BERITA

Insiden Tolikara, Stafsus Presiden: Pembatasan Ibadah Harus Dilandasi Perda

Selama tidak ada aturan yang melarang, maka tidak boleh ada pembatasan atau pelarangan kegiatan ibadah umat tertentu di Papua.

AUTHOR / Aisyah Khairunnisa

Insiden Tolikara, Stafsus Presiden: Pembatasan Ibadah Harus Dilandasi Perda
Ketua Lembaga Masyarakat Adat Papua yang juga Staf Khusus Kepresidenan Lenis Kogoya (kiri) berdialog dengan Bupati Mimika Eltinus Omaleng (kanan), Senin (29/6/15).

KBR, Jakarta - Kantor Staf Khusus Presiden turun tangan mengumpulkan data insiden penyerangan terhadap tempat ibadah di Kabupaten Tolikara, saat ibadah salat Idul Fitri hari ini.

Staf Khusus Presiden Lenis Kogoya mengatakan kecewa atas kasus penyerangan tersebut. Lenis yang juga menjabat Ketua Lembaga Masyarakat Adat Provinsi Papua itu mengatakan jika pemerintah daerah bersalah patut diberi sanksi.


Lenis mengatakan selama tidak ada aturan yang melarang, maka tidak boleh ada pembatasan atau pelarangan kegiatan ibadah umat tertentu di Papua.


"Untuk melarang sesuatu ibadah itu harus ada peraturan daerah. Berdasarkan peraturan daerah itu disampaikan ke gereja untuk melarang, oke silakan saja. Tapi sepanjang belum (ada perda) itu, itu gak bisa melawan karena harus saling menghormati," kata Lenis ketika dihubungi KBR, Jumat (17/7/2015).


Kegiatan beribadah salat Idul Fitri di Kabupaten Tolikara, Papua diwarnai insiden kekerasan. Sekelompok orang marah karena merasa terganggu dengan pengeras suara kegiatan salat Idul Fitri. Sebuah mushola dan bangunan rumah menjadi sasaran amukan dan pembakaran.


Sebelumnya, muncul surat edaran larangan menggelar ibadah salat Idul Fitri di Tolikara karena sedang ada seminar pemuda gereja internasional. Surat itu mengatasnamakan Gereja Injili di Indonesia atau GIDI wilayah Tolikara. Namun pihak pengurus Gereja Injili belum bisa diminta komentar sampai saat ini.


Editor: Malika

 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!