebagai Menteri KKP, harus jadi momentum mencabut berbagai peraturan yang merugikan kawasan dan nelayan.
Misalnya, regulasi tetang reklamasi di Teluk Manado atau di kawasan Pantai Karangria, Kota Manado, Sulawesi Utara. Juga reklamasi di Pantai Surabaya, Jawa Timur untuk Proyek Surabaya Waterfront Land.
Lalu kasus privatisasi ruang di pulau-pulau seperti di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, dan Pulau Sangiang di Selat Sunda.
Menteri KKP juga harus memperhatikan berbagai kasus terkait nelayan di wilayah perbatasan, yang sering ditangkap aparat negara tetangga.
"Selama ini Kementerian Kelautan dan Perikanan enggak pernah mengurus nelayan di wilayah perbatasan. Mereka hanya diberikan Kartu KUSUKA atau Kartu Pelaku Utama Sektor Kelautan dan Perikanan. Padahal fungsi kartu itu tidak punya manfaat bagi nelayan. Kartu itu hanya ibarat kartu bodong, tidak berfungsi. Terbukti, nelayan masih saja kesulitan membeli solar bersubsidi. Padahal itu sangat utama sebagai modal melaut.
Selain itu, Susan mendesak Wahyu Sakti Trenggono harus juga mampu melarang aktivitas transshipment atau alih-material di tengah laut. "Transshipmet terbukti merusak sumber daya ikan," ujarnya.
Sekjen KIARA menambahkan, penunjukan kembali Wahyu Sakti Trenggono sebagai Menteri KKP juga harus mewujudkan konsep nelayan tradisional berdaulat. Caranya? Menegakkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam.
Kemarin (Minggu, 20/10/2024) malam, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan jajaran menteri di Kabinet Merah Putih.
Wahyu Sakti Trenggono ditunjuk kembali menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!