BERITA

Cina-AS Perang Dagang, Apa Dampaknya Kepada Indonesia?

“Kinerja ekspor, tumpuan ekonomi kita akan sedikit menurun. Harus diantisipasi juga dampak penyerapan tenaga kerja, apakah ada kemungkinan PHK misalkan."

AUTHOR / Vitri Angreni

Menteri Perdagangan Amerika Serikat Wilbur Ross, kedua kiri, dan Wakil Perdana Menteri Liu He, keemp
Menteri Perdagangan Amerika Serikat Wilbur Ross, kedua kiri, dan Wakil Perdana Menteri Liu He, keempat kanan, menghadiri sebuah pertemuan di Diaoyutai State Guesthouse di Beijing, Cina, Minggu (3/6). (Foto: Antara/Andy Wong)

KBR, Jakarta- Hubungan Amerika Serikat - Korea Utara mungkin mulai mendingin pasca pertemuan pemimpin kedua negara di Singapura pekan lalu. Namun tidak halnya dengan hubungan negara Paman Sam itu dengan Cina. Meski perang dagang ini sudah dimulai sejak April 2018 lalu, belakangan kembali memanas.

Pekan lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan pemberlakuan bea masuk yang nilainya mencapai nilai $50miliar (sekira Rp700 triliun). Tarif yang berimbas pada 800 produk penting Cina ini, termasuk mobil, akan berlaku 6 Juli 2018 mendatang. 

Langkah Amerika ini pun dibalas Cina dengan rencana pemberlakuan tarif bea masuk tambahan sebesar 25% pada 659 barang dari negara itu, yang nilainya hampir sama, $50 miliar. 

Lalu adakah dampak perang dagang dua negara besar ini terhadap Indonesia? Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyatakan ada beberapa dampak perang dagang yang bisa berimbas ke Indonesia karena ada ketidakpastian ekonomi, sehingga menekan harga dunia, termasuk harga komoditi ekspor dari Indonesia.

Senada dengan Apindo, Ekonom dari Institute of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudistira, mengatakan dampak perang dagang Cina dan Amerika Serikat terhadap pasar dalam negeri cukup besar termasuk terhadap permintaan bahan baku. 

“Terutama Indonesia ini berada di urutan paling bawah dalam rantai pasok karena dia sebagai pemasok bahan-bahan baku mentah dan bahan baku penolong. Sehingga kalau ada penurunan produksi dari Amerika Serikat maupun Cina maka akan berdampak pada penurunan permintaan bahan baku,” paparnya dalam program KBRPagi Rabu (20/06).

Menurut Bhima, sebenarnya penurunan permintaan ini sudah terlihat sejak kwartal pertama 2018 di mana ekspor komoditas andalan seperti karet dan sawit mengalami penurunan. Untuk sawit nilainya sekitar 15 persen.

“Kalau ini terus dibiarkan maka defisit neraca perdagangan kita bisa berlanjut di semester 2. Nanti efeknya ke pelemahan nilai tukar rupiah karena ekspor yang rendah artinya permintaan terhadap rupiah pun menurun,” ujarnya.

Namun kata Bhima, Indonesia harus melihatnya dari sisi yang optimis bahwa di tengah perang dagang ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh pengusaha Indonesia. Kuncinya ada di diplomasi dagang secara bilateral.

“Salah satunya misalkan Amerika Serikat khawatir bahwa minyak kedelai yang diekspor ke Cina akan menurun sedangkan permintaan minyak nabati di Cina sebenarnya cukup bagus. Harusnya kita bisa penetrasi secara bilateral ke Cina untuk mengekspor lebih banyak lagi minyak kelapa sawit,” jelas Bhima.

Sementara untuk pasar produk elektronik, Indonesia bisa menawarkan produk elektroniknya ke Amerika Serikat sebagai pengganti produk Cina, kata Bhima. 

“Kalau barang elektronik dari Cina itu juga terhambat oleh banyaknya bea masuk, kita juga bisa memasukkan produk-produk alat elektronik kita karena harganya akan lebih bisa bersaing dibandingkan harga elektronik Cina yang terkesan murah,” katanya.

Lalu ke masyarakat biasa apa dampak perang dagang ini? Ekonom INDEF Bhima Yudistira mengatakan ada beberapa dampak yang bisa dirasakan masyaratkat, termasuk ancama PHK atau perumahan sementara.

“Kinerja ekspor, tumpuan ekonomi kita akan sedikit menurun. Harus diantisipasi juga dampak penyerapan tenaga kerja, apakah ada kemungkinan PHK misalkan atau kemudian tidak ada PHK, tapi perumahan karyawan sementara karena pasar ekspornya sedang mengalami kelesuan,” kata Bhima lagi. 

Bhima juga khawatir perang dagang ini tidak hanya terjadi antara Amerika Serikat dengan Cina tapi sudah menyebar ke banyak mitra dagang Indonesia. Ini kata Bhima bisa mengakibatkan impor bahan baku yang dilakukan Indonesia akan lebih mahal. Selain itu kata dia kalau kurs rupiah melemah, harga kebutuhan pokok akan naik dan ini akan menggerus daya beli masyarakat. (Mlk)

 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!