BERITA

Puluhan Ribu Sekolah Tak Punya Perpustakaan, BPS Minta Perhatian Negara

""Pemerintah hendaknya memberikan perhatian terhadap hal ini, khususnya pada jenjang pendidikan SD sebagai jenjang awal, di mana seharusnya budaya gemar membaca mulai ditanamkan.""

Adi Ahdiat

Puluhan Ribu Sekolah Tak Punya Perpustakaan, BPS Minta Perhatian Negara
Anak-anak mengamati bangunan sekolah yang ambruk di SDN Malangnengah II, Tangerang, Banten, Selasa (12/11/2019). (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Sejak awal merdeka, negara berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, sampai sekarang puluhan ribu sekolah di Indonesia belum juga memiliki perpustakaan.

Hal itu terbaca dalam laporan Statistik Pendidikan Indonesia 2019 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat (29/11/2019).

BPS menyebut, sebenarnya pemerintah memiliki aturan yang mewajibkan setiap sekolah atau madrasah menyediakan perpustakaan.

"Hal tersebut sesuai dengan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2014 tentang Perpustakaan. Bahkan, dijabarkan pula bagi sekolah yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan dikenai sanksi berupa teguran lisan, tertulis, atau pemberhentian bantuan pembinaan," jelas BPS dalam laporannya.

Kendati demikian, nyatanya hingga kini keberadaan perpustakaan belum kunjung merata.

Menurut BPS, dari sekitar 98 ribu SD negeri dan swasta di Indonesia, yang memiliki perpustakaan hanya sekitar 66 persennya atau 64 ribu sekolah saja.

Artinya, masih ada sekitar 34 ribu SD yang murid-muridnya belum mendapat akses ke sumber bacaan.

Hal serupa juga terjadi di SMP, SMA, dan SMK, yang kepemilikan perpustakaannya baru berkisar antara 73-85 persen. Jika ditotal, ada ribuan sekolah jenjang menengah yang belum memilki perpustakaan.

"Pemerintah selaku pembuat regulasi hendaknya memberikan perhatian terhadap hal ini, khususnya pada jenjang pendidikan SD sebagai jenjang awal, di mana seharusnya budaya gemar membaca sudah mulai ditanamkan," tegas BPS.


Baca Juga:

    <li><a style="font-style: italic;" href="https://kbr.id/nasional/03-2019/jelang_debat_cawapres__mayoritas_sma_dan_smk_belum_punya_laboratorium_ipa/98955.html">Mayoritas SMA dan SMK Belum Punya Laboratorium IPA</a></li>
    
    <li><a style="font-style: italic;" href="https://kbr.id/nasional/03-2019/1_2_juta_ruang_kelas_rusak__program_renovasi_sekolah_meleset_dari_target/98956.html">1,2 Juta Ruang Kelas Rusak, Program Renovasi Sekolah Meleset dari Target</a><span style="color: rgb(119, 119, 119); font-style: italic;">&nbsp;</span></li></ul>
    


    Infrastruktur Sekolah Negeri Kalah dari Swasta

    Selain soal perpustakaan, BPS juga menyoroti kualitas infrastruktur sekolah negeri yang umumnya kalah baik dari sekolah swasta.

    "Dari kondisi ruang kelas, lebih dari 50 persen kelas pada setiap jenjang pendidikan dalam keadaan rusak. Persentase kelas dengan kondisi baik di sekolah swasta lebih tinggi dibandingkan sekolah negeri pada setiap jenjang pendidikan," jelas BPS.

    BPS juga menyinggung bahwa pendidikan di tingkat menengah atas lebih banyak diselenggarakan swasta ketimbang pemerintah.

    "Meskipun pada tingkat SD, kontribusi pemerintah (sekolah negeri) masih mendominasi, namun semakin tinggi jenjang pendidikan, persentase keterlibatan swasta semakin meningkat," ungkap BPS.

    "Bahkan pada jenjang SMA dan SMK, penyelenggara pendidikan telah didominasi oleh sekolah swasta," lanjutnya.

    Menurut data BPS, saat ini 50,23 persen SMA di Indonesia diselenggarakan oleh swasta. Sedangkan untuk SMK, swastanya mencapai 74,56 persen. 

    BPS pun mengingatkan bahwa pemerintah semestinya berinvestasi serius di sektor pendidikan.

    "Pendidikan sebagai salah satu bentuk investasi yang menentukan masa depan bangsa di masa mendatang, sudah selayaknya direncanakan sebaik-baiknya untuk hasil yang berkualitas," kata BPS.


    Editor: Ardhi Rosyadi

  • pendidikan
  • kementerian pendidikan dan kebudayaan
  • digital
  • investasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!