NASIONAL
Idulfitri di Tengah Lesu Ekonomi
Arus mudik menurun, perputaran uang merosot, warga berhemat untuk mengantisipasi kondisi ekonomi yang tak pasti

KBR, Jakarta - Lebaran 2025 meski dirayakan serempak, tetapi suasananya lebih sepi dibanding tahun lalu. Ini terlihat dari penurunan jumlah pemudik.
Survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan menyebut jumlah pemudik diperkirakan turun jauh hampir 25 persen, yakni dari 193 juta orang tahun lalu, menjadi 146 juta orang tahun ini.
Putra, warga Bekasi, Jawa Barat, termasuk yang mengurungkan niat untuk berlebaran di kampung halamannya di Pekalongan, Jawa Tengah. Karyawan swasta ini memilih menghemat uang ketimbang dihabiskan untuk mudik.
“Saya enggak mudik karena, kan, sekarang lagi marak badai PHK, ekonomi juga masih lesu, jadi saya lebih memilih untuk hemat, terus pemasukan juga berkurang,” jelasnya kepada KBR, Minggu (30/3/2025).
Strategi membatasi pengeluaran juga dilakukan Rizki Amelia, karyawan swasta di Depok, Jawa Barat. Ia tidak banyak berbelanja untuk keperluan Lebaran.
Uang THR disimpannya karena khawatir dengan kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil.
“Ekonomi lagi susah banget, uang mendingan ditabung, dipakai buat hal-hal yang lebih penting atau lebih mendesak. Bisa dikatakan memang ekonomi saat ini sedang tidak baik-baik saja,” kata Rizki Amelia, karyawan swasta asal Depok, Minggu (30/3).
Rizki meminta pemerintah segera memperbaiki kondisi ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat. Ia juga berharap harga-harga kebutuhan pokok terkendali, sehingga tidak memberatkan keuangannya.
Kondisi ekonomi yang tengah sulit tergambar pula dari berbagai data yang sudah dirilis sejumlah instansi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadinya deflasi berturut-turut di Januari sebesar 0,76% dan Februari 2025 sebesar 0,48%. Ini mencerminkan daya beli masyarakat yang tengah terpuruk.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mencatat, jumlah perputaran uang saat Lebaran kali ini mencapai Rp137 triliun. Jumlah ini merosot Rp20 triliun dibandingkan tahun lalu.
Menurut Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S Cahyono, anjloknya daya beli masyarakat saat Idulfitri tahun ini adalah efek badai PHK. Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah juga berkontribusi membuat ekonomi lesu.
“KSPI kemarin menyatakan ada 60 ribu buruh ter-PHK dalam dua bulan pertama di tahun ini saja ya. Nah, mereka yang ter-PHK, yang saat ini sedang dalam proses PHK juga belum mendapat uang pesangon dan juga tidak mendapatkan THR dan beberapa hal yang lain,” ucapnya kepada KBR, Minggu (30/3/2025).
Wakil Presiden KSPI Kahar S Cahyono mendesak pemerintah menindak tegas perusahaan yang belum membayar pesangon para pekerja yang di-PHK, juga perusahaan yang belum membayar THR karyawannya.
Baca juga:
Menanti "Hilal" THR Ojol yang Tak Kunjung Muncul
Kemnaker Terima Ribuan Aduan Pembayaran THR 2025
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto membantah terjadi penurunan perputaran uang selama Lebaran.
Ia mengeklaim kondisi saat ini masih kategori moderat. Menurutnya, Lebaran tahun lalu bersamaan dengan momen Pemilu.
Politikus Golkar ini menyebut sejumlah program telah dirilis pemerintah, termasuk bansos, yang diharapkan bakal mengungkit daya beli masyarakat.
Untuk jangka panjang, Airlangga juga yakin kondisi ekonomi ke depan bakal membaik.
“Kita punya ekspor juga bagus, kita punya cadangan devisa juga kuat, neraca perdagangan bagus. Jadi dengan demikian fundamental kita bagus, plus kita, kan, sudah melaksanakan devisa hasil ekspor. Jadi kita tidak ter-corner ke depan,” kata dia Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, (26/03/25).
Optimisme senada disampaikan Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya.
Ia merujuk, khususnya, pada momentum Lebaran yang diyakini mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi kreatif, seperti sektor wisata, film, kuliner, hingga fashion.
Sementara itu, Ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menekankan terpuruknya daya beli masyarakat mesti segera disikapi pemerintah. Sebab, konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong utama ekonomi nasional.
“Deflasi yang juga terjadi untuk komoditas makanan dan minuman yang merupakan indikasi rendahnya harga akibat rendahnya permintaan. Dan juga indikasi seperti Mandiri Spending Index yang melihat relatif lebih rendahnya pengeluaran ataupun spending yang dilakukan masyarakat ketika Ramadan di tahun ini merupakan beberapa indikator kuat yang kami rasa menunjukkan adanya pelemahan dari beli masyarakat secara umum di Ramadan dan Lebaran tahun ini,” kata Peneliti CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, Minggu (30/3).
Ekonom CORE Indonesia, Yusuf Reny Manilet menambahkan, jika kondisi ini terus dibiarkan, maka pertumbuhan ekonomi kuartal pertama, bakal lebih rendah dari perkiraan.
Langkah nyata perlu segera diambil pemerintah seperti mendorong industrialisasi guna membuka lebih banyak lapangan kerja. Selain itu, regulasi juga mesti dipastikan ramah investasi.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!