NASIONAL

16 HAKTP dan Kekerasan pada Perempuan yang Terus Terjadi

Beragam cara telah dilakukan untuk mengurangi jumlah kekerasan terhadap perempuan.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah, Ken Fitriani, Hoirunnisa

EDITOR / Sindu

16 HAKTP dan Kekerasan pada Perempuan yang Terus Terjadi
Ilustrasi: Aliansi Perempuan Indonesia menggelar aksi damai Perempuan Menggugat Negara di Jakarta, Senin, (25/11/2024). (Foto: ANTARA/Idlan Dziqri M)

KBR, Jakarta- Angka kekerasan terhadap perempuan masih tinggi di tanah air. Beragam cara telah dilakukan untuk mengurangi jumlah kekerasan terhadap perempuan, salah satunya lewat kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan (HAKTP). 

Kampanye ini digelar sejak 25 November hingga 10 Desember setiap tahun. Gerakan yang dimotori Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan ini telah dimulai sejak 2001.

Namun, meski sudah 24 tahun kampanye digelar, angka kekerasan terhadap perempuan tak kunjung turun signifikan. Data Komnas Perempuan mencatat, pada tahun lalu, ada 290 ribu aduan kasus kekerasan yang diterima. Lebih dari 98 persen terjadi di ranah privat, seperti rumah tangga.

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi mengatakan, gerakan HAKTP telah berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Namun, dia mengakui masih banyak tantangan untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan.

"Terhadap kondisi ini tentu mengkhawatirkan. Karena berdampak terhadap hak-hak perempuan dan anak perempuan tidak dinikmati dengan setara dengan laki-laki. Ini berkontribusi pada semakin tidak setara antara laki-laki dan perempuan. Yang pada akhirnya ini berkontribusi pada kualitas sumber daya manusia perempuan di Indonesia. Akibat respons atau penanganan kasus berbasis gender ini tidak optimal tentu akan memengaruhi pencapaian dari tujuan negara kita," ujar Siti kepada KBR, Rabu, (11/12/2024).

Fenomena Gunung Es

Kementerian Perempuan dan Anak menilai, angka kekerasan terhadap perempuan yang sudah tercatat ibarat fenomena gunung es. Deputi bidang Perlindungan Hak Perempuan di Kementerian Perempuan dan Anak, Ratna Susianawati memperkirakan, masih banyak kasus kekerasan terhadap perempuan, namun belum terlaporkan.

"Sepanjang tiga tahun terakhir penurunan prevalensi kekerasan terjadi hampir tiga persen dari tahun 2021 yang lalu, namun tentunya ini masih menjadi catatan bersama kita semua bahwasanya perempuan sampai dengan saat ini termasuk anak belum seperti yang kita harapkan karena memang kasus-kasus kekerasan marak terjadi dengan berbagai bentuk jenis kekerasannya," jelasnya saat diskusi publik “Pencegahan Kekerasan Seksual dengan Komunitas Perempuan” dipantau via YouTube Kemen PPPA RI dikutip Rabu, (11/12/2024).

Perempuan Disabilitas

Perempuan disabilitas termasuk kelompok yang jadi korban kekerasan. Tercatat, rata-rata tiga hingga empat perempuan disabilitas jadi korban kekerasan setiap hari. Data itu diungkap organisasi Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel atau SIGAB.

Direktur SIGAB Indonesia, Muhammad Joni Yulianto mengatakan, bentuknya meliputi kekerasan seksual hingga penelantaran.

"Kita ingin menyuarakan supaya kemudian ada upaya bersama yang serius dalam hal-hal pencegahan maupun juga penanganan kekerasan baik itu terhadap perempuan terutama perempuan difabel," katanya di sela aksi mimbar terbuka memperingati Hari Antikekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) di pelataran Gedung DPRD DIY, Selasa, (10/12/2024).

Direktur Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia Muhammad Joni Yulianto berharap aparat penegak hukum dapat bertindak lebih profesional, adil, dan berpihak pada korban dalam menangani kasus-kasus tersebut.

Kapasitas Personel Polri

Namun, pada praktiknya, tak semua personel Polri memahami UU TPKS secara mendalam. Sehingga fungsinya belum optimal. Padahal, UU TPKS diterbitkan salah satunya untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan. Beleid ini lahir berkat kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan.

Direktur Tindak Pidana terhadap Perempuan dan Bareskrim Polri, Desy Andriani mengeklaim tengah berupaya menerapkan UU TPKS, dan memberikan pelatihan kepada para personelnya.

“Khusus untuk TPKS ini yang terkait dengan perempuan dan anak dan juga kelompok rentan lainnya memang kami juga sedang menyusun juga bagaimana juklak dan juknis terkait dengan perempuan, anak dan kelompok disabilitas itu juga masih berproses yang namanya dalam rangka penguatan kelembagaan direktorat ini," ujarnya dikutip Rabu, (11/12/2024).

Tantangan

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menyebut masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan. KPI juga mengungkap tantangan dan peluang dalam mengoptimalkan gerakan 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan.

Sekretaris Jenderal KPI, Mike Verawati Tangka mengakui sudah ada kemajuan seperti disahkannya Undang-Undang TPKS dalam kampanye HAKTP, namun itu belum cukup.

"Di tingkat aparat penegak hukum kita juga masih punya tantangan baik itu polisi, jaksa, hakim dan aparatur negara lainnya yang kita harapkan juga punya visi yang sama dan punya komitmen yang sama untuk menyelesaikan persoalan kekerasan berbasis gender atau kekerasan terhadap perempuan. Belum bisa dibilang optimal karena ini masih menghadap ke perspektif dia juga harus dapat terbuktikan dalam kebijakan kebijakan teknis bahwa upaya upaya itu juga bermakna," katanya kepada KBR, Rabu, (11/12/2024).

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!