NASIONAL
8,6 Juta Keluarga di Indonesia Berisiko Stunting
Ada 1,4 juta lebih keluarga miskin ekstrem berisiko stunting.

KBR, Jakarta - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat ada 8,6 juta keluarga di Indonesia berisiko stunting.
Hal itu disampaikan Deputi Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi (ADPIN) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso, berdasarkan Data Keluarga Risiko Stunting (KRS) tahun 2024.
"Berdasarkan KRS sebagai data operasional dalam pensasaran intervensi spesifik dan sensitif yang dikumpulkan melalui pendataan keluarga dan pemutakhirannya pada tahun 2024, tercatat dari 42.990.996 keluarga sasaran yang terdiri dari pasangan usia subur, ibu hamil, menyusui, serta anak usia di bawah 59 bulan, teridentifikasi terbanyak 8,6 juta keluarga berisiko stunting," ujar Sukaryanto dalam Forum Data Stunting: Konsultasi Publik Indikator Data Keluarga Berisiko Stunting Tahun, Senin (23/12/2024).
Sukaryo merinci keluarga berisiko stunting dengan kondisi miskin ekstrem ada 1,4 juta lebih, tidak memiliki air minum layak sebanyak 1,9 juta, dan tidak menggunakan KB modern sebanyak 4,3 juta.
Sedangkan berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, tercatat masih ada sebanyak 21,5 persen kasus stunting.
"Saat ini penggunaan dan pemanfaatan data KRS untuk intervensi percepatan penurunan stunting telah dilakukan secara luas oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, satgas dan tim penurunan stunting," kata Sukaryo.
Sukaryo mengeklaim BKKBN telah melakukan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) yang berfokus pada penyediaan data dan pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan calon pengantin berisiko stunting, serta audit kasus stunting.
Baca juga:
- Target Stunting Terancam Gagal, Efektivitas Anggaran Dipersoalkan
- Mendagri Geram Ada Anggaran Stunting Rp10 Miliar tapi Diterima Rakyat Rp2 Miliar!
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!