BERITA

Kabinet Indonesia Maju, Imparsial Sayangkan Jokowi Pilih Tito

""Yang terpenting adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Jadi daftar nama-nama yang akan ditimbang sebagai menteri itu perlu melalui suatu proses penilaian oleh lembaga-lembaga tersebut.""

Penyidik KPK penghapus Buku Merah
Presiden Joko Widodo memperkenalkan menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Rabu (23/10). (Foto: Antara/Wahyu)

KBR, Jakarta- Organisasi HAM, Amnesty International Indonesia  mengkritik Presiden Joko Widodo yang memilih bekas Kapolri, Tito Karnavian menjadi Menteri. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid  menyayangkan  Jokowi yang tidak meminta pertimbangan sejumlah lembaga independen.

"Dapat meminta pandangan, saran dan masukan dari lembaga-lembaga independen negara. Misalnya Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Bahkan yang juga tidak kalah pentingnya, dan mungkin yang terpenting adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Jadi daftar nama-nama yang akan ditimbang sebagai menteri itu perlu melalui suatu proses penilaian oleh lembaga-lembaga tersebut. Tentu saja dilakukan dengan cara yang tertutup. Hanya untuk kepentingan presiden," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid kepada KBR, Selasa (21/10/2019)


Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, bekas Kapolri memiliki rekam jejak buruk terkait kasus buku merah. Ia mengatakan, seharusnya Jokowi mempertimbangkan kasus buku merah saat memilih Tito sebagai bagian kabinet kerja periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi.

Ia menegaskan, seharusnya Jokowi memilih menteri-menteri yang sesuai harapan masyarakat. Menteri-menteri yang profesional, kinerja bagus, bebas dari persoalan korupsi dan HAM masa lalu. 

Buku Merah

IndonesiaLeaks  pada Kamis (17/10/2019)   merilis cuplikan video CCTV yang disebut memperlihatkan saat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga tengah merusak barang bukti. Barang bukti yang dirusak terkait kasus suap uji materi Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Video CCTV itu total berdurasi 1 jam 48 menit 58 detik, berisi rekaman video kamera pengawas ruang kolaborasi di lantai 9 Direktorat Penyidikan KPK, Jakarta.  Ketika dikonfirmasi kepada sumber di KPK, dia membenarkan itu ruangan di kantor KPK.

Lihat: Detik-detik Perusakan Buku Merah

Di video terlihat  penyidik, antara lain Ardian Rahayudi, Rufriyanto Maulana Yusuf, Roland Ronaldy, Harun dan dua penyidik dari perkara lain. Di situ tampak Roland dan Harun memeriksa buku merah, duduk memunggungi CCTV dan menunduk di balik meja. Belum ada konfirmasi dari KPK apakah orang-orang dalam rekaman itu adalah penyidik KPK.

Nama-nama tersebut sudah dikonfirmasi oleh Indonesialeaks namun menolak membenarkan atau membantahnya. Mereka mempersilakan menanyakan langsung kepada institusinya, KPK. 

Lihat: Bukti Baru Buku Merah   

Buku merah itu berisi catatan keluar masuknya uang, terkait kasus dugaan suap oleh pengusaha impor daging Basuki Hariman dan sekretarisnya, Ng Fenny, terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar. Di situ ada juga detail catatan dan riwayat aliran dana dari Basuki Hariman kepada sejumlah pejabat.

Ada 68 catatan transaksi yang diduga suap kepada sejumlah orang dari berbagai instansi. Di sana tertulis nama “Kapolda Tito Karnavian” yang menerima setoran sedikitnya delapan kali dengan total setoran Rp 7,2 miliar. Tito yang dikonfirmasi menolak menjawab soal keberadaan namanya dalam buku itu. (Baca selengkapnya "Skandal Buku Merah" di sini).

Perusakan buku merah ini terekam CCTV pada Jumat, 7 April 2017. Pada empat hari kemudian, yaitu Selasa, 11 April 2017, penyidik KPK Novel Baswedan disiram air keras hingga satu matanya buta.

Lihat: Detik-detik Penyerangan Terhadap Novel


Editor: Rony Sitanggang


  • novel baswedan
  • tito karnavian
  • kpk
  • rekaman cctv buku merah
  • buku merah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!