HEADLINE

Korban Teror Bom Desak Pemerintah Hati-Hati Pulangkan Simpatisan ISIS

""Ketika mereka pulang, jangan langsung dilepas, harus tetap dipantau.""

Sadida Hafsyah

Korban Teror Bom Desak Pemerintah Hati-Hati Pulangkan Simpatisan ISIS
Serangan teror bom Sarinah, Thamrin, Jakarta, pada 14 Januari 2016 lalu. (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta- Korban teror Bom Marriot 1 (Bom Jakarta 2009), Febby Firmansyah Isran menyarankan Pemerintah berhati-hati, terhadap rencana pemulangan ke tanah air, Warga Negara Indonesia yang menjadi simpatisan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), dari Suriah dan Irak. 

Febby mendesak Pemerintah  memastikan agar mereka tidak lagi memegang teguh pemahaman radikalisme dari kelompok terlarang, ISIS. Meskipun dalam proses pemulangan itu, Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu tetap mensyaratkan mereka untuk lebih dahulu melakukan sumpah setia kepada Dasar Negara Pancasila.

"Ketika mereka pulang, jangan langsung dilepas, harus tetap dipantau. Mungkin bukan selama-lamanya. Durasinya sendiri saya tidak paham ya, berapa lama. Tapi yang jelas seperti tahanan luar, dia wajib lapor. Karena bukan tidak mungkin juga mereka mencari-cari simpatisan (ISIS) lain yang ada di sini," saran Febby kepada KBR, Rabu (10/7/2010).

Febby melanjutkan, Pemerintah juga perlu menyediakan kegiatan positif dan bermanfaat secara ekonomi. Tujuannya, agar para WNI bekas simpatisan ISIS itu mendapatkan penghidupan yang layak dan berangsur-angsur melepaskan paham radikalisme yang diyakini kebenarannya secara mutlak. 


"Karena, ada WNI yang berangkat ke Suriah dan Irak, bukan untuk tujuan perang tetapi karena dorongan ekonomi. Beberapa di antaranya dijanjikan pekerjaan dan jaminan kehidupan yang lebih baik untuk keluarganya, secara ekonomi," tuturnya.

Motif Berbeda

Sementara itu, Aliansi Indonesia Damai (AIDA) menyatakan sependapat dengan pernyataan Febby Firmansyah Isran, korban teror Bom Marriot 1. Direktur AIDA Hasibullah Satrawi mengatakan, motif keberangkatan WNI bekas simpatisan ISIS ke Suriah, memang saling berbeda satu sama lain. Sehingga, menjadi sangat penting jika Pemerintah memetakan motif, latar belakang dan alasan keberangkatan mereka terlebih dahulu, sebagai dasar upaya penyusunan kebijakan selanjutnya.

"Menurut saya, kita semua dan Pemerintah terutama sudah harus berpegang pada visi penyelesaian masalah ini. Dan itu harus berangkat dari assessment yang akurat. Dalam rangka pemetaan intervensi yang sesuai. Siapa yang membutuhkan intervensi apa. Kalau memang motifnya ekonomi, mungkin program-program pemberdayaan ekonomi menjadi penting. Tapi kalau itu ideologi, maka mau tidak mau kita butuh waktu lebih lama lagi. Karena yang sifatnya ideologi biasanya cukup kuat pengaruhnya," ujar Hasibullah kepada KBR, Rabu (10/7/2019).

Hasibullah membenarkan, memang ada motif keberangkatan WNI ke Suriah terkait ideologi, atau untuk berperang dan mengangkat senjata. Tapi hal itu tidak bisa disamaratakan dengan alasan seluruh WNI yang juga berangkat ke sana. Karena beberapa lainnya, justru direkrut agen-agen ISIS dengan pendekatan motif ekonomi, serta memanfaatkan kekurang-pahaman seseorang terhadap radikalisme.

Ditambahkannya, untuk menangani WNI bekas simpatisan ISIS yang berangkat ke Suriah karena motif ideologi, maka Pemerintah perlu melakukan analisa mendalam, dan menentukan strategi khusus yang lebih kompleks. Seperti misalnya, menggunakan pendekatan holistik, dimana Pemerintah menjadi motor penggerak dan tidak berkomunikasi langsung dengan para teroris, dalam upaya penyampaian pesan deradikalisme. 

"Mengapa begitu? Karena, mereka menganggap Pemerintah sebagai masalah, sehingga mereka cenderung melakukan penolakan, sejak awal proses deradikalisasi berjalan," ujar Hasibullah.

Editor: Fadli Gaper

  • krisis air bersih
  • pemulangan simpatisan ISIS
  • deradikalisasi
  • korban teror bom
  • bom marriot

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!