BERITA

Buya Syafi'i : KPK Wajib Dibela, tapi tidak Suci

Buya Syafi'i : KPK Wajib Dibela, tapi tidak Suci

KBR, Jakarta - Cendekiawan muslim Ahmad Syafi'i Ma'arif atau Buya Syafi'i mengkritik DPR dan pemerintah lantaran tak melibatkan KPK dalam revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002. Tokoh Muhammadiyah ini menganggap wajar kemarahan publik atas proses kilat revisi UU KPK. 

"Saya rasa kemarin kelemahannya, prosedurnya kurang. KPK tidak diajak berunding oleh Menteri Hukum dan HAM, dan DPR. Saya rasa soal revisi, soal Dewan Pengawas itu bisa didiskusikan. Itu kan kemarin kan langsung digitukan, jadi terbakar," kata Buya Syafi'i di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (19/09/2019).

Buya Syafi'i menyebut KPK wajib diperkuat, meski bukan lembaga suci. 

"KPK itu wajib dibela, diperkuat, tapi bukan suci. Itu harus diingat," imbuh Buya Syafi'i. 

Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini mengaku tak menyampaikan kritikannya kepada Presiden Joko Widodo saat bertemu di Istana Merdeka, Kamis (19/09/2019). Syafi'i hanya memberikan nasihat soal pemilihan kabinet Jokowi periode kedua.

Sebelumnya, ekspresi kekecewaan juga diungkapkan Shinta Nuriyah, istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid. Shinta mengaku telah berusaha mencegah perubahan itu disahkan.

"Dengar itu (pengesahan RUU KPK) aku mulas, pusing. Sudah ngomong bolak-balik, ke KPK, segala macam," tutur Shinta di Jakarta, Rabu (18/09/2019).

Masyarakat sipil siapkan uji materi

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi tengah menyusun materi uji materi untuk menggugat perubahan UU KPK yang telah disahkan. Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan proses revisi UU KPK yang cacat formil akan menjadi salah satu argumentasi. Gugatan akan diajukan segera setelah perubahan UU KPK diundangkan. 

"Kita baru di tahapan strategis, karena (RUU KPK) belum ada nomornya, belum diundangkan. Tapi kan pasal-pasal sudah ada dan kita susun serapi mungkin agar tidak gagal di MK," ujar Feri dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (18/09/2019).

Feri berharap hakim MK nanti bisa obyektif dalam memutus permohonan uji materi perubahan UU KPK. 

Pada kesempatan yang sama, Pakar Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi menyebut argumentasi soal cacat formil RUU KPK masih lemah. Menurutnya, DPR tak melakukan pelanggaran selama proses revisi. Selain itu, pasal-pasal hasil revisi juga tak bertentangan dengan konstitusi. 

"Secara formal revisi UU KPK sah. Dari aspek ketatanegaraan, RUU KPK ini merupakan penyempurnaan untuk penguatan kerja KPK," ujar dia.

KPK bakal patuhi aturan hasil revisi

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan akan mematuhi Undang-undang KPK hasil revisi. Alex yang kembali terpilih menjadi pimpinan KPK periode 2019-2023 mengakui aturan baru pasti bakal mengubah pelaksanaan tugas lembaga antirasuah. 

"Kami menghormati apapun keputusan DPR maupun kalau nanti sudah ditandatangani pemerintah. Kami nanti akan menyesuaikan. Meskipun, yang menjadi pertanyaan masyarakat, apakah itu akan memperkuat KPK atau tidak. Nah, nanti kita lihat," ujar Alex di gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/09/2019)

Alex mengatakan KPK sudah membentuk tim transisi untuk mengantisipasi perubahan aturan KPK. Ia meyakini keberadaan aturan baru tak bakal memengaruhi independensi KPK, meski status kelembagaannya masuk rumpun eksekutif. Menurutnya, KPK dibangun dengan sistem dan nilai yang kuat.

"Saya berharap hal itu akan terus dijaga, nilai-nilai KPK yang kita pegang selama ini. Meskipun nanti yang di KPK itu statusnya ASN, nilai-nilai itu tak akan berubah," lanjut Alex. 

Editor: Ninik Yuniati

  • Revisi UU KPK
  • pemberantasan korupsi
  • KPK
  • MK
  • DPR
  • Presiden Jokowi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!