NASIONAL
Gaji Hakim Naik, Efektivitas Menghilangkan Mafia Peradilan dan Mendongkrak Integritas Dipertanyakan
"Solusi yang ditawarkan oleh Prabowo hendak menaikkan gaji hakim untuk menghindari perbuatan korupsi, saya pikir tidak linier ya," ujarnya.

KBR, Jakarta- Presiden Prabowo Subianto resmi mengumumkan kenaikan gaji hakim di seluruh Indonesia dengan besaran kenaikan tertinggi mencapai 280 persen, khususnya untuk hakim golongan paling junior.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai langkah ini keliru jika dianggap sebagai solusi utama untuk mencegah korupsi di lingkungan peradilan.
Menurutnya, upaya menaikkan gaji hakim seharusnya diimbangi dengan pembenahan menyeluruh terhadap sistem peradilan, dan tidak semata-mata dianggap sebagai solusi tunggal dalam membenahi persoalan korupsi di peradilan.
"Publik pasti akan beranggapan ya kalau kemudian ingin gaji dinaikkan mesti diimbangi dengan kinerjanya yang memaksimalkan. Termasuk komitmen untuk membenahi internalnya," kata Herdiansyah kepada KBR Media, Senin (16/6/2025).
Herdiansyah mengkritisi pendekatan yang menganggap bahwa kenaikan gaji dapat secara otomatis meningkatkan integritas hakim atau mengurangi potensi suap dan gratifikasi.
"Solusi yang ditawarkan oleh Prabowo hendak menaikkan gaji hakim untuk menghindari perbuatan korupsi, saya pikir tidak linier ya. Itu agak keliru menurut saya," ucapnya.
Menurutnya, gaji dan tunjangan hakim saat ini sudah tergolong tinggi, terutama untuk hakim di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang bisa mencapai Rp.77 juta per bulan.
"Jadi sebenarnya bukan menjadi problem utama menyelesaikan korupsi bukan dengan cara menaikkan gaji sebenarnya menurut saya. Tetapi mesti ada pembedahan secara serius dari hulu ke hilir," ujarnya.
Alasan Presiden Menaikan Gaji Hakim
Pengumuman kenaikan gaji para hakim ini disampaikan Presiden Prabowo dalam sambutannya pada acara pengukuhan 1.451 hakim di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (12/6/2025).
“18 tahun hakim tidak menerima kenaikan, 3 persen pun tidak, 5 persen pun tidak. Hari ini, Presiden Prabowo Subianto ambil keputusan naik, yang paling junior 280 persen," kata Presiden dalam sambutannya, dikutip dari ANTARA.

Prabowo menekankan bahwa kenaikan gaji bukan semata-mata untuk memanjakan, tetapi untuk memperkuat institusi peradilan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan serta anggaran negara.
Menurut Presiden, kesejahteraan para hakim sangat penting agar hakim tidak goyah dan tidak dapat dibeli dengan uang koruptor.
"Kita butuh hakim-hakim yang benar-benar tidak bisa digoyahkan, tidak bisa dibeli dan begitu saya jadi Presiden, saya kaget saya tanya gimana kondisi hakim," ungkap Presiden.
KY: Harus Diiringi Komitmen Moral
Komisi Yudisial (KY) mengapresiasi langkah Presiden Prabowo. Menurut Anggota KY, Mukti Fajar Nur Dewata, kenaikan gaji ini harus dibarengi dengan komitmen moral dari para hakim.
“KY mengingatkan sekaligus berharap, peningkatan kesejahteraan ini harus diikuti dengan komitmen moral hakim untuk menjaga integritas dan kemandirian,” kata Mukti dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, dikutip dari ANTARA.
Integritas dan kemandirian dinilai perlu dijaga mengingat kondisi peradilan Indonesia dewasa ini. Publik, imbuh Mukti, berharap agar tidak ada lagi hakim maupun aparat pengadilan yang melakukan korupsi dan gratifikasi.
