NASIONAL
Gurita Korupsi Eks Walkot Semarang Mbak Ita Terus Bergulir di Pengadilan, Sampai Dimana Kasusnya?
Saksi membeberkan sejumlah fakta dalam sidang yakni adanya permintaan Rp16 miliar dari tersangka Alwin Basri, yang pernah menjabat ketua PKK Kota Semarang pada paguyuban Camat Kota Semarang.

KBR, Semarang- Kasus korupsi Eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri diduga menerima suap dan gratifikasi senilai Rp8,7 miliar.
Pada sidang kedua di Tipikor Semarang (28/4), sejumlah tiga saksi dihadirkan yakni orang Camat Gayamsari sekaligus mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, Eko Yuniarto, Camat Genuk Suroto dan Camat Semarang Selatan, Ronny Cahyo Nugroho.
Saksi membeberkan sejumlah fakta dalam sidang yakni adanya permintaan Rp16 miliar dari tersangka Alwin Basri, yang pernah menjabat ketua PKK Kota Semarang pada paguyuban Camat Kota Semarang.
Eko menjelaskan, dalam pertemuan tersebut, dirinya sempat melakukan negosiasi dengan rekannya agar anggaran yang diminta oleh Alwin tidak sebesar itu dan berkurang.
"Kami dari paguyuban sempat nego di Rp10 miliar, namun, Pak Alwin minta Rp16 miliar," beber Eko.
Eko mengungkap fakta lain dalam persidangan tersebut, ia diminta membuang telepon genggam dan bukti transfer oleh Mbak Ita ketika kasus korupsi di Pemerintah Kota Semarang mulai diketahui KPK.
Apa Perintah dari Mbak Ita?
Lanjutnya, Mbak Ita juga meminta dirinya agar tak hadir ketika ada panggilan dari KPK di kantor BPK Jateng.
"Mbak ita memerintahkan kami, agar tidak hadir,"katanya.
Menurut Eko, Mbak Ita telah memastikan adanya pengkondisian oleh terdakwa dan meminta dirinya tenang dalam kasus tersebut.
"Pokoknya tak usah datang begitu," tambah Eko menirukan perintah Mbak Ita.
Selain, permintaan suntikan anggaran Rp16 miliar dari Camat, terungkap adanya aliran dana yang diistilahkan sebagai "vitamin" mengalir ke sejumlah instansi.
Baca juga:
- KPK Tahan Walkot Semarang Mbak Ita dan Suami Terkait Pengadaan Barang dan Jasa
Dari Mana Sumber Aliran Dana?
Aliran dana tersebut bersumber dari Martono, Ketua Gapensi Kota Semarang, kemudian diserahkan melalui Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, Eko Yuniarto dan mantan Camat Gajahmungkur, Ade Bhakti.
Berdasarkan keterangan Eko yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang tersebut, menyampaikan bahwa ada uang dari Martono yang mengalir ke Polrestabes Semarang dan kejaksaan.
"Di kejaksaan melalui kasi intel, yang di Polrestabes melalui Kanit Tipikor Polrestabes Semarang," ungkap Eko.
Dia menyebut, saat itu diperintahkan oleh Martono untuk memberikan uang ke sejumlah instansi dengan Ade Bhakti yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Damkar Kota Semarang.
"Saya dan Pak Ade Bhakti pada waktu itu (yang menyerahkan) tapi Pak Martono yang berkomunikasi dengan pihak institusi itu," jelas Eko.
Camat Genuk Diminta Kembalikan Uang
Sementara itu, Camat Genuk, Kota Semarang, Suroto diminta mengembalikan uang sebanyak Rp614 juta ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jawa Tengah.
Uang ratusan juta yang dikembalikan atas permintaan Alwin Basri, suami mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati.
"Ada pemeriksaan BPK terkait aspal dan lain lain sehingga ada temuan. Waktu itu yang harus dikembalikan Rp614 juta," kata Suroto di Tipikor Semarang.
Waktu itu, uang dari para camat diserahkan ke Alwin kemudian Mbak Ita menyerahkan uang tersebut ke BPK.
"Yang meminta Pak Alwi dan diserahkan ke Bu Wali," ungkapnya.
Hal yang sama juga dikatakan Eko Yuniarto, Camat Gayamsari sekaligus mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang.
Dia mengaku sejumlah camat di Kota Semarang juga diminta untuk mengembalikan sejumlah uang karena ada temuan BPK.
Uang yang dikembalikan tersebut merupakan proyek di sejumlah kecamatan yang diakomodir oleh Ketua Gapensi Kota Semarang, Martono yang saat ini menjadi terdakwa di kasus tersebut.
Sebelumnya, mantan Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, yang merupakan mantan Ketua PKK Kota Semarang, didakwa menerima suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rio Vernika Putra pada sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, mendakwa keduanya atas tindak pidana suap dan gratifikasi atas tiga perkara yang berbeda.
Apa Langkah Pemprov Jateng Antisipasi Korupsi?
Untuk mengantisipasi korupsi di tingkat desa, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menggelar Sekolah Antikorupsi bagi 7 ribu kepala desa yang tersebar di 35 kabupaten/kota.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Lutfi mengungkapkan sekolah antikorupsi diharapkan mampu mengantisipasi kasus korupsi di wilayahnya.
"Ini adalah upaya agar pembangunan yang leading sektornya di desa nanti betul-betul tepat sasaran, dan tidak ada korupsi," jelas Lutfhi, di Semarang Selasa (29/4).
Lutfhi mengklaim, sebanyak 30 desa di Jateng telah menjadi percontohan Desa Antikorupsi dari 297 Desa.
"Puluhan desan sudah jadi percontohan antikorupsi semoga kedepan ratusan desa lain juga sama," pungkasnya.
Baca juga:
- KPK Bakal Panggil Lagi Wali Kota Semarang dan Suami
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!