BERITA

1.200-an Lembaga Bisa Akses Data Kependudukan dan Catatan Sipil

“Tidak hanya Astra, seluruh perbankan, hampir mayoritas perbankan nasional, BUMN maupun perbankan swasta, lembaga-lembaga asuransi termasuk BPR, termasuk lembaga-lembaga lain semua sudah ada MOU."

AUTHOR / Dwi Reinjani, Adi Ahdiat

1.200-an Lembaga Bisa Akses Data Kependudukan dan Catatan Sipil
Ilustrasi: Sekitar 1.200 lembaga bisa mengakses data pribadi penduduk lewat kerja sama dengan Kemendagri. (Foto: Pixabay/Gerd Altmann)

KBR, Jakarta- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengakui punya hubungan kerja sama dengan lembaga-lembaga lain dalam pemanfaatan data Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).

Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, hingga saat ini ada 1.227 lembaga, baik milik pemerintah maupun swasta termasuk FIF dan Astra Multi Finance, yang bisa mengakses data kependudukan.

“Tidak hanya Astra, seluruh perbankan, hampir mayoritas perbankan nasional, BUMN maupun perbankan swasta, lembaga-lembaga asuransi termasuk BPR, termasuk lembaga-lembaga lain semua sudah ada MOU (perjanjian). Hanya untuk memastikan saja, jangan sampai ada penipuan, jangan sampai ada penyalahgunaan. Walaupun kerja sama, dia mengakses data harus izin,” ujar Mendagri Tjahjo di Jakarta Convention Center, Senin (22/7/2019).

Menurut Mendagri, kerja sama tersebut juga meliputi pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

"Kerjasama untuk pemanfaatan NIK juga dalam batas tertentu. Perbankan hanya bisa mengakses beberapa ratus NIK dalam sehari, kemudian menyamakan data yang diperoleh perbankan dan Dukcapil, lewat laporan yang diawasi oleh Dukcapil. Sehingga keamanan data penduduk masih terjamin," jelasnya.

Ia menjamin tidak akan ada perbankan yang seenaknya menyalahgunakan data pribadi penduduk. Jika terbukti ada penyalahgunaan, hak mereka untuk mengakses data Dukcapil akan dicabut.


Baca Juga: Uni Eropa Lindungi Privasi Netizen Lewat Aturan Ini 


Aturan Data Pribadi Belum Terperinci

Menurut pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Setyawati Fitri Anggraeni, hukum Indonesia memang sudah menyatakan perlindungan terhadap data pribadi. Namun, tata cara perlindungan itu belum diatur secara rinci.

Pandangan itu ia sampaikan dalam makalah berjudul Polemik Pengaturan Kepemilikan Data Pribadi, Urgensi untuk Harmonisasi dan Reformasi Hukum di Indonesia (Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 4, 2018).

Setyawati (2018) menyebut, saat ini masih ada aturan hukum yang secara implisit mengizinkan pengalihan hak milik data pribadi.  Padahal, menurut dia hak milik data itu harusnya tetap berada di tangan individu, bukan malah dipindahkan ke lembaga atau perusahaan.

Menurut Setyawati (2018), individu seharusnya berhak mendapat informasi terkait penyimpanan, pemanfaatan, pemindahtanganan, sampai penghapusan data pribadi mereka.

Karena itu, Setyawati (2018) menyarankan pemerintah membuat aturan data pribadi dengan mengacu pada General Data Protection Regulation (GDPR) milik Uni Eropa.

Editor: agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!