Ketua DPR: Langkah Awal Reformasi Sistem Peradilan
Ketua DPR RI Puan Maharani menyambut positif langkah Presiden Prabowo menaikkan gaji hakim hingga 280 persen, ia berharap dapat menjadi motivasi bagi reformasi sistem kehakiman di Tanah Air secara menyeluruh.
Ia menilai kebijakan tersebut merupakan bentuk penghargaan negara terhadap peran strategis lembaga peradilan dalam menjaga supremasi hukum di Indonesia.
“Kenaikan gaji bagi hakim kita harap menjadi motivasi untuk reformasi sistem kehakiman secara menyeluruh. Punishment
dan reward penting untuk perbaikan tata kelola promosi,” kata Puan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat, dikutip dari ANTARA.

Puan juga memandang kebijakan yang sejalan dengan semangat memperkuat sistem hukum nasional tersebut sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk mendorong profesionalisme hakim dalam menegakkan hukum secara adil.
"Kenaikan gaji ini merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang berpihak pada penguatan kelembagaan hukum. Harapannya, dengan kesejahteraan yang lebih layak, hakim dapat menjalankan tugas secara independen," tuturnya.
Di sisi lain, Puan memastikan DPR RI yang memiliki komitmen terhadap reformasi hukum di Indonesia akan ikut mengawal kebijakan kenaikan gaji hakim dalam lembaga peradilan tersebut.
"DPR RI akan mengawasi secara ketat implementasi kebijakan ini dan mendorong reformasi lembaga peradilan yang menyentuh hingga ke akar permasalahan," katanya.
Anggota DPR: Harus Dibarengi Penguatan Etika
Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo juga mendukung kebijakan ini, tetapi ia menekankan harus dibarengi dengan penegakan fondasi etika dan moral para hakim di Tanah Air.
"Jika kita ingin memulihkan kepercayaan publik maka penguatan integritas hakim menjadi mutlak. Kenaikan gaji ini harus dibarengi dengan konsolidasi internal para hakim untuk menegakkan kembali fondasi etika dan moral," kata Bamsoet, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat, dikutip dari ANTARA.
Dia lantas berkata, "Kini, kita mendorong korps hakim untuk segera berkonsolidasi memperkuat komitmen menjaga kemurnian martabat peradilan”.
Pandangan KPK: Gaji Naik, Pengawasan Harus Kuat
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap kenaikan gaji untuk hakim dapat menjadi benteng dari godaan untuk berbuat korupsi.
“Tentu KPK berharap dengan adanya kenaikan gaji, kenaikan kesejahteraan, ini juga bisa membentengi diri begitu ya dari godaan-godaan ataupun potensi untuk melakukan tindak pidana korupsi,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Jumat (13/6).
Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa kenaikan gaji tersebut perlu diiringi pengawasan yang kuat, sehingga para hakim dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan penuh tanggung jawab.
“Tentu juga dibutuhkan sebuah sistem ya, sehingga seluruh mekanisme, seluruh prosedur yang menjadi wadah dari pelaksanaan tugas dan fungsi dari hakim itu juga bisa betul-betul membentengi para hakim,” katanya.
Menkum: Hakim Jangan Cawe-cawe lagi
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan kebijakan ini diambil sebagai dorongan agar para hakim tidak ikut campur atau cawe-cawe dalam menangani suatu perkara hukum.
"Itu akan memberi dorongan untuk seperti harapan Bapak Presiden dan harapan yang mulia Ketua Mahkamah Agung (Sunarto) bahwa nanti (para hakim) untuk tidak cawe-cawe," kata Supratman ditemui usai menghadiri acara pembukaan pelatihan paralegal untuk kelompok organisasi kemasyarakatan di Kementerian Hukum, Jakarta, Sabtu, dikutip dari ANTARA.

Supratman optimistis kebijakan tersebut mampu menekan praktik-praktik rasuah yang melibatkan para penegak hukum di lembaga peradilan Indonesia.
Oleh sebab itu, ia mengatakan Presiden Prabowo berupaya mengakomodasi peningkatan kesejahteraan para hakim di tanah air lewat kebijakannya tersebut.
"Salah satu cara terbaik seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden bahwa gaji hakim itu harus dimaksimalkan," katanya.
