BERITA

Ini Catatan Akhir Tahun Gerakan #BersihkanIndonesia untuk Pemerintah

Ini Catatan Akhir Tahun Gerakan #BersihkanIndonesia untuk Pemerintah

KBR, Jakarta- Gerakan masyarakat non partisan, #BersihkanIndonesia memberikan sejumlah catatan kepada pemerintah di akhir tahun 2018.

Gerakan yang juga didukung oleh 35 organisasi ini menyoroti sektor lingkungan dari pelbagai aspek, di antaranya ketergantungan Indonesia masih tinggi terhadap batubara untuk pemenuhan kebutuhan listrik dalam negeri.


"Pemerintah dinilai tak kunjung meninggalkan batubara. Hal tersebut terlihat dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN tahun 2018-2027 yang menargetkan penggunaan batubara dalam bauran energi mencapai 54 persen di tahun 2027. Artinya kisaran tersebut dua kali lipat lebih besar dibandingkan target bauran energi terbarukan yang hanya 23 persen di tahun yang sama," kata juru bicara gerakan #BersihkanIndonesia, Ki Bagus Hadikusuma dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) di Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis, (20/12/2108).


Menurut Ki Bagus, di 2018 ini, pemerintah tidak konsisten dalam menentukan kuota produksi batu bara.


Bahkan, pemerintah sebelumnya mencanangkan kuota produksi batu bara nasional pada tahun 2018 sekitar 485 juta ton.


Namun, menjelang akhir tahun, Pemerintah justru memutuskan untuk menaikan kuota produksi sampai mencapai hampir 500 juta ton, demi menggenjot devisa ekspor batu bara.

Baca: Peringatan, ESDM: Batubara Indonesia Diprediksi Habis 2086

Keputusan tersebut dinilai abai terhadap dampak yang ditimbulkannya oleh batu bara.

"Kita melihat energi kotor batubara tidak hanya terjadi di hulu, ketika terjadi pengerukan, tapi juga sampai ke hilir ketika dibakar di PLTU. Kita kalau klaim pemerintah bahwa batu bara saat ini adalah energi paling murah itu secara finansial, tidak dihitung ongkos lingkungan yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, tidak dihitung ongkos sosial yang dikeluarkan oleh pemerintah siapa yang bisa menghitung jutaan hektar hutan yang dibabat hanya untuk mengambil batu baranya. Siapa yang bisa menghitung kerugian finansial yang mengakibatkan 32 anak meninggal di lubang-lubang bekas tambang," ucap Ki Bagus.

 

Selanjutnya #BersihkanIndonesia menilai masih belum ada titik terang bagi energi terbarukan.


Pengembangan energi terbarukan mengalami kemandekan hingga akhir tahun 2018.


Indonesia juga tidak berada di jalur untuk mencapai 23 persen, sebagaimana target energi terbarukan yang telah ditetapkan Kebijakan Energi Terbarukan (KET) dan RUEN sebelumnya.


Situasi tersebut, memburuk lantaran kebijakan dan regulasi yang menguntungkan kepentingan PT PLN, tetapi gagal menciptakan kondisi yang memobilisasi investor swasta.


Akibatnya, investasi energi terbarukan di Indonesia terus menurun.


Selain itu, hingga akhir tahun 2018, kriminalisasi yang tidak adil bagi masyarakat dengan mengatasnamakan pembangunan masih terjadi.

Baca juga: Demo Jokowi, Walhi: Ada 700-an Kasus Kriminalisasi Pejuang Lingkungan

Gerakan #BersihkanIndonesia menyebut, kriminalisasi itu ditandai dengan kebangkitan warga terhadap pembangunan PLTU batubara raksasa di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Cirebon, Indramayu, Celukan Bawang, hingga Bengkulu, yang resah atas perampasan lahan dan hak penghidupan, serta kekhawatiran mengenai dampak pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan PLTU.

Namun, kata Ki Bagus, banyak sandungan kasus hukum yang dialami warga tanpa proses hukum yang jelas.


"#BersihkanIndonesia menduga hal tersebut sebagai upaya pembungkaman warga untuk memuluskan proses ekspansi PLTU," tambahnya.


Editor: Kurniati 

  • BersihkanIndonesia
  • Gerakan Bersihkan Indonesia
  • Batubara
  • kasus tambang

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!