BERITA

MK Kabulkan Gugatan Uji Materi, KPU Didesak Segera Ubah Aturan Pilkada bagi Eks-Napi

MK Kabulkan Gugatan Uji Materi,  KPU Didesak Segera Ubah Aturan Pilkada bagi Eks-Napi

KBR, Jakarta-  Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Undangan-undang tentang Pilkada yang diajukan Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi  ( Perludem) atas Pasal yang terkait dengan pencalonan bekas narapidana pada Pilkada 2020.

Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan pascaputusan MK itu Perludem mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar segera merevisi Peraturan KPU (PKPU) sesegera mungkin.


"Itu penting untuk ditindak lanjuti dalam Peraturan KPU agar dibuatkan rumusan yang jauh lebih detail sebagaimana telah diputus dalam amar putusan MK," kata Fadli kepada KBR, Jakarta, Rabu (11/12/2019).


Fadli mengatakan,  tidak ada alasan bagi  KPU untuk menunda revisi aturan  tersebut. Sebab kata Dia, Pilkada sudah memasuki proses pencalonan perseorangan untuk kepala daerah. REvisi untuk memastikan calon kepala daerah yang terdaftar telah melewati masa jeda 5 tahun setelah hukuman yang diputus oleh pengadilan.


"PKPU harus segera di revisi karena proses pencalonan perseorangan sudah dimulai. Sehingga harus ada kepastian hukum yang jelas juga, sebagai tindak lanjut dari putusan MK. Ini kewajiban KPU untuk segera menindaklanjuti ini. Tidak perlu berlama-lama karena sudah ada putusan MK yang bersifat final dan mengikat," kata Fadli.


Sebelumnya, ICW dan Perludem mengajukan gugatan uji materi UU no 10/16 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Gugatan uji materi UU Pilkada itu mengubah pasal 7 ayat 2 huruf g UU no 10/2016 bagi bekas narapidana dengan secara terbuka mengumumkan kepada publik.


Dalam gugatan ini mereka meminta ada syarat kumulatif yang diberlakukan seperti adanya jeda 5 tahun untuk bekas narapidana yang ingin mencalonkan diri kembali menjadi kepala daerah. Selain itu kewajiban mengumumkan kepada publik secara terbuka  bahwa calon merupakan bekas narapidana tidak dihapus dan tetap diberlakukan. Kemudian,  calon kepala daerah bukan merupakan pelaku kejahatan berulang.


"Dalam perjalanan persidangan kemudian kita memang meminta agar perkara ini diprioritaskan untuk diputus cepat karena berkaitan langsung dengan syarat calon kepala daerah dan itu dikabulkan oleh MK akhirnya persidangannya dua kali dan tadi sidang putusan," kata Fadli.

Majelis hakim MK memutuskan perubahan dilakukan terhadap Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota. Aturan itu menjadi;

g. (i) Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap pidana yang melakukan tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik, dalam suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif, hanya karena pelakunya memiliki pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa,

(ii) bagi mantan terpidana yang telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana, dan;

(iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.  

November lalu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menyinggung isu pencalonan eksnarapidana korupsi pada pemilihan kepala daerah (pilkada), saat bertemu Presiden Joko Widodo. Kepada Jokowi, Ketua KPU Arief Budiman melaporkan tengah menyusun peraturan KPU yang melarang eksnarapidana korupsi ikut dalam pilkada 2020, setelah Mahkamah Agung membatalkan aturan serupa pada 2018, yang saat itu ditujukan pada calon legislatif.

Ia juga meminta Jokowi memasukkan pasal larangan keikutsertaan eksnarapidana korupsi pada revisi UU Pilkada. Namun, menurut Arief, PKPU tetap harus disusun, karena pemerintah dan DPR belum menjadwalkan revisi UU Pilkada.

"Kami juga menyampaikan rancangan peraturan KPU, yang salah satunya masih mengusulkan larangan pencalonan terhadap mantan terpidana korupsi. Karena sekarang undang-undang belum waktunya direvisi, kan belum ada jadwal, yang sudah ada jadwal PKPU, makanya kita masukkan dulu ke PKPU. Kalau pertanyaannya Bapak Presiden merespons bagaimana? Saya pikir nanti ditanyakan pada Bapak Presiden saja," kata Arief di kantor Presiden, Senin (11/11/2019).

Namun pada 2 Desember dalam aturannya  KPU malah tak memasukkan larangan bagi bekas  narapidana korupsi untuk maju dalam pemilihan kepala daerah atau Pilkada. Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 18 tahun 2019 tentang Pencalonan Pilkada hanya menyebutkan bakal calon harus diutamakan bukan terpidana korupsi. 


Editor: Rony Sitanggang

  • pilkada serentak 2020
  • Pilkada
  • Kapolri Idham Azis
  • KPU
  • tito karnavian
  • Pemilu
  • hoaks

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!