HEADLINE

Suap Auditor BPK, Pejabat Kemendes Dalih Terpaksa

Suap Auditor BPK, Pejabat Kemendes Dalih Terpaksa

KBR, Jakarta- Terdakwa kasus suap auditor BPK, Sugito mengaku terpaksa menyuap auditor BPK. Langkah itu menurut eks Inspektur Jenderal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi itu diambil setelah berulangkali ditekan oleh auditor BPK Choirul Anam.

Sugito mengatakan Anam berulangkali menagih upeti untuk penanggungjawab pemeriksaan Kementerian Desa(Kemendes), Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli. Sugito membantah jika upeti itu diberikan agar Kemendes memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian.

"Akibat terdesaknya saya atas permintaan Choirul Anam. Saya ajak Anam temui Sekjen Anwar Sanusi. Anam sampaikan mengenai opini WTP dan perlunya atensi untuk Rochmadi dan Ali. Saya tegaskan lagi Anam yang inisiasi meminta dan menetapkan nominal itu," ujar Sugito kala membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor, Rabu (18/10).

Dia membantah ada sejumlah kejanggalan dalam laporan keuangan tahun 2016 Kementerian Desa. Tim kuasa hukum Sugito mengatakan berdasarkan kesaksian auditor BPK Danang Kurnianto, temuan BPK untuk Kemendes sudah ditindaklanjuti.

Sementara itu anak buah Sugito yang juga didakwa terlibat memberi suap, Jarot Budi Prabowo mengakui dua kali mengantarkan uang sejumlah Rp 240 juta kepada Ali Sadli. Namun Jarot bersikeras ia hanya menjalankan perintah Sugito untuk mengantarkan uang untuk Rochmadi melalui Ali Sadli.

"Tidak ada terbersit dalam diri saya ingin jadi koordinator dana pendamping. Penunjukkan saya murni keputusan aklamasi pada rapat itu. Saya sebagai bawahan hanya bisa mematuhi perintah atasan," kata Jarot.

Jarot juga membantah penggunaan dana operasional untuk keperluan plesiran auditor BPK. Menurutnya, dana operasional digunakan untuk mencapai wilayah pemeriksaan yang jauh dan sulit diakses.

Jarot mengatakan penggunaan dana itu sudah dibuktikan dengan faktur dan dokumen lain di laporan pertanggungjawaban.

"Tambahan biaya operasional kami perlukan untuk sewa mobil di jalan tidak beraspal, untuk sewa truk, sewa speedboat karena kapal tidak berlayar setiap saat, sewa ojek, dan biaya kelebihan bagasi pesawat karena dokumen-dokumen yang dibawa pemeriksa."

Sebelumnya, jaksa KPK menuntut dua orang pejabat Kemendes itu dalam perkara pemberian suap kepada auditor BPK. Keduanya dituntut 2 tahun penjara dan denda masing-masing Rp 250 juta dan Rp 200 juta.

Menurut jaksa, keduanya terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut.

Sementara itu Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) mendakwa dua auditor Badan Pemeriksa Keuangan, Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli, menerima suap sejumlah Rp 240 juta dari pejabat Kementerian Desa(Kemendes). JPU KPK Ali Fikri mengatakan suap diberikan agar BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian untuk hasil pemeriksaan laporan keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.

"(Rochmadi) menerima hadiah atau janji dari Sugito selaku Inspektur Jenderal Kemendes yang diserahkan Jarot Budi Prabowo bertahap melalui Ali Sadli sehingga berjumlah Rp 240 juta. Masing-masing diterima (Rochmadi) Rp 200 juta, dan diterima Ali Sadli Rp 40 juta,"ujar Ali di Pengadilan Tipikor, Rabu(18/10).

Menurut jaksa, masih ada sejumlah temuan yang belum ditindaklanjuti Kemendes dari hasil pemeriksaan tahun 2015. Selain itu ada sejumlah kejanggalan dalam laporan anggaran 2016. Jaksa menduga temuan-teuan itu sengaja diabaikan agar Kemendes mendapatkan opini WTP.

Rochamdi dan Ali Sadli merupakan penanggungjawab dalam pemeriksaan laporan keuangan Kemendes di wilayah Jakarta, Banten, Aceh, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. Akhir April 2017, ada pertemuan antara Sekjen Kemendes Anwar Sanusi, Sugito, dan auditoe BPK Choirul Anam. Pada pertemuan itu, Choirul meminta fee bagi auditor kepada Kemendes.

"Di pertemuan itu, Anam mengatakan, "tolong atensinya untuk Pak Ali dan Pak Rochmadi."

Permintaan itu lantas disanggupi Sugito setelah dikonfirmasi langsung kepada Rochmadi. Jarot Budi Prabowo lantas mengumpulkan Rp 200 juta yang bersumber dari 8 direktorat di Kemendes. Uang itu kemudian diserahkan kepada Rochmadi melalui Ali Sadli.

