BERITA

Kebijakan Luhut Soal Penanganan Plastik di Laut Diragukan

"Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik ragu, kegiatan berbujet USD 1 miliar tersebut, bakal efektif mengurangi sampah plastik hingga 70 persen di 2025"

Kebijakan Luhut Soal Penanganan Plastik di Laut Diragukan
Sejumlah nelayan menarik jaring di pantai yang dipenuhi tumpukan sampah di pesisir laut, Sukaraja,Bandar Lampung, Kamis (15/11/2018). (Antara Foto: Ardiansyah)

KBR, Jakarta- Direktur Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, Tiza Mafira mengkritik kebijakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan, yang meluncurkan Rencana Aksi Nasional untuk menanggulangi sampah plastik di laut. Tiza meragukan kegiatan berbujet USD 1 miliar atau sekitar Rp14 triliun tersebut, bakal efektif mengurangi sampah plastik hingga 70 persen di 2025. 

Menurut Tiza, keraguan ini bukan tanpa alasan mengingat hingga kini Pemerintah belum menjabarkan fokus penanganan sampah plastik selama tujuh tahun ke depan. Tiza khawatir rencana aksi milik Luhut tersebut tumpang tindih dengan Program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mencanangkan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dengan target pengurangan sampah plastik 30 persen pada tahun 2025.

"Saya belum tahu, USD 1 miliar itu dapat dari mana, dan saya belum tahu uang USD 1 miliar itu mau dipakai buat apa. Ini agak teknis, tapi Kemenko Maritim bikin rencana aksi, KLHK bikin Jakstranas, kebijakan strategi nasional. Dua-duanya bentuknya Perpes, dan ditandatangani presiden. Ini nyambung apa enggak? Karena kita masih bingung, sebenarnya rencana aksi Kemenko Maritim ini nyambung tidak sih dengan kebijakan strategi nasional KLHK? Fokusnya di mana, mau fokus ke kegiatan seperti apa?" Kata Tiza kepada KBR, Selasa (20/11/2018).

Tiza menilai, kebijakan strategi nasional KLHK lebih konkret karena langkah yang tertuang dalam Perpres nomor 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga  tersebut menargetkan pengurangan sampah hingga 30 persen dan pengelolaan sampah hingga 70 persen dengan fokus pengurangan produksi sampah di rumah tangga. Namun, rencana aksi penanganan sampah di laut yang diatur dalam Perpres nomor 83 tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut tersebut belum merincinya dengan jelas. Inovasi aspal plastik yang digadang-gadang menjadi solusi juga dianggap tak sistematis dan tak direncanakan untuk benar-benar mengurangi sampah di laut.

Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik   berpendapat, cara paling efektif mengurangi sampah plastik adalah dengan mengurangi produksi dan konsumsinya. Pada proses produksi misalnya, Pemerintah bisa mengatur agar barang-barang yang diproduksi mudah didaur ulang. 

"Produsen harus memastikan sampah yang dihasilkannya bisa terdaur ulang, bisa dengan menarik kembali sampahnya atau membiayai ongkos daur ulangnya,"ujarnya.

Menurut Tiza, kebijakan itu harus segera dimulai, karena pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 81 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis yang akan mewajibkan perusahaan mengelola sendiri sampahnya. Hingga kini masyarakat menjadi yang paling dirugikan karena harus menanggung penanganan sampah lewat pungutan pajak.

Indonesia rata-rata memproduksi sekitar 66 juta ton sampah per tahun dengan  40 persennya berupa plastik. Dari sampah plastik tersebut, sekitar 40 persennya bocor dari proses pengelolaan, dan berakhir ke laut. Adapun saat ini, Indonesia menempati peringkat kedua dunia penyumbang sampah ke laut, yang diperkirakan mencapai 150 juta ton.

Menurut Direktur Jendral Pengelolaan Ruang Laut, Brahmantya Satyamurti Poerwadi, dalam rencana aksi tersebut Kementerian Kelautan dan Perikanan mendapat tanggung jawab, untuk memastikan pelabuhan-pelabuhan perikanan mampu mengelola sampah dengan benar. Tak hanya itu KKP juga melakukan edukasi kepada masyarakat pesisir agar tidak membuang sampah dilaut serta menggalakkan kegiatan bersih - bersih pantai setiap bulan. 

"Kami dipastikan, di pelabuhan perikanan tidak ada sampah plastik yang terbuang ke laut. Kita apply 140001 ISO tadi sebagai mandat untuk menjaga lingkungan di pelabuhan-pelabuhan perikanan," Kata Direktur Jendral Pengelolaan Ruang Laut, Brahmantya Satyamurti Poerwadi saat dihubungi KBR, Selasa, (20/11/2018). 

Brahmantya mengatakan, untuk menangani sampah plastik, KKP pada tahun 2017 memiliki anggaran sebesar Rp 10 miliar. Anggaran tersebut telah dipakai untuk membeli mesin pencacahan plastik yang ditempatkan ke 11 titik dan mesin kompos organik dari air untuk 6 titik.

"Sedangkan untuk sisa dana sebesar Rp 7,5 miliar untuk gerakan Gita Laut soal pelatihan, pembersihan pantai dan sekolah bahari. Tahun ini anggaran yang sama juga kita siapkan," katanya.

Sebelumnya  Paus Sperma ditemukan  mati dengan kondisi perut dipenuhi sampah plastik di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.  Sampah plastik ini juga kemudian mengancam berbagai biota laut yang ada di Indonesia. Salah satu langkah yang ditempuh Pemerintah Indonesia adalah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) yang berisi kebijakan tentang Rencana Aksi Nasional pengelolaan sampah laut.  

Editor: Friska Kalia

 

  • sampah plastik
  • sampah
  • sampah laut
  • paus
  • ikan mati

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!