Hal tersebut sebagaimana aspirasi yang diserap pemerintah atas tuntutan kenaikan gaji hakim oleh ikatan hakim pada Oktober 2024 karena selama belas tahun tidak mengalami kenaikan.
Pakar Hukum: Proses Rekrutmen Mesti Diperketat
Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengatakan pentingnya proses rekrutmen hakim yang ketat, dengan memperhatikan rekam jejak dan integritas calon hakim, termasuk riwayat pelanggaran etik dan kejahatan lain seperti kekerasan seksual.
Ia juga menilai pengawasan terhadap hakim harus melibatkan partisipasi publik dan dilakukan secara transparan.
"Jadi problem dari hulu ke hilir ini yang mesti kita seriusin kalau ingin berharap sistem peradilan termasuk hakim-hakim itu bisa dibenahi dengan baik," ujarnya.

Kenaikan Gaji Hakim Efektif untuk Mereformasi Sistem Peradilan?
Herdiansyah menilai kesejahteraan memang merupakan salah satu elemen penting dalam reformasi sistem peradilan. Namun, menurutnya reformasi tidak bisa hanya difokuskan pada hakim semata, melainkan juga harus adil terhadap unsur lainnya, seperti panitera dan pegawai pengadilan yang turut menopang jalannya sistem peradilan.
"Kalaupun kemudian pilihan adalah soal kesejahteraan Itu juga berbanding lurus dengan kinerjakan sampai sekarang kita masih banyak menemukan hakim-hakim yang terlibat dalam perkara suap. Misalnya, atau bisnis perkara dan lain sebagainya ini pertanda bahwa sebenarnya problem utama bukan hanya kepada soal kesejahteraan Atau peningkatan gaji, jadi reformasi sistem peradilan harus dimulai dari hulu ke hilir," katanya.
Lebih lanjut, ia mengkritisi penanganan kasus korupsi di Mahkamah Agung yang selama ini kerap ditangani secara internal.
"Kalau mau objektif, perkara yang terjadi di dalam mahkamah agung mestinya yang menyelesaikan adalah aparat penegak hukum lain yang agak lebih objektif dan tidak terkesan jeruk makan jeruk," tutupnya.
Contoh Kasus Hakim Terjerat Suap
Tiga hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta diduga menerima suap senilai Rp60 miliar untuk memutus lepas tiga korporasi besar dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO). Ketiganya adalah Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, yang mengadili perkara PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas.
Total ada tujuh tersangka yang ditetapkan Kejaksaan Agung dalam kasus ini, termasuk Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, panitera Wahyu Gunawan, dua pengacara, dan tiga hakim: Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, serta Ali Muhtarom.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengungkap skema suap itu bermula dari pengacara terdakwa korporasi, Ariyanto Bakri. Ia menghubungi panitera muda Wahyu Gunawan untuk mengatur agar kliennya diputus lepas atau ontslag.
Wahyu kemudian menyampaikan permintaan itu kepada M. Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Muhammad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag, namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar," ujar Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Senin (14/4/2025).
Sebelum membongkar kasus ini, Kejaksaan sebelumnya telah mengungkap praktik jual-beli perkara dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dalam kasus tewasnya Dini Sera Afrianti.
Rincian Gaji Hakim
Kenaikan gaji ini bervariasi sesuai golongan dan masa kerja. Profesi hakim di lingkungan peradilan umum, agama, dan tata usaha negara memiliki golongan yang terdiri dari golongan III/a-d dan IV/a-e dengan masa kerja 0-32 tahun.
Kebijakan tentang gaji hakim terakhir diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 44 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 18 Oktober 2024.
Lantas, berapa besar gaji hakim dari golongan dan masa kerja lainnya yang berpacu pada PP tersebut? Berikut rinciannya.
