BERITA

Gelar Sarjana Tertunda, Aktivis Papua Akan Lanjutkan Kuliah Usai Keluar Penjara

Gelar Sarjana Tertunda, Aktivis Papua Akan Lanjutkan Kuliah Usai Keluar Penjara

KBR, Jayapura- Alexander Gobay akan fokus menyelesaikan kuliahnya setelah bebas dari rumah tahanan atau rutan di Balikpapan, Kalimantan Timur. Ia adalah satu di antara tujuh terpidana makar asal Papua.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) itu bebas bersama rekannya Feri Kombo pada 2 Juli 2020. 

Keduanya divonis bersalah melanggar pasal makar oleh hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, dengan hukuman 10 bulan penjara dipotong masa penahanan.

Alexander mengatakan, ia semestinya diwisuda pada tahun lalu. Akan tetapi, sebelum resmi menyandang gelar sarjana, polisi menangkapnya pada 2 September 2019.

Selain berniat menyelesaikan kuliah, ia juga akan kembali menekuni dunia jurnalistik, yakni mengembangkan media daring yang didirikan bersama rekan-rekannya beberapa tahun lalu.

"Yang sekarang kami pikirkan bagaimana kami kembali ke Papua menyelesaikan pendidikan. Paling utama di situ. Saya masih belum berpikir setelah wisuda saya mau ke mana, tapi [sebagai] yang punya hobi di bagian menulis, otomatis saya akan kembali ke dunia tulis menulislah," kata Alexander Gobay kepada KBR melalui panggilan telepon, Jumat (3/7/2020).

Tinjau Kembali Pasal Makar

Alexander menilai, tuduhan makar kepadanya dan rekan-rekannya merupakan upaya pembungkaman kebebasan berekspresi. Termasuk adanya upaya memberikan sejumlah uang dari pihak yang diduga kepolisian kepada keluarga, saat menjelang putusan hakim.

Padahal, fakta selama persidangan tidak pernah terbukti jika ia mengoordinir massa melakukan upaya makar. Unjuk rasa rusuh di Kota Jayapura pada 29 Agustus 2019 itu merupakan protes antirasisme yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur.

"Saya harap pasal makar ditinjau kembali agar tidak selalu multitafsir. Jakarta mungkin sudah menstigma orang Papua dengan makar dan separatis saat menyampaikan pendapat," ujarnya.

Akan tetapi menurutnya, proses hukum yang ia jalani merupakan bagian dari risiko memperjuangkan kepentingan masyarakat Papua.

Ia mengaku sejak ditangkap, ditahan di Mako Brimob Papua hingga dipindahkan ke Polda Kaltim awal Oktober 2019, tidak pernah mengalami kekerasan dari aparat keamanan. 

"Kami di Balikpapan baik-baik saja. Selama ditahan sekitar dua bulan lebih di Polda Kaltim yang jaga kami Brimob bukan polisi. Tapi dijaga [dengan] baik. Kami tidak pernah dipukul dan lainnya," akunya.

Setelah mendekam 10 bulan di balik jeruji besi, tidak menyurutkan semangat Alexander Gobay menyuarakan kepetingan masyarakat Papua. 

Aktivis mahasiswa itu menyatakan, tetap akan turun jalan bersama rekan-rekannya menyuarakan berbagai masalah di Papua. 

Ditangkap Usai Demo Antirasisme

Alexander Gobay bersama tiga rekannya di USTJ, Ketua BEM Universitas Cenderawasih, Feri Kombo dan tiga aktivis Papua merdeka ditangkap pascaunjuk rasa antirasisme rusuh di Kota Jayapura akhir Agustus 2019. Para terpidana dituduh mengorganisir massa melakukan upaya makar. 

Dalam putusannya pada 17 Juni 2020, hakim menyatakan tujuh orang ini terbukti melakukan upaya makar. Empat mahasiswa divonis 10 bulan penjara, dan tiga aktivis diputus 11 bulan penjara. 

Vonis itu jauh lebih ringan dibanding tuntutan lima tahun hingga 17 tahun penjara yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

Editor: Sindu Dharmawan

 

  • alexander gobay
  • papua
  • antirasisme
  • pasal makar
  • vonis hakim
  • Feri Kombo

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!