BERITA

Ombudsman Duga ada Maladministrasi Tolak PK Baiq Nuril, Ini Jawaban MA

Ombudsman Duga ada Maladministrasi Tolak PK Baiq Nuril, Ini Jawaban MA

KBR, Jakarta-  Mahkamah Agung (MA) membantah tudingan Ombdusman yang menduga ada potensi maladministrasi dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) Baiq Nuril Maknun.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro menilai tudingan itu tidak berdasar.

Kata dia,  yang dimaksud perempuan berhadapan dengan hukum adalah jika perempuan yang berkonflik ada dalam posisi sebagai korban. Sedangkan Nuril dalam perkara ini ada di posisi terdakwa.

"Perma itu hanya pedoman bagaimana kita bersikap, contoh ada putusan hakim ada tindak pidana itu karena besar peranannya juga saksi korban, dia pakai baju ini, tidak boleh. Tidak boleh mendiskreditkan perempuan. Ya Perma itu menjadi aspek formil bagaimana kita bersikap, bagaimana kita melaksanakan apa yang menjadi ini (putusan). Nah menurut MA dalam tingkat kasasi itu bahwa sudah dilaksanakan peradilannya secara benar," kata Andi saat jumpa pers di kantor MA, Senin (8/7/2019).


Andi Samsan Nganro menambahkan, MA tidak boleh liar menafsirkan Baiq Nuril sebagai korban dalam perkara ini. Sebab pidana yang disangkakan yakni pelanggaran atas UU ITE   dilakukan oleh Baiq Nuril.


Andy mempersilakan  jika Nuril ingin memperkarakan kasusnya sebagai korban pelecehan seksual. 

Sebelumnya Ombudsman menduga ada potensi maladministrasi dalam penolakan Peninjauan Kembali vonis Baiq Nuril. Anggota Ombudsman Ninik Rahayu mengatakan ada dugaan penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur dalam putusan itu.

Kata dia,   putusan itu mengesampingkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Dalam Perma  tersebut memuat ketentuan bahwa dimensi kekerasan berbasis gender harus menjadi perhatian para hakim. 

"Perma ini produk hukum, tapi justru mengesampingkan itu. Ini menjadi catatan tersendiri bagi lembaga itu untuk segera melakukan koreksi, termasuk koreksi terhadap hakim yang memutuskan perkara itu," kata Ninik Rahayu di Bakoel Koffie, Minggu, (7/7/2019).


Anggota Ombudsman Ninik Rahayu mengatakan dalam kasus Baiq Nuril, korban malah menjadi tersangka dan kemudian terpidana. Menurutnya  hal itu menunjukkan kegagalan lembaga peradilan dalam membaca posisi dan kondisi para pihak yang berperkara. Ninik pun setuju dengan langkah sejumlah aktivis mendorong Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.


"Kami mendukung imbauan yang disuarakan oleh masyarakat sipil, karena memang tidak mungkin grasi. Kalau grasi setelah berkekuatan hukum tetap, ancamannya juga hukuman mati atau seumur hidup. Sementara Baiq hanya dihukum enam bulan," ujar Ninik.


Pedoman MA Mengadili Perkara Perempuan

Peraturan MA No. 3 Tahun 2017 sebenarnya sudah mengatur pedoman Hakim Agung dalam mengadili perempuan yang berperkara. Aturan itu di antaranya menegaskan:

    <li>Mahkamah Agung agar mempertimbangkan adanya <i>relasi kuasa</i> yang membuat perempuan tidak berdaya.</li>
    
    <li>Mempertimbangkan <i>analisis gender</i> <i>secara komprehensif</i>.</li>
    
    <li>Mempertimbangkan <i>konvensi dan/atau perjanjian internasional terkait Kesetaraan Gender</i> yang telah diratifikasi.</li></ul>
    


    Editor: Rony Sitanggang

  • pelecehan seksual
  • UU ITE
  • gender
  • Baiq Nuril
  • Mahkamah Agung

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!