BERITA

Tim Advokasi Laporkan Represif Polisi Saat Demo ke Komnas HAM dan Ombudsman

"Tindakan aparat saat aksi itu tidak hanya represif, tapi juga juga brutal. "

Astri Yuanasari, Muthia Kusuma

Tim Advokasi Laporkan Represif Polisi Saat Demo ke Komnas HAM dan Ombudsman
Aksi Demonstrasi menolak sejumlah RUU bermasalah. (Foto: KBR/Wahyu Setiawan)

KBR, Jakarta - Tim Advokasi untuk Demokrasi mengadukan pendekatan represif yang dilakukan aparat kepolisian saat pengamanan demonstrasi di kompleks Parlemen Senayan, pada 23, 24 dan 30 September 2019 lalu kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Anggota Tim Advokasi untuk Demokrasi yang juga Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana menegaskan, tindakan aparat saat aksi itu tidak hanya represif, tapi juga juga brutal.


Hal itu, kata Arif, dilihat dari banyaknya korban luka-luka, pingsan, dan sesak nafas akibat penanganan demonstrasi yang represif oleh Kepolisian, seperti memukul, hingga mengeluarkan tembakan gas air mata yang melukai tidak hanya demonstran, tapi juga jurnalis dan tenaga medis.


"Lebih spesifik lagi ya terkait dengan penangkapan, dan penahanan yang dilakukan oleh Kepolisian. Kami mencatat beberapa hal juga yang pertama adalah informasi itu tidak terbuka mengenai siapa saja yang sebetulnya di orang-orang yang ditangkap. Jadi, dari kampus mana kemudian alasan penangkapannya Apa statusnya apa itu tidak terbuka," ucap Arif di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, (2/9/2019).


Arif Maulana menyebut, setidaknya ada 600-an orang yang ditangkap dan tidak mendapat hak pendampingan hukum.


Tidak hanya itu, banyak orang-orang yang ditangkap justru jauh dari lokasi demonstrasi, seperti area Gedung DPR, yang berarti, Polisi tidak mengamankan unjuk rasa, namun punya memiliki kepentingan lain untuk menangkap demonstran.


Selain itu, Tim Advokasi juga menyoroti perlindungan hak anak dalam penangkapan anak yang turut menjadi peserta aksi unjuk rasa.


"Indikasi itu terlihat dari tidak adanya pendampingan orang tua dan kuasa hukum saat anak tersebut berhadapan dengan hukum," katanya.


Tim Advokasi untuk Demokrasi beraudiensi dengan Ombudsman Republik Indonesia, untuk mengadukan dugaan maladministrasi dalam penanganan aksi demonstrasi pada 24, 25, dan 30 September kemarin.


Arif Maulana meminta Ombudsman menjalankan kewenangan pengawasannya terkait tindakan represif yang dilakukan kepolisian ketika mengamankan aksi unjuk rasa.


"Kami ingin Ombudsman, menjalankan tugas dan kewenangan pengawasannya, berkaitan dengan pendekatan represif yang digunakan oleh kepolisian dalam mengamankan aksi penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan oleh masyarakat, mahasiswa dan pelajar, yang kami nilai pendekatannya represif dan cenderung bisa dibilang menggunakan pendekatan kekerasan yang akhirnya banyak yang dilarikan ke rumah sakit dan banyak yang ditangkap," katanya di Ombudsman RI Jakarta.


Arif juga memberikan sejumlah catatan, di antaranya akses informasi penangkapan dari Polisi yang tidak transparan, termasuk akses untuk keluarga agar bisa bertemu dengan demonstran, dan akses bantuan hukum, terutama tim advokasi yang akan mendampingi mereka yang ditangkap.

Editor : Kurniati Syahdan

 

  • demo mahasiswa
  • Demo Pelajar
  • Tim Advokasi untuk Demokrasi
  • LBH Jakarta
  • Polisi
  • Represif
  • tolak revisi uu kpk
  • Tolak RUU Kontroversial

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!