NASIONAL

Akademisi: Ini Ancaman Sanksi Pidana bagi Pejabat Tidak Netral di Pemilu

Ada ancaman pidana bagi pejabat negara yang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu.

AUTHOR / Shafira Aurel

Google News
Akademisi: Ini Ancaman Sanksi Pidana bagi Pejabat Tidak Netral di Pemilu
Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024). (Foto: ANTARA/Galih Pradipta)

KBR, Jakarta - Pengajar Hukum Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini mengingatkan ada sanksi pidana bila pejabat negara tidak mengambil cuti saat terlibat dalam kampanye Pemilu 2024.

Titi juga menyebut ada ancaman pidana bagi pejabat negara yang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu.

Titi mengatakan seluruh peraturan mengenai larangan pemilu sudah sangat jelas tertulis dalam Undang-undang Pemilu.

Untuk itu, ia meminta seluruh pihak menaati aturan dan tidak menyalahgunakan jabatan ataupun fasilitas negara untuk memenangkan pasangan capres-cawapres tertentu.

"“Ada pasal 547 yang mengatur bahwa setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan, atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta dalam masa kampanye. Maka bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta. Jadi dalam konteks ini mau siapa pun dia pejabat negara, di dalamnya ada presiden ada wakil presiden, kalau dia tidak cuti dan dia melakukan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan itu bahkan masuk tindak pidana," ujar Titi, dalam acara diskusi Jaga Pemilu 2024, Kamis (25/1/2024).

Baca juga:


Pegiat pemilu Titi Anggraini menambahkan jika kepala negara dan pejabat negara lainnya tidak mengambil cuti saat berkampanye, maka berpotensi besar penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas negara terjadi.

Ia juga berpendapat bahwa pernyataan presiden Joko Widodo merusak demokrasi karena melanggar etika seorang kepala negara yang netral.

Titi berharap di sisa masa akhir jabatan Jokowi tidak melakukan kesalahan yang dapat berakibat fatal pada jalannya demokrasi di Indonesia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan, seorang presiden boleh berkampanye dalam pemilihan umum (pemilu), dan boleh memihak kepada calon tertentu dalam kontestasi pesta demokrasi.

Itu disampaikan Jokowi usai acara serah terima pesawat Hercules dan Panther di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Rabu (24/1).

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!