1. Gaji hakim golongan III/a-d
- Masa kerja kurang dari 1 tahun sebesar Rp 2.785.700 hingga Rp 3.154.400
- Masa kerja 1-2 tahun sebesar Rp 2.873.500 hingga Rp 3.253.700
- Masa kerja 3-4 tahun sebesar Rp 2.964.400 hingga Rp 3.356.200
- Masa kerja 5-6 tahun sebesar Rp 3.057.300 hingga Rp 3.461.900
- Masa kerja 7-8 tahun sebesar 3.153.600 hingga Rp 3.571.000
- Masa kerja 9-10 tahun sebesar Rp 3.252.900 hingga Rp 3.683.400
- Masa kerja 11-12 tahun sebesar Rp 3.355.400 hingga Rp 3.799.400
- Masa kerja 13-14 tahun sebesar Rp 3.461.100 hingga Rp 3.919.100
- Masa kerja 15-16 tahun sebesar Rp 3.570.100 hingga Rp 4.042.500
- Masa kerja 17-18 tahun sebesar Rp 3.682.500 hingga Rp 4.169.900
- Masa kerja 19-20 tahun sebesar Rp 3.789.500 hingga Rp 4.301.200
- Masa kerja 21-22 tahun sebesar Rp 3.918.100 hingga Rp 4.301.200
- Masa kerja 23-24 tahun sebesar Rp 4.041.500 hingga Rp 4.576.400
- Masa kerja 25-26 tahun sebesar Rp 4.168.800 hingga Rp 4.720.500
- Masa kerja 27-28 tahun sebesar Rp 4.300.100 hingga Rp 4.720.500
- Masa kerja 29-30 tahun sebesar Rp 4.435.500 hingga Rp 5.022.500
- Masa kerja 31-32 tahun sebesar Rp 4.575.200 hingga Rp 5.180.700.
2. Gaji hakim golongan IV/a-e
- Masa kerja kurang dari 1 tahun sebesar Rp 3.287.800 hingga Rp 3.880.400
- Masa kerja 1-2 tahun sebesar Rp 3.391.400 hingga Rp 4.002.700
- Masa kerja 3-4 tahun sebesar Rp 3.498.200 hingga Rp 4.128.700
- Masa kerja 5-6 tahun sebesar Rp 3.608.400 hingga Rp 4.258.700
- Masa kerja 7-8 tahun sebesar Rp 3.722.000 hingga Rp 4.392.900
- Masa kerja 9-10 tahun sebesar Rp 3.839.200 hingga 4.531.200
- Masa kerja 11-12 tahun sebesar Rp 3.960.200 hingga Rp 4.673.900
- Masa kerja 13-14 tahun sebesar Rp 4.089.900 hingga Rp 4.821.100
- Masa kerja 15-16 tahun sebesar Rp 4.213.500 hingga Rp 4.973.000
- Masa kerja 17-18 tahun sebesar Rp 4.346.200 hingga Rp 5.129.600
- Masa kerja 19-20 tahun sebesar Rp 4.483.100 hingga Rp 5.291.200
- Masa kerja 21-22 tahun sebesar Rp 4.624.300 hingga Rp 5.457.800
- Masa kerja 23-24 tahun sebesar Rp 4.770.000 hingga Rp 5.629.700
- Masa kerja 25-26 tahun sebesar Rp 4.920.200 hingga Rp 5.807.000
- Masa kerja 27-28 tahun sebesar Rp 5.075.200 hingga Rp 5.989.900
- Masa kerja 29-30 tahun sebesar Rp 5.235.000 hingga Rp 6.178.600
-Masa kerja 31-32 tahun sebesar Rp 5.399.900 hingga Rp 6.373.200.
Dengan keputusan kebijakan kenaikan gaji hakim, diharapkan para hakim dapat fokus menjalankan tugasnya tanpa tergoda oleh praktik korupsi.
Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memperkuat sistem peradilan yang bersih dan kredibel, untuk kepentingan rakyat Indonesia.
Baca juga:
- Majelis Hakim Jadi Tersangka Korupsi, Bagaimana Memutus Praktik Mafia Peradilan?
- Kenaikan Tunjangan dan Gaji Hakim, Tak Linier dengan Profesionalitas Hakim
- TII: Kenaikan Gaji Hakim Harus Diiringi Pemberantasan KKN di Pengadilan
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!