NASIONAL

Amnesty Kritik Penanganan Kasus Firli: Tarik Ulur Politik Kepentingan

KPK dan Polri kini terseret dan tersandera oleh tarik menarik kepentingan politik yang menyebabkan proses hukum menjadi bias kepentingan politik.

AUTHOR / Shafira Aurel

EDITOR / Wahyu Setiawan

firli
Ilustrasi Bekas Ketua KPK, Firli Bahuri (FOTO: ANTARA/M. Risyal Hidayat)

KBR, Jakarta - Amnesty International Indonesia mengkritik lambatnya penanganan kasus dugaan pemerasan yang menyeret bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, mangkirnya Firli dalam beberapa kali pemeriksaan membuktikan hilangnya independensi lembaga penegak hukum.

Dia menilai, tak ditangkapnya Firli usai mangkir pemeriksaan makin menguatkan hukum di Indonesia mudah dicampuri oleh kepentingan tertentu.

"Kasus Firli ini semakin membuktikan bahwa perlakuan diskriminatif dalam proses penegakan hukum. Di kasus ini, hukum jelas sangat tumpul. Di kasus ini pula jelas ada dinamika tarik ulur politik kepentingan di baliknya yang sekaligus membuktikan tidak adanya independensi badan penegak hukum seperti KPK dan juga Polri," ujar Usman kepada KBR melalui pesan tertulis, Minggu (1/12/2024).

"Keduanya kini terseret dan tersandera oleh tarik menarik kepentingan politik yang menyebabkan proses hukum menjadi bias kepentingan politik dan juga diskriminatif," katanya.

Usman Hamid mendesak Polda Metro Jaya secepatnya menjemput paksa dan menangkap Firli. Sebab Firli telah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaannya sebagai tersangka yakni pada 21 Desember 2023 dan 28 November 2024.

Menurutnya, sudah tidak ada alasan lagi untuk tidak segera menaikan kasus Firli ke tahap yang lebih serius.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada 22 November 2023. Namun hingga setahun sejak penetapan tersangka, yang bersangkutan tak kunjung ditahan.

Kepolisian beralasan masih fokus menyempurnakan berkas perkara.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!