BERITA

Menteri Susi Serahkan Revisi UU Perikanan ke Kabinet Baru

" “Saya lebih baik menunda rencana revisi. Kalau tergesa-gesa, hasilnya tidak sesuai dengan keinginan kita yang ingin melindungi kepentingan Indonesia,” kata Susi."

Edho Sinaga

Menteri Susi Serahkan Revisi UU Perikanan ke Kabinet Baru
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, (9/9/2019). (Foto: ANTARA/Puspa Perwitasari)

KBR, Pontianak - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan rencana penundaan revisi Undang-undang Perikanan.

Susi mengatakan revisi belum mendesak untuk dilakukan. Menurutnya, revisi undang-undang tak bisa dilakukan tergesa-gesa karena menyangkut hajat hidup para nelayan.


“Saya lebih baik menunda rencana revisi. Kalau tergesa-gesa, hasilnya tidak sesuai dengan keinginan kita yang ingin melindungi kepentingan Indonesia,” kata Susi saat ditemui usai penenggelaman 21 satu kapal illegal di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (7/10/2019).


Baca juga:


Susi berharap, kabinet pemerintahan yang akan datang bisa melakukan revisi Undang-undang Perikanan. Ia menekankan perubahan pada undang-undang tersebut haruslah berpihak kepada kedaulatan laut Indonesia.

Salah satunya dengan mengubah regulasi agar dalam proses hukum pencurian ikan (illegal fishing) Indonesia bisa menjerat korporasi.


Menurut Susi, selama ini Indonesia belum bisa menyentuh cukong pemilik kapal asing pencuri ikan.


“Sekarang ini yang kita tangkap kan nahkoda. Kalau ada revisi kita berharap nanti bisa menangkap korporasi,” katanya.


Menteri Susi Pudjiastuti menenggelamkan 21 Kapal Ikan Asing (KIA) di perairan Tanjung Datuk, Pontianak, Minggu (6/10/2019). Kapal-kapal yang ditenggelamkan itu merupakan hasil tangkapan sejak 2016 hingga 2019.


Editor: Agus Luqman 

  • UU Perikanan
  • illegal fishing
  • pencurian ikan
  • Susi Pudjiastuti
  • penenggelaman kapal

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!