BERITA

Jamkes Watch: Defisit BPJS Kesehatan Bisa Diatasi Tanpa Menaikkan Iuran

""Pekerja formal di Indonesia ada sekitar 54,1 juta, dan yang sudah menjadi peserta baru 13,9 juta.""

Adi Ahdiat

Jamkes Watch: Defisit BPJS Kesehatan Bisa Diatasi Tanpa Menaikkan Iuran
Logo BPJS Kesehatan.

KBR, Jakarta- Menurut Jamkes Watch, pemerintah bisa menutup defisit BPJS Kesehatan tanpa harus menaikkan iuran yang membebani rakyat.

Direktur Eksekutif Jamkes Watch Iswan Abdullah mengatakan, defisit itu bisa ditutup dengan meluaskan peserta BPJS Kesehatan dari kalangan pekerja formal.

"Pekerja formal di Indonesia ada sekitar 54,1 juta, dan yang sudah menjadi peserta baru 13,9 juta," kata Iswan kepada Antara, Senin (2/9/2019).

Iswan memperkirakan potensi iuran dari pekerja formal itu bisa mencapai sekitar Rp9,1 triliun pertahun. Jumlah ini sama dengan defisit BPJS Kesehatan sepanjang tahun 2018 lalu yang mencapai sekitar Rp9 triliun.


Tutup Defisit Lewat Penegakan Hukum

Menurut Direktur Eksekutif Jamkes Watch Iswan Abdullah, pemerintah bisa menambah peserta BPJS Kesehatan dengan menegakan hukum tenaga kerja.

"Banyak pekerja formal tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan karena belum kuatnya penegakan hukum, untuk menindak perusahaan-perusahaan yang tidak mendaftarkan pegawainya," kata Iswan.

"Sistem alih daya juga membuat perusahaan mengakali pengeluaran dengan tidak mendaftarkan pekerja kontraknya," lanjut dia.

Selain memaksimalkan peserta dari kalangan pekerja formal, Iswan menilai negara bisa menutup defisit BPJS Kesehatan dengan menaikkan anggaran Penerima Bantuan Iuran (PBI).

"Saat ini Penerima Bantuan Iuran dianggarkan satu orang Rp23.000, padahal menurut IDI (Ikatan Dokter Indonesia) idealnya Rp33.600 per orang," kata Iswan.

"BPJS Kesehatan dan Pemerintah juga harus melihat masih ada kenakalan yang dilakukan rumah sakit, seperti pembengkakan harga obat," tambahnya.

Editor: Agus Luqman

  • BPJS Kesehatan
  • Defisit BPJS
  • Jamkes Watch

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!