BERITA

Kementerian PUPR Evaluasi RTRW Wilayah Terdampak Tsunami Selat Sunda

Kementerian PUPR Evaluasi RTRW Wilayah Terdampak Tsunami Selat Sunda

KBR, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengusulkan relokasi kawasan permukiman yang terdampak tsunami Selat Sunda di Lampung dan Banten.

Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Danis Sumadilaga mengatakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dua provinsi itu perlu dievaluasi.


Danis beralasan banyak permukiman yang letaknya sudah sesuai ketentuan jarak aman namun masih tetap terkena terjangan tsunami 22 Desember 2018..


"Banten saya ingat itu. Tahun 2011 sudah menetapkan 100 meter jarak sempadan pantai. Tapi kan sekarang dinamis. Ternyata potensinya lebih besar dari yang kita perkirakan. Apa cukup jarak 100 meter? Buktinya kemarin kita lihat ada yang lebih dari 100 meter tetap terkena tsunami," kata Danis saat dihubungi KBR melalui telepon, Rabu (26/12/2018).


Danis mengusulkan jarak aman pemukiman dari bibir pantai sejauh 500 meter-1 kilometer. Jarak relokasi bervariasi tergantung dampak tsunami kemarin. Selain pemukiman, keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung juga masuk dalam poin yang akan dievaluasi.


Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang batas pengaman pantai (sempadan)  dengan jarak aman sejauh 100 meter. Namun kejadian tsunami di kawasan Selat Sunda, menurut Danis, menunjukkan ketentuan itu perlu dikaji kembali. Pembahasan relokasi akan dimulai setelah masa tanggap darurat selesai.


"Pertanyaannya sederhana. Apakah dengan kondisi demikian dan masih ada potensi itu berulang, akan dibangun di tempat yang sama? Jika tidak, ya mau (dipindah) ke mana," tanya Danis.


Baca juga:

Mata Pencaharian Warga


Usul Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk merelokasi pemukiman yang terdampak tsunami Selat Sunda mendapat tanggapan dari warga.


Gina Amalia, warga Desa Caringin, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, mendukung rencana tersebut demi alasan keselamatan. Namun, ia khawatir masyarakat desanya akan kehilangan mata pencaharian.


"Setuju sih setuju aja, buat keamanan semua masyarakat. Menghindari hal-hal seperti kemarin. Cuma di sisi lain, khususnya masyarakat di sana, mereka bergantung penghasilannya di pinggir pantai. Mereka kan kayak jualan di pinggir pantai," kata Gina kepada KBR, Rabu (26/12/2018).


Gina mengatakan rumahnya berjarak sekitar 200 meter dari bibir pantai. Desanya diterjang tsunami pekan lalu sehingga terpaksa mengungsi ke Kampung Karabohong, Kecamatan Labuan.


Tim SAR sudah menyisir warga-warga yang mengungsi sejak hari Minggu. Warga mengandalkan bantuan yang datang untuk bertahan karena tidak ada warung yang buka.


Sampai Rabu (26/12/2018), kata Gina, bantuan yang sudah ada berupa mie instan, beras, selimut, dan pakaian. Akan tetapi untuk susu dan perlengkapan bayi masih kurang.


Selain itu, sejumlah desa di sekitar Karabohong juga mengalami banjir. Ini menyulitkan akses keluar kampung. Hingga pukul 18.00 WIB, kata dia, banjir setinggi dada. Kata dia, akses listrik pun terbatas.


"Sering mati. Tadi mati lampu dari pagi. Semalam juga pukul setengah 2 mati lagi, hujan angin besar, mati lagi. Baru nyala pas subuh. Terus jam 8 mati lagi," kata Gina.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • Gunung Anak krakatau
  • Erupsi Anak Krakatau
  • Pos Pemantauan Gunung Krakatau
  • tsunami Selat Sunda
  • Selat Sunda
  • tsunami Pandeglang
  • dampak tsunami Selat Sunda

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!