BERITA

Cukai Rokok Naik, FAKTA: Masih Kurang!

""Rendahnya kenaikan cukai rokok akan berdampak pada pola peralihan konsumsi rokok mahal ke murah""

Lea Citra

Cukai Rokok Naik, FAKTA: Masih Kurang!
Aksi demo mendukung kenaikan cukai rokok oleh Kementerian Keuangan. (Foto: KBR/Lea Citra)

KBR, Jakarta - Forum Warga Kota Indonesia (FAKTA) menilai kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen, masih kurang.

Meski tak maksimal, Wakil Ketua Bidang Umum FAKTA, Tubagus Haryo Karbyanto mendukung langkah awal pemerintahan menaikkan cukai rokok. Ia meminta, pemerintah lebih fokus mengurangi konsumsi rokok, dibandingkan persoalan pendapatan negara melalui kenaikan cukai rokok.


Tubagus menilai, rendahnya kenaikan cukai rokok akan berdampak pada pola peralihan konsumsi rokok mahal ke murah.


"Harga minimal rokok itu seharusnya dinaikkan, karena seperti kita ketahui. Sekarang harga rokok, itu yang ditetapkan oleh pemerintah, paling murah Rp350 per batang, itu sangat murah. Sedangkan yang paling mahal itu sekitar Rp1.250. Nah kita pengen, jangan ada lagi rokok yang harganya murah begitu. Kalau perlu ya satu batangnya bisa Rp5.000 atau apa, sehingga ketika orang merokok dia mulai mikir. Kalau perlu misalnya cukai rokok, hanya satu golongan. Semua rokok apapun mereknya, harganya sama. Cukai rokok nya tinggi, sehingga orang tidak bisa beralih naik atau turun dari rokok yang ada sekarang," katanya, ketika aksi di depan Kementerian Keuangan, Jumat (20/9/2019).


Tubagus Haryo Karbyanto melanjutkan, fungsi pengendalian pemerintah akan industri rokok kurang maksimal.


"Itu yang kita sebut dengan kita harus mensimplifikasi tadi, karena dengan ketidakadilan simplifikasi, maka produsen rokok bisa saja membuat produk baru yang isinya sama. Tapi harganya lebih murah, karena mereka yang baru. Karena ada peraturan menteri keuangan, bahwa harga rokok itu tidak boleh turun. Nah kalau tidak boleh turun, bisa saja saya sebagai perusahaan rokok. Saya membuat rokok baru, merek baru dengan rasa yang sama. Tapi harganya lebih rendah, dan ini yang dimanfaatkan oleh industri rokok sebetulnya," ujarnya.


Tubagus juga mempertanyakan komitmen pemerintah menaikkan harga rokok.

Ia mengkritisi pemerintah terkait, cukai rokok yang tidak naik tahun ini, namun di 2020.

"Sebetulnya 23 persen itu tidak besar, karena kan tahun ini nggak ada kenaikan, sehingga 23 itu rapelan kan. Rapelan dan itu juga, kami menilai 23 persen itu, tidak terlalu tinggi. Itu sebenarnya sama aja, misalnya kenaikan cukai itu kan 10 hingga 11 persen per tahun. Tahun ini enggak ya, tahun depan seharusnya jangan cuma rapelan. Kalau perlu tripel atau lebih besar lagi," katanya.


Tubagus menambahkan, FAKTA akan terus mendorong pemerintah menaikkan cukai rokok, sehingga kesehatan di Indonesia membaik.


"Apalagi, kenaikan cukai rokok, tanpa penurunan jumlah perokok atau konsumsi rokok, hanya omong kosong," tambahnya.


Editor: Kurniati Syahdan

  • FAKTA
  • Cukai Rokok
  • tarif cukai rokok
  • rokok

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!