BERITA
Bertemu Jokowi, IDI Kembali Minta Pemerintah Naikkan Iuran BPJS Kesehatan
Menurut Ketua IDI Ilham Marsis, kebijakan pemerintah mengucurkan pajak rokok dan dana talangan (bailout), hanya berupa solusi jangka pendek untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan.
AUTHOR / Dian Kurniati
KBR, Jakarta- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) kembali menyarankan pemerintah agar menaikkan iuran atau premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan . Ketua IDI Ilham Marsis mengatakan, hal itu dilakukan agar defisit keuangan perusahaan tersebut tak semakin besar.
Ilham menuturkan, kenaikan premi BPJS Kesehatan bisa dibebankan pada kelompok masyarakat yang tidak termasuk Penerima Bantuan Iuran (PBI), karena dianggap sangat mampu. Menurutnya, Jokowi pun merespon bahwa akan memikirkan opsi tersebut untuk menyelamatkan keuangan BPJS Kesehatan.
"Tentunya dengan defisit yang besar, kami mengkhawatirkan Kartu Indonesia Sehat atau JKN akan mengalami kegagalan. Kami mengharapkan kita melakukan penyesuaian iuran, terutama pada masyarakat non-PBI (Penerima Bantuan Iuran) karena itu masyarakat yang cukup kaya dan beruang tapi mereka mendapatkan perintah untuk membayar dengan premi yang sama (dengan masyarakat biasa)," kata Ilham di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (24/09/2018).
Ilham menilai, kebijakan pemerintah mengucurkan pajak rokok dan dana talangan (bailout), hanya berupa solusi jangka pendek untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan. Bahkan, kata Dia, ide memanfaatkan cukai rokok untuk membantu keuangan BPJS pun telah disampaikan IDI, sejak tahun lalu.
Menurut Ilham, solusi paling berkelanjutan untuk memperkecil, atau menghilangkan defisit keuangan BPJS adalah dengan menaikkan preminya. Ilham membantah anggapan kenaikan premi BPJS tak populis, terutama menjelang Pemilu, karena itu adalah sebuah keharusan.
Ilham berujar, kelompok masyarakat non-BPI sangat mampu membayar premi yang saat ini senilai Rp80 ribu untuk kelas satu, Rp51 ribu untuk kelas dua, dan Rp25,5 ribu untuk kelas tiga. Lebih jauh lagi, Ilham menilai BPJS Kesehatan sebagai asuransi sosial idealnya hanya menanggung biaya kesehatan masyarakat miskin, sehingga kelompok mampu bisa membeli asuransi swasta.
Ilham mencontohkan kondisi di Jepang. Ilham berkata, Jepang hanya menanggung asuransi kesehatan sekitar 10 persen masyarakat miskin, sedangkan masyarakat lainnya memakai insurance. Kemudian, penyakit katasropik, yang saat ini diperkirakan butuh biaya 60-70 persen dari dana JKN, juga harus dibebankan pada asuransi swasta.
Editor: Gilang Ramadhan
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!