NASIONAL

Aparat Penegak Hukum Didesak Usut Kasus Pagar Laut hingga Tuntas

"Jadi APH itu harus terbuka terhadap masyarakat tentang apa dan bagaimana proses hukum itu berjalan, khususnya masyarakat yang harus diberi tahu bagaimana updatenya," ujar Susan

AUTHOR / Shafira Aurel

EDITOR / Resky Novianto

pagar
Pasukan Kopaska TNI AL Membongkar Pagar Bambu di Laut Kabupaten Tangerang. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Perikanan (KIARA) mendesak aparat penegak hukum segera mengambil sikap tegas dalam mengusut kasus pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang.

Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menilai aktor pemagaran laut itu harus segera diungkap dan diberikan sanksi yang tegas. Ia khawatir jika pemerintah dan aparat penegak hukum tidak serius mengusut kasus ini, maka dalang tersebut bisa melarikan diri dan tak bertanggung jawab atas kerugian yang telah disebabkan.

Meski pemerintah telah melakukan pembongkaran pagar laut, namun dia menilai hal itu bukan menjadi satu solusi yang tepat.

"Dibilang serius mungkin masih belum penuh ya. Karena memang untuk siapa pelakunya kan masih misterius ya. Walaupun memang kita mengapresiasi kan enggak boleh sembarangan menuduh pemilik HGB itu belum tentu pelaku pemagaran. Tapi kan ini juga sebenarnya bisa berangkat dari temuan itu kalau memang mereka serius. Jadi APH itu harus terbuka terhadap masyarakat tentang apa dan bagaimana proses hukum itu berjalan, khususnya masyarakat yang harus diberi tahu bagaimana updatenya," ujar Susan kepada KBR, Minggu (26/1).

Lebih lanjut, Susan Herawati juga mengkritik potensi penerapan sanksi administratif berupa denda kepada pemilik pagar laut yang hanya sebesar Rp18 juta per km.

Menurutnya, angka itu terlalu kecil jika dibandingkan jumlah kerugian yang ditimbulkan. Dia bilang seharusnya pemerintah tidak tebang pilih dalam memberlakukan sanksi. Sebab kata dia sudah banyak nelayan yang dirugikan dan menjadi korban dari kasus pemagaran ini.

Susan pun mendorong agar pemerintah tidak terpaku pada Undang-Undang Cipta Kerja dalam upaya untuk menjerat pelaku dan pemilik pagar laut ini. Menurutnya, pemerintah bisa menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

"Artinya tidak lebih mahal dari biaya yang dikeluarkan oleh si pelaku pemagaran untuk membayar bambu. Coba deh dihitung 18 juta itu dikali 30 kilometer itu berapa?. Nah ini kan artinya sekali lagi Negara seperti diskon besar besaran memberikan keleluasaan kepada koperasi. Ini yang kemudian menjadi hal yang sangat memalukan," katanya.

Sementara itu, belakangan Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penyelidikan dugaan korupsi di balik penerbitan Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Laut Tangerang itu. Sejak 22 Januari 2025, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung telah meminta dokumen atau data kepada pihak terkait.

Sebelumnya, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menyatakan akan memberikan sanksi berupa denda kepada pemilik pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Denda yang diberikan senilai Rp18 juta untuk per km.

Adapun, pagar laut tersebut membentang sepanjang 30 km. Artinya jika di total, denda yang dikenakan mencapai Rp540 juta.

Baca juga:

- Jokowi Tertawa Dikaitkan dengan Pagar Laut: Cek dan Investigasi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!