BERITA

Tolak Revisi UU KPK, IPB dan Lembaga Keumatan Dukung KPK

""IPB memberikan dukungan moral kepada KPK, karena IPB punya concern besar terkait dengan korupsi sumber daya alam""

Astri Yuanasari

Tolak Revisi UU KPK, IPB dan Lembaga Keumatan Dukung KPK
Rektor IPB menyatakan dukungan moral bagi KPK terkait bergulirnya revisi Undang-Undang KPK yang dikhawatirkan akan melemahkan KPK. (Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso)

KBR, Jakarta - Institut Pertanian Bogor (IPB) mendatangi gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan dukungan moral, terkait revisi Undang-Undang KPK yang dikhawatirkan akan melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Perwakilan IPB tersebut yaitu Rektor IPB Arif Satria dan Ketua Dewan Guru Besar IPB Prof. Yusram Massijaya.

 

Rektor IPB Arif Satria mengatakan, kedatangan ke KPK itu terkait sikap IPB yang concern pada permasalahan pencegahan dan pemberantasan korupsi, terutama di bidang sumber daya alam.  Arif mengatakan, selama ini kekayaan sumber daya alam Indonesia tidak bisa dimanfaatkan dengan baik karena masih banyak korupsi di dalamnya.


"Ya ini sikap IPB, sikap IPB jelas, bahwa IPB memberikan dukungan moral kepada KPK, karena IPB punya concern besar terkait dengan korupsi sumber daya alam. IPB punya concern di sumber daya alam, punya kompetensi di bidang itu. Dan kita melihat bahwa problem sumber daya alam di Indonesia itu masalah governance. Dan masalah governance itu bisa diselesaikan dengan salah satunya adalah penguatan KPK ini. Saya kira kalau seandainya problem governance sumber daya alam ini beres, insyaallah sumber daya alam yang ada di Indonesia ini benar-benar bisa memakmurkan bangsa ini," kata Arif di gedung KPK Jakarta, Selasa (10/9/2019).


Di tempat yang sama, Ketua Dewan Guru Besar IPB Profesor Yusram Massijaya mengatakan, lembaga antirasuah KPK harus dijaga agar independen.


Kata dia, guru besar di IPB juga telah bekerja sama dengan KPK terkait masalah pengelolaan sumber daya alam.


"KPK harus kita dukung agar dia benar-benar bisa independen. Kalau dia tidak independen, itu akan sulit untuk kita menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya. Sehingga para guru besar, mulai sekarang, setahun yang lalu, dengan pak rektor, kita tanda tangan, bahwa kita akan mencoba mengupayakan agar ada expert on call. Para guru besar kita terlibat di dalam membantu KPK mengelola sumber daya alam kita. Luar biasa kaya Indonesia ini kalau dikelola dengan baik," jelasnya.


Tidak hanya IPB, pemuka agama dari lembaga-lembaga keumatan di Indonesia juga mendatangi KPK untuk memberikan pernyataan sikap, menolak revisi UU KPK.


Salah satu perwakilan lembaga keumatan Pendeta Penrad Siagian menyebut, KPK adalah garda terdepan dari janji reformasi untuk membersihkan praktik korupsi yang sudah sistemik.


"Untuk itu kami hadir di tempat ini yang merupakan perwakilan dari lembaga-lembaga keumatan akan membacakan pernyataan sikap kami, sebagai bentuk dukungan, dan sebagai bentuk mengingatkan DPR RI dan bapak presiden Joko Widodo untuk tetap memegang semangat reformasi, bahwasanya KPK didirikan adalah untuk menjadi ujung tombak, menjaga bangsa ini dari berbagai bentuk aksi korupsi yang bisa dilakukan oleh berbagai pihak," katanya di Gedung KPK.


Dalam pernyataan sikapnya, para pemuka agama ini meminta Presiden Joko Widodo agar menolak pelemahan KPK dan tidak mengirimkan surat presiden (surpres) ke DPR, sehingga pembahasan revisi UU ini berhenti. Mereka juga meminta DPR berhenti melakukan pelemahan pemberantasan korupsi.


"Mengingat posisi KPK sangat penting, sementara upaya pelemahannya berlangsung sistematis, maka kami lembaga-lembaga keumatan mendesak pada presiden untuk tidak mendukung tindakan-tindakan pelemahan upaya pemberantasan korupsi, termasuk di dalamnya pelemahan KPK," ujar Peter Lesmana dari Matakin.


Selain itu, mereka juga mengajak kepada masyarakat untuk menyuarakan dan menghadang pelemahan pemberantasan korupsi, yang termasuk di dalamnya adalah pelemahan lembaga antirasuah KPK.


Perwakilan lembaga keumatan yang hadir hari ini ke KPK antara lain, Ubaidillah dari Lakpesdam PBNU, Romo Heri dari KWI, Pendeta Penrad Siagian dari Paritas Institute, Suhadi dari Walubi, Yanto Jaya dari PHDI, dan Peter Lesmana dari Matakin. 


Editor: Kurniati Syahdan

  • Revisi UU KPK
  • KPK
  • IPB
  • PBNU
  • Walubi
  • PHDI
  • Matakin
  • KWI
  • Paritas Institute

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!