BERITA

SBMI: 5 Tahun Terakhir Seribu Buruh Migran Jadi Korban TPPO

""Ada mekanisme outsourcing di luar negeri. Karena di situ lah kawan-kawan berangkat dengan mudah ke Timur Tengah, khususnya ke Arab Saudi. Di sana ditampung agensi, dan di sana direntalkan.""

Astri Yuanasari

SBMI: 5 Tahun Terakhir Seribu Buruh Migran Jadi Korban TPPO
Sejumlah aktivis menggelar aksi diam memperingati Hari Buruh Migran Internasional di Kantor Kemenaker Jakarta, Rabu (18/12/2019). (Foto: KBR/Astri Yuana Sari)

KBR, Jakarta- Sejumlah organisasi-organisasi buruh migran melakukan aksi diam di depan Kementerian Ketenagakerjaan Jakarta, Rabu (18/12/2019). Aksi itu digelar untuk memperingati Hari Buruh Migran Internasional.

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Hariyanto mengatakan meskipun pemerintah telah merevisi UU No. 39 Tahun 2004 menjadi UU No. 18 Tahun 2017 untuk perlindungan buruh migran, namun pemerintah masih abai dalam menyusun aturan turunan pelaksanaan UU tersebut.


Hal itu berimplikasi pada tata kelola migrasi, yang masih menempatkan buruh migran sebagai objek dan komoditas yang rentan dieksploitasi dan diperas.


"Ketika bicara soal ketenagakerjaan, sejak dulu pasti bicara gaji nggak dibayar, over charging, kerja melebihi kontrak, dan lain sebagainya. Kemudian juga kasus-kasus pidana yaitu human trafficking. Bahkan analisis kami data tahun 2015-2019 ada sekitar 1000 perempuan buruh migran menjadi korban TPPO dan itu mirisnya terjadi di Timur Tengah," kata Hari saat aksi di depan kantor Kemenaker, Jakarta, Rabu (18/12/2019).


Baca laporan terkait:

    <li><b><a href="https://kbr.id/nasional/10-2017/dpr_sahkan_uu_buruh_migran/93094.html"> DPR Sahkan UU Buruh Migran</a> </b></li>
    
    <li><b><a href="https://kbr.id/ruang_publik/10-2017/uu_ppmi_disahkan__bagaimana_nasib_buruh_migran_indonesia_/93188.html"> UU PPMI disahkan, Bagaimana Nasib Buruh Migran Indonesia?</a> </b></li></ul>
    

    Hari menambahkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) Nomor 260 Tahun 2015 Tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI Pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah adalah wujud bahwa negara melakukan diskriminasi terhadap perempuan buruh migran, yang justru menyebabkan maraknya kasus TPPO.


    "Kepmen itu melarang pekerja PLRT, khusus PLRT, bukan yang sektor formal. Di situ kemudian dijadikan dasar perusahaan pengerah tenaga kerja untuk menempatkan (pekerja) formal tiba-tiba menjadi (pekerja) informal. Yang kami katakan adalah, ada mekanisme outsourcing di luar negeri. Karena di situ lah kawan-kawan berangkat dengan mudah ke Timur Tengah, khususnya ke Arab Saudi. Di sana ditampung agensi, dan di sana direntalkan. Kontraknya bukan langsung dengan pengguna, tetapi dengan agensi. Di situlah mulai adanya kasus-kasus human trafficking," imbuhnya.


    Selain SBMI, aksi juga diikuti sejumlah organisasi seperti Solidaritas Perempuan (SP), Human Rights Working Group (HRWG), Jaringan Buruh Migran (JBM), dan sejumlah aktivis lain.


    Tengok juga laporan lain:

      <li><b><a href="https://kbr.id/nasional/12-2017/ombudsman_ri_temukan_maladministrasi_penempatan_buruh_migran/94056.html"> Ombudsman RI Temukan Maladministrasi Penempatan Buruh Migran</a> </b></li>
      
      <li><b><a href="https://kbr.id/nusantara/04-2018/buruh_migran_hilang_kontak_18_tahun__begini_perjalanan_parinah_kembali_ke_indonesia/95702.html"> Buruh Migran Hilang Kontak 18 Tahun, Begini Perjalanan Parinah Kembali ke Indonesia</a> </b></li></ul>
      

      Editor: Agus Luqman 

  • TPPO
  • pekerja migran
  • buruh migran
  • prt

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!