NASIONAL

INDEF: Kenaikan PPN Bebani Rakyat, Meski Ada Sektor Dikecualikan

bahwa yang dikecualikannya lebih sedikit daripada yang dikenakan ya. BBM itu walaupun beli pertalite ya tetap aja kena PPN ya, hampir semua produk yang tidak dikecualikan berarti kena

AUTHOR / Hoirunnisa, Astri Septiani

EDITOR / Muthia Kusuma Wardani

pungutan
Ilustrasi pungutan oleh pemerintah di tahun 2025 (FOTO: Setkab)

KBR, Jakarta- Kalangan ekonom menilai banjir pungutan di tahun 2025 oleh pemerintah akan sangat membebani masyarakat, terutama kelas menengah. Peneliti dari lembaga kajian ekonomi Indef, Eko Listiyanto khawatir sejumlah pungutan itu akan memperparah kondisi ekonomi masyarakat yang sudah lesu.

Dia menilai, berbagai pungutan seperti kenaikan Pajak Penambahan Nilai (PPN), kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga implementasi dana pensiun wajib di tahun depan itu akan memicu penurunan konsumsi, melambatnya pertumbuhan ekonomi, bahkan meningkatkan angka pengangguran.

"Kalau dari sisi pertumbuhan konsumsi itu akan melambat sekitar 0,26 persen, tentu ini akan berimplikasi kepada orang miskin. dari sisi pengangguran, tingkat lapangan kerja juga akan turun sekitar 0,96 persen, ini juga cukup signifikan," ujar Eko Listiyanto kepada KBR, Kamis, (5/12/2024).

Peneliti dari lembaga kajian ekonomi Indef, Eko Listiyanto menjelaskan ketika konsumsi masyarakat menurun akibat berbagai pungutan oleh pemerintah, maka akan berdampak pada penurunan permintaan terhadap barang dan jasa. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pada penurunan produksi dan berpotensi meningkatkan angka pengangguran.

Kenaikan PPN

Menurut Eko, kenaikan PPN akan membuat banyak barang dan jasa menjadi lebih mahal, sehingga masyarakat akan mengurangi pengeluaran mereka. Hal ini tidak hanya berdampak pada perekonomian secara keseluruhan, tetapi juga akan memperburuk kesejahteraan masyarakat, terutama kelompok miskin.

"Kenaikan PPN tentu akan membuat ekonomi agak lebih lesu gitu karena di tengah ada daya beli yang melambat ya kemudian implikasinya kepada penciptaan lapangan kerja ya. Harga yang lebih mahal juga, kemudian itu menjadi disinsentif bagi kenaikan atau target-target," tegas Eko.

Menurut Eko, meski ada sektor yang dikecualikan dari kenaikan PPN jadi 12 persen, namun dampaknya tetap akan dirasakan oleh masyarakat luas.

"Bahwa ini tidak menyasar semua sektor, iya benar ya, kebutuhan pokok, pendidikan memang dikecualikan ya. Tapi kita juga tahu bahwa yang dikecualikannya lebih sedikit daripada yang dikenakan ya. BBM itu walaupun beli pertalite ya tetap aja kena PPN ya, hampir semua produk yang tidak dikecualikan berarti kena kan begitu ya, dan itu juga produk-produk oleh semua kalangan masyarakat, termasuk orang miskin gitu ya," jelasnya.

"Secara umum bakal lebih banyak terkena dampak ya dalam konteks kenaikan PPN ini. Kemudian langsung diterapkan pada barang yang dikonsumsi masyarakat, kan yang dikonsumsi masyarakat itu bukan barang pokok saja, tapi banyak jenisnya ya," tambahnya.

Eko menambahkan, dampak dari kenaikan PPN tidak hanya dirasakan oleh masyarakat, namun juga akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

"Walaupun mungkin dari sisi prospek penerimaan pajaknya meningkat, tetapi dari sisi keseluruhan atau agregat makronya kemungkinan prospek perekonomiannya jadi lebih lesu," imbuhnya.

