BERITA

Temui Wapres, MRP Minta Pemerintah Kurangi Jumlah Aparat di Papua

"Perwakilan MRP menyebut sampai saat ini banyak aparat di Papua dan membuat masyarakat takut. Padahal ada pendekatan sosial yang lebih baik dibanding mengerahkan aparat keamanan."

Dwi Reinjani

Temui Wapres, MRP Minta Pemerintah Kurangi Jumlah Aparat di Papua
Aparat polisi berpatroli di Kota Wamena, Kab. Jayawijaya, Papua, Sabtu (12/10/2019). (Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat)

KBR, Jakarta - Majelis Rakyat Papua (MRP) meminta pemerintah menarik pulang atau mengurangi aparat di Papua. Permintaan itu disampaikan perwakilan MRP saat bertemu Wakil Presiden Maruf Amin.

Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Adat Majelis Rakyat Papua (MRP), Demas Tokoro mengatakan, sampai saat ini banyak aparat di Papua dan membuat masyarakat takut. Padahal ada pendekatan sosial yang lebih baik dibanding mengerahkan aparat keamanan.


“Kami sampaikan 10 butir aspirasi yang sudah tertuang dalam empat lembar kertas aspirasi. Diantaranya pendekatan aparat yang cukup banyak di Papua. Kalau boleh, ada kebijakan negara supaya itu bisa diminimalisir," kata Demas, di kantor Wapres, Jakarta, Kamis (28/11/2019).


Selain tentang pengurangan aparat keamanan, kata Demas, MRP juga meminta agar penerapan pendekatan dalam hal budaya dan kemanusiaan di Papua lebih masif dilakukan. Selama ini banyak unsur kekerasan terjadi di tanah mereka.


Selain dua hal tersebut, ada delapan poin lain yang mereka ajukan pada wakil presiden, di antaranya.

  • Mengenai kewenangan khusus dalam rangka Otonomi Khusus: Perlu kebijakan yang memperluas dan mempertegas secara pasti kewenangan khusus dalam rangka pelaksanaan khusus di Tanah Papua, termasuk kewenangan khusus dalam rangka perlindungan dan pemberdayaan orang asli Papua.
  • Pembangunan sektor ekonomi, dan sosial budaya dengan fokus utama terhadap peningkatan derajat dan kualitas hidup Orang Asli Papua.
  • Pembentukan Dewan Otonom Baru (Pemekaran Provinsi harus konsisten dengan UU Otsus, dengan persetujuan MRP dan DPRP/MRPB dan DPRPB.
  • Mengenai Ketenagakerjaan: Perlu kebijakan afirmasi yang memberikan ruang memadai bagi orang asli Papua untuk memperoleh pekerjaan dalam seluruh lapangan pekerjaan, baik dalam sektor publik maupun sektor swasta, termasuk rekruitmen untuk menjadi anggota TNI dan anggota Polri.
  • Mengenai Sektor-Sektor strategis: Perlu kebijakan afirmasi yang konsisten bagi orang asli Papua dalam sektor pendidikan, kesehatan dan gizi, ekonomi serta infrastruktur dasar.
  • Mengenai HAM. Perlu kebijakan yang konsisten dalam hal penegakkan HAM di Tanah Papua. Untuk itu, beberapa lembaga HAM yang telah diamanatkan oleh Otonomi Khusus, agar diupayakan pembentukannya di Tanah Papua. Lembaga-lembaga yang dimaksud adalah, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Pengadilan HAM dan perwakilan Komisi HAM Papua.
  • Mengenai Sumber Daya Alam. Perlu kebijakan yang konsisten dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus terkait dengan pengelolaan Sumber Daya Alam di Tanah Papua. Dalam hal ini, sesuai asas afirmasi, maka orang asli Papua dan Masyarakat Adat sebagai pemangku hak, agar benar-benar diperhatikan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya atas kekayaan Sumber Daya Alam di Tanah Papua.
  • Mengenai Kependudukan. Khusus mengenai kependudukan, perlu kami sampaikan bahwa menurut data terakhir asli Papua semakin minoritas, tidak mengalami pertambahan, sebaliknya migrasi ke Papua sangat tinggi. Oleh karena itu, perlu kebijakan yang melindungi orang Papua, pada satu sisi, dan pada sisi yang lain, perlu pula dilakukan, peninjauan kembali pelaksanaan program keluarga berencana di Tanah Papua.


Editor: Agus Luqman 

  • Papua
  • masyarakat asli papua
  • kerusuhan Papua
  • konflik papua
  • MRP
  • maruf amin

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!