NASIONAL
Bahaya Jika PDIP Masuk Kabinet Prabowo, Ini Alasan Pakar
"Kalau oposisi dibunuh itu pertanda tidak akan ada mekanisme check and balances. Apapun yang akan diputuskan oleh kekuasaan Prabowo nanti tidak akan ada kritik kan itu bahayanya,"
AUTHOR / Shafira Aurel
-
EDITOR / Resky Novianto
KBR, Jakarta- Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menilai jika PDI Perjuangan bergabung dalam pemerintahan Prabowo-Gibran maka akan menjadi alarm bahaya bagi demokrasi di Indonesia.
Hal ini dikarenakan tidak ada lagi yang mampu membela dan memperjuangkan hak rakyat bila para partai politik bergabung dengan penguasa. Selain itu, konflik kepentingan di tubuh pemerintah juga akan semakin menguat dan memanas.
"Kalau oposisi dibunuh itu pertanda tidak akan ada mekanisme check and balances. Apapun yang akan diputuskan oleh kekuasaan Prabowo nanti tidak akan ada kritik kan itu bahayanya. Kalau tidak ada kritik otomatis keputusan-keputusan yang diambil yang merugikan rakyat banyak itu akan jalan begitu saja," ujar Herdiansyah kepada KBR, Minggu (6/10/2024)
"Kalau semua partai politik di parlemen pada akhirnya disandera dan bergabung pada kekuasaan Prabowo, maka alternatif oposisi itu ada di masyarakat sipil," imbuhnya.
Sebelumnya, dikabarkan ada 3 nama petinggi PDIP digadang-gadang akan masuk kabinet Menteri Presiden terpilih Prabowo Subianto. Mereka yakni, Olly Dondokambey, Azwar Anas, hingga Budi Gunawan.
Menanggapi hal itu, Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengatakan pihaknya masih menunggu keputusan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri soal kans masuk kabinet.
PDIP saat ini memang belum memutuskan secara resmi apakah akan di dalam pemerintahan atau di luar pemerintahan.
Meski begitu, PDIP menyatakan tidak menutup kemungkinan bila nantinya akan bergabung dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.
Baca juga:
- Prabowo-Mega Akan Bertemu, PDIP Gabung Kabinet?
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!