BERITA

Koalisi Tolak Perizinan Ngawur Ajukan Uji Materiil PP OSS

Koalisi Tolak Perizinan Ngawur Ajukan Uji Materiil PP OSS

KBR, Jakarta- Koalisi Masyarakat Tolak Perizinan Ngawur mengajukan uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah (PP) tentang Online Single Submission (OSS) ke Mahkamah Agung, Rabu (4/9/2019).

Koalisi terdiri dari sejumlah organisasi pemerhati hukum lingkungan seperti WALHI, ICEL, YLBHI, Sawit Watch, serta Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dan perwakilan masyarakat.

Mereka yang tergabung dalam koalisi ini menilai bahwa PP OSS lebih mementingkan percepatan pembangunan ekonomi ketimbang pemeliharaan lingkungan.

"Jadi kami ini melihat, sudah terjadi kesesatan pikir yang sangat sesat dari pemerintahan ketika melihat persoalan perizinan (usaha)," kata Direktur Eksekutif WALHI Nur Hidayati di Jakarta, Rabu (4/9/2019).

"Kami bisa memahami adanya keinginan pemerintah untuk melakukan efisiensi proses perizinan dan lain-lain. Tapi menurut kami, ini jadi nggak nyambung. Yang terjadi di sini adalah pengabaian dari upaya-upaya pencegahan (kerusakan lingkungan), dan memandang bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) itu sebatas formalitas," lanjutnya.


Baca Juga: Investor Bisa Dapat Izin Usaha Tanpa AMDAL, Mahasiswa UI Protes


Kaji Ulang PP OSS

Sepekan sebelum pengajuan uji materiil, BEM Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) yang juga tergabung dalam Koalisi sempat berunjuk rasa menolak PP OSS di depan Monas, Jakarta, Rabu (28/8/2019).

BEM FHUI juga sudah merilis kajian akademis berjudul Online Single Submission: Mempercepat Perizinan atau Mempercepat Punahnya Lingkungan? (2019).

Dalam kajian tersebut, BEM FHUI mengkritik PP OSS karena bisa memberi izin usaha kepada pihak-pihak yang belum memenuhi prasyarat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

PP OSS juga dinilai menabrak aturan hukum lain, yakni UU tentang Perlindungan Lingkungan Hidup.

"Berdasarkan permasalahan-permasalahan terkait bagaimana PP OSS tidak sesuai dengan konstitusionalitas, prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan dalam UUD 1945, melanggar asas pencegahan dalam hukum lingkungan, bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2009, sudah seharusnya dilakukan pengkajian ulang dan merevisi PP OSS, dalam rangka menghindari potensi rusaknya lingkungan hidup," tegas BEM FHUI dalam risalahnya.

Belum Sempurna

Pada 2018 lalu, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah yang berisi payung hukum tentang sistem kemudahan izin berusaha atau online single submission (OSS). 

Presiden Jokowi meyakini, sistem OSS bakal menarik banyak investasi ke dalam negeri. Menurutnya, investasi dan ekspor yang tinggi akan berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi nasional, serta penyediaan lapangan kerja. Jokowi bahkan menjanjikan berbagai keistimewaan dalam sistem tersebut, termasuk soal insentif perpajakan.

Namun, pada pertengahan Januari 2019, Presiden Joko Widodo mengakui layanan sistem perizinan terpadu OSS belum sempurna. Padahal, OSS telah berjalan hampir enam bulan. 

"Ini masih perbaikan-perbaikan, terutama mengintegrasikan antara pusat dan provinsi dan kabupaten kota. Ini yang masih kita harus kelola dan kendalikan. Sehingga betul-betul izin itu, sesuai dengan waktu yang kita tetapkan. Kita melihat ini dulu, baru nanti akhir bulan ini kita kumpulkan bupati, wali kota untuk menyinkronkan sistem ini dengan sistem-sistem yang ada di daerah. Di daerah punya kok PTSP," kata Jokowi di gedung BKPM, Senin (14/01/2019).

Awalnya layanan ini dijalankan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Tetapi per 2 Januari 2019, layanan dialihkan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal. Presiden Jokowi mengatakan bakal memanggil beberapa kementerian dan kepala daerah untuk mengevaluasi integrasi layanan OSS. Menurutnya, sistem layanan telah berjalan baik dengan alur perizinan yang lebih sederhana. 

Editor: Sindu Dharmawan

  • oss
  • amdal
  • investasi
  • lingkungan hidup
  • KEK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!