Kemudian pada tanggal 26 Mei 2017, Sugito melalui Jarot Budi Prabowo menyerahkan sisa Rp 40 juta yang dijanjikan kepada Ali Sadli. Uang itu kemudian langsung diletakkan di laci meja kerjanya.

Rochmadi dan Ali didakwa melanggar pasal 12 ayat 1 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, keduanya juga didakwa dengan pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang karena diduga mengalihkan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana.

Selain menerima suap, dua auditor BPK juga didakwa menerima gratifikasi. Jaksa Penuntut Umum KPK Zainal Abidin mengatakan, pada kurun waktu Desember 2014 hingga Januari 2015, Rochmadi Saptogiri menerima uang sejumlah Rp 3,5 miliar secara bertahap dari berbagai pihak.

Uang tersebut kemudian dialihkan Rochmadi dalam bentuk tanah seluas 329 meter persegi di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan.

"Membelanjakan harta kekayaan berjumlah Rp 3,5 miliar untuk sebidang tanah yang patut diduga diketahuinya berasal dari tindak pidana," ujar Zainal di Pengadilan Tipikor, Rabu (18/10).

Selain itu, pada  21 mei 2017, Rochmadi juga menerima satu unit mobil Honda Odissey warna white orchid pearl yang berasal dari Ali Sadli. Dalam berkas dakwaan disebutkan, Rochmadi meminta mobil itu kepada Ali Sadli   April 2017.

Sementara untuk auditor BPK lainnya, Ali Sadli, JPU mendakwanya menerima gratifikasi selama menjadi Kepala Sub Auditorat III Auditor Utama dan pelaksana tugas Kepala Audit orat III pada AKN III BPK RI.  KPK menemukan sejak Mei 2015, Ali telah menerima sejumlah uang dan mobil dari berbagai pihak secara bertahap.

"Terdakwa menerima uang totalnya Rp 10,5 miliar dan US$ 80 ribu. Dan satu unit mobil Mini Cooper warna merah tahun pembuatan 2015."

Sejak menerima uang dan barang itu, Ali diketahui tidak pernah melaporkan  kepada KPK. Harta perolehan itu kemudian dialihkan ke tanah, bangunan, serta kendaraan bermotor.

Pada  Mei 2015, Ali Sadli membeli sebidang tanah seluas 204 meter persegi beserta satu unit rumah seluas 240 meter persegi di Kebayoran seharga Rp 3,8 miliar. Aset tersebut dibayar secara bertahap hingga lunas pada 29 Mei 2015.

Empat bulan kemudian, Ali diketahui membeli satu unit mobil Mercedez Benz Type C 250 AT warna putih yang surat kepemilikannya diatasnamakan Wuryanti Yustianti, istri terdakwa. April 2016, Ali kembali membeli satu unit mobil Toyota Fortuner dari sebuah showroom di Bintaro seharga Rp 494 juta. Mobil tersebut atas nama Mohammad Al Amin Mustofa.

Bulan Juni, Ali membeli satu unit mobil Jeep Wrangler Rubicon 4 Door dengan over kredit dari Rasli Syahrir seharga Rp 150 juta. Total harga mobil litu sebesar Rp 416 juta.

Kemudian di bulan yang sama, Ali juga membeli sebidang tanah seluas 258 meter persegi di Kompleks Kebayoran Symphoni seharga Rp 3,9 miliar.  Selang empat bulan kemudian, Ali membeli mobil Honda CR-V atas nama Cholid Jafar.

Sebelumnya Ali juga kembali membeli Mercedez Benz Type A 45 atas nama anaknya. seharga Rp 990 juta. Ia juga membeli satu mobil Toyota Alphard Vellfire melalui auditor BPK Choirul Anam seharga Rp 700 juta.

Bulan Februari 2017, Ali membayarkan sewa apartemen Csa Grande Jakarta sebesar Rp 200 juta dan biaya umroh sebesar Rp 40 juta atas nama Salli Okilia. Kemudian bulan April, terdakwa membeli satu unit BMW Premium Selection M2 Coupe dan Honda All New Oddysey.  Setelah itu bulan Mei 2017 disebutkan Ali membayarkan keperluan Dwi Futhiayuni sebsar Rp 85 juta.

Atas gratifikasi dan pengalihan harta itu, keduanya didakwa pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai penerimaan hadiah berkaitan kewenangannya, serta pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang soal pengalihan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana.

Rochmadi memutuskan akan mengajukan keberatannya terhadap dakwaan jaksa tersebut. Sementara Ali menyatakan menerima seluruh dakwaan. Selain itu, Ali juga diketahui telah mengajukan diri sebagai justice collaborator dalam kasus suap opini WTP Kementerian Desa.

Editor: Rony Sitanggang

  • suap auditor BPK
  • kemendes

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!