BERITA

Pemerintah Didesak Buka Data Penculikan Anak Timor Leste

""Kalau negara menunjukkan sikapnya, bahwa ini adalah sebuah usaha kemanusiaan dan perlu dibangun, saya kira pasti akan banyak orang yang bicara,""

Ninik Yuniati

Pemerintah Didesak Buka Data Penculikan Anak Timor Leste
Reuni korban orang hilang Timor Leste. (Foto: AJAR)



KBR, Jakarta- LSM Pegiat HAM, Asia Justice and Rights (AJAR) mendesak pemerintah membuka data tentang anak-anak Timor Leste yang diculik atau diambil paksa selama konflik dari 1975-1999. Perwakilan AJAR Selviana Yolanda mengatakan, pengungkapan data tersebut bakal mempermudah pencarian para korban yang telah puluhan tahun terpisah dari keluarga dan tanah kelahirannya.

Kata dia, pemerintah juga seharusnya memfasilitasi pertemuan mereka dengan pihak keluarga di Timor Leste. Dia meminta negara memandang fenomena ini dari sisi kemanusiaan, bukan politik.

"Kepada pemerintah bahwa membuka data keberadaan anak-anak yang dulu pernah dibawa. Ketika negara menunjukkan sikap itu, saya kira banyak orang yang selama ini diam, akan terbuka, karena orang mesti takut, bicara tentang Indonesia dengan Timor Leste. Tapi kalau negara menunjukkan sikapnya, bahwa ini adalah sebuah usaha kemanusiaan dan perlu dibangun, saya kira pasti akan banyak orang yang bicara," kata Selviana di Cikini, Selasa (30/8/2016).


Selviana juga meminta negara memulihkan hidup para korban penculikan tersebut lantaran sebagian besar hidup dalam kesusahan.


"Yang sudah kami temukan, kami dokumentasikan, hidup dalam kondisi miskin, tersingkir dari berbagai aspek ekonomi. Itu juga perlu dibantu sekali kehidupan mereka, karena apa yang mereka alami saat ini adalah dampak dari proses masa lalu yang mereka dibawa," ujarnya.


Menurut Selviana, lembaganya, AJAR telah menemukan 65 orang Timor Leste korban penculikan sejak 2013. Jumlah ini masih sangat jauh dari data dari CAVR, komisi kebenaran dan rekonsiliasi di Timor Leste, yang mencatat sekitar 4 ribu orang dipindahkan ke Indonesia. Kata dia, dari 65 orang, 30 di antaranya sudah dipertemukan dengan keluarga di Timor Leste.


"65 itu ada di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan," terang dia.


Rencananya, AJAR kembali akan menggelar reuni antara korban dengan pihak keluarga di Timor Leste pada pertengahan November mendatang.


"Kita sudah mengirim sekitar 20 orang, jika tim di sana (Timor Leste-red) bisa menemukan 20 orang, kita akan melakukan reuni, karena pencarian keluarga juga sebuah proses," kata dia.


Menurut Selviana, para korban ketika diculik atau diambil dari orang tuanya di Timor Leste masih anak-anak atau remaja. Mayoritas pelakunya, terutama pada tahun 70-80an, adalah dari militer. Anak-anak tersebut direkrut menjadi tenaga bantuan operasional (TBO) untuk membantu tentara selama masa konflik.


"Anak-anak adalah tenaga efektif untuk penerjemah, ngasih tahu di mana kelompok perlawanan," tuturnya.


Memasuki tahun 80an, pola pengambilan anak-anak Timor Leste mulai dilakukan oleh yayasan keagamaan maupun yayasan yang didirikan oleh Soeharto seperti Supersemar.


"Yayasan Supersemar mereka membiayai sejumlah organisasi untuk mengambil anak-anak dan dibawa keluar dari Timor leste. Mereka ditempatkan di sejumlah pesantren. Kemudian pesantren-pesantren ini umumnya tidak berlanjut, dari semua pengakuan, mereka hidup telantar, kadang-kadang mereka harus mencari makan di pasar," jelasnya.

Hari ini dunia memperingati hari penghilangan orang secara paksa. Sejumlah organisasi kemanusiaan mendesak pemerintah terlibat dalam upaya mencari dan mengembalikan orang yang hilang kepada keluarganya.


Editor: Rony Sitanggang

  • Orang Hilang
  • Anak-anak Timor Leste
  • penculikan anak timor leste

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!