BERITA

Hadapi Birokrasi & Kesenjangan Pendidikan, Pengamat Ragukan Nadiem Makarim

""Pak Jokowi periode pertama selalu menggaungkan revolusi mental. Sementara kalau dia memilih Nadiem Makarim sebagai Mendikbud karena kagum pada pengembangan Go-Jek, maka orientasinya hasil.""

Hadapi Birokrasi & Kesenjangan Pendidikan, Pengamat Ragukan Nadiem Makarim
Sejumlah siswa belajar di ruang kelas yang rusak di SDN 05 Curug Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (19/9/2019). (Foto: ANTARA/Yulius Satria)

KBR, Jakarta - Pengamat pendidikan meragukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim bisa menghadapi problem birokrasi dan kesenjangan pendidikan di Indonesia.

Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai Nadiem Makarim bukan orang yang mampu menghadapi birokrasi di Indonesia yang sangat rumit dan panjang.


"Tidak gampang bergerak di dalam suatu birokrasi yang baru sama sekali. Apalagi yang dihadapi orang-orang yang sudah cukup stagnan pemikirannya. Bisa jadi ada baiknya. Tapi mungkin juga, saya perkirakan, akan frustasi sendiri. Tidak segampang itu mengubah dunia pendidikan kita," kata Darmaningtyas kepada KBR, Rabu (23/10/2019).


Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai hambatan perkembangan Indonesia ada di kesenjangan infrastruktur, geografis, dan telekomunikasi. Untuk memperbaiki pendidikan, kata Darmaningtyas, pemerintah harus membenahi kesenjangan itu terlebih dahulu.


"Saya khawatir kebijakan pendidikan nanti orientasinya berbasis pengambilan kebijakan di perkotaan saja. Khususnya Jakarta yang infrastruktur, transportasinya, listriknya, telekomunikasinya cukup. Sehingga misalnya ada pembelajaran digital, mungkin Jakarta dan Jawa pada umumnya tidak ada masalah. Tapi kalau itu menjadi kebijakan nasional, nggak bisa berlaku di Papua sana atau Sorong Selatan. Gak mungkin itu terjadi," kata Darmaningtyas.

Baca juga:


Darmaningtyas menilai, Indonesia tak hanya membutuhkan kemajuan teknologi. Indonesia juga membutuhkan perbaikan metal dan moralitas.

Ia menilai saat ini pendidikan Indonesia sangat kontradiktif. Di satu sisi pemerintah ingin pendidikan lebih melek teknologi, sementara di sisi lainnya, pendidikan Indonesia masih mengajarkan dan menekankan pendidikan normatif dan dogmatis.


Hal ini menyebabkan kebebasan berfikir, berekspresi, serta pengembangan nalar dan logika yang sejalan dengan perkembangan teknologi sulit diterapkan secara menyeluruh.


Darmaningtyas mengkritik Jokowi yang menjadikan Nadiem menjadi Mendikbud.


"Pak Jokowi itu lebih melihat pendidikan dari hasilnya, bukan proses. Itu artinya, pendidikan betul-betul dijadikan sebagai investasi ekonomi. Itu sebenarnya akan bertentangan dengan taglinenya pak Jokowi periode pertama yang selalu menggaungkan revolusi mental. Sementara kalau dia memilih Nadiem Makarim sebagai Mendikbud dengan kekaguman Pak Jokowi pada pengembangan Go-Jek, maka betul-betul pak Jokowi hanya melihat pendidikan sebagai hasil," jelasnya.


Darmaningtyas menilai, Nadiem Makarim bukanlah seorang yang dapat membenahi moral dan mentalitas melalui pendidikan di Indonesia.


Editor: Agus Luqman 

  • Nadiem Makarim
  • Mendikbud
  • Kemendikbud
  • kabinet indonesia maju
  • Kabinet Kerja II
  • Kabinet Kerja Jilid II
  • Kabinet Jokowi-Amin
  • Presiden Jokowi
  • Jokowi
  • Jokowi-Maruf Amin
  • Presiden Joko Widodo
  • birokrasi pendidikan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!