Lebih lanjut, Eko Listiyanto juga menyoroti bahwa kenaikan PPN akan berdampak pada sektor perbankan.

pekerja
Pekerja menyelesaikan pembuatan ritsleting untuk koper di Kabupaten Serang, Banten, Senin (25/11/2024). Berdasarkan data Bank Indonesia penyaluran kredit UMKM pada bulan Oktober tumbuh sebesar 4,6 persen secara year on year (yoy) hingga mencapai Rp 1.402,3 triliun, angka tersebut melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,0 persen (yoy) (FOTO: ANTARA/Putra M. Akbar)


Kenaikan UMP dan Bansos Tak Efektif

Pengamat ekonomi Indef, Eko Listiyanto juga menekankan bahwa kenaikan upah minimum pada tahun 2025 sebesar 6,5 persen tidak akan optimal menjaga daya beli masyarakat. Bahkan Eko menyebut, daya beli masyarakat yang lesu itu tidak akan terkerek meski pemerintah menyiapkan bantuan sosial yang khusus menyasar kelas menengah. 

"Itu konsekuensi dari kebijakan tetap menaikkan PPN 12% tersebut begitu. Terus kalau dikaitkan dengan kenaikan PPN tahun depan ya dikaitkan dengan UMR yang juga naik 6,5 tentu membantu daya beli para pekerja di sektor formal ya, buruh, karyawan ya itu terbantu, tetapi dampak dari kenaikan daya belinya itu tidak terlalu optimal ya, atau tidak terlalu menendang, karena di saat yang bersamaan mereka akan menghadapi harga-harga berbagai macam kebutuhan sehari-hari mereka meningkat, karena PPN dinaikkan tersebut," jelasnya.

"Kalau menurut saya daripada memberikan bansos-bansos ini kan hadir karena pemerintah menaikkan PPN 12%. Ya sudah mungkin bantuan sosial itu tidak diperlukan, tapi PPN tidak perlu dinaikkan gitu itu mungkin lebih realistis sebetulnya," ujarnya.

Eko Listiyanto menyarankan agar pemerintah menunda kenaikan PPN dan mencari alternatif lain untuk meningkatkan pendapatan negara. Selain itu, masyarakat juga perlu melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi dampak kenaikan PPN, seperti menghemat pengeluaran dan mencari sumber pendapatan tambahan.

Kenaikan Selektif

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyebut Presiden Prabowo Subianto telah merespons masukan dari DPR terkait kemungkinan penurunan tarif PPN pada kebutuhan pokok. Sufmi Dasco menyebut Presiden Prabowo akan mempertimbangkan dan mengkaji usulan tersebut.

Hal itu ia sampaikan usai dirinya dan perwakilan DPR RI melakukan rapat bersama Presiden Prabowo untuk membahas sejumlah aspirasi masyarakat terkait rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, yang rencananya akan diberlakukan pada paling lambat Januari 2025.

"Mengenai usulan dari kawan-kawan DPR bahwa ada penurunan pajak kepada kebutuhan-kebutuhan pokok yang langsung menyentuh kepada masyarakat. Pak Presiden tadi menjawab bahwa akan dipertimbangkan dan akan dikaji. Mungkin dalam satu jam ini, Pak Presiden akan meminta Menteri Keuangan dan beberapa menteri untuk rapat dalam mengkaji usulan dari masyarakat maupun dari DPR tentang beberapa hal pajak yang harus diturunkan," kata Sufmi Dasco di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (05/12/24).

Baca juga:

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyampaikan hasil diskusi dengan Presiden di mana PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif. Ia menegaskan bahwa barang-barang pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perbankan, serta pelayanan umum akan tetap bebas dari PPN, sesuai kebijakan yang berlaku saat ini.

Kata dia, pemerintah juga berencana untuk menerapkan struktur PPN yang tidak seragam. Meski demikian, kebijakan tersebut saat ini masih dilakukan pengkajian mendalam.

"Ini nanti akan masih dipelajari. Masyarakat tidak perlu khawatir karena ruang lingkup mengenai kebutuhan barang pokok, kemudian jasa pendidikan, jasa kesehatan, kemudian jasa perbankan, yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pelayanan umum, jasa pemerintahan tetap tidak dikenakan PPN," ungkap Misbakhun.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!