BERITA

Guru Besar IPB: Petani Penjual Bibit IF8 Mestinya Tak Ditangkap

Guru Besar IPB: Petani Penjual Bibit IF8 Mestinya Tak Ditangkap

KBR, Jakarta -  Munirwan, petani asal Aceh Utara, ditangkap polisi karena menjual bibit IF8 yang belum disertifikasi pemerintah. 

Tapi menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, penangkapan ini semestinya tidak terjadi. Ia menilai, bibit IF8 yang dikembangkan Munirwan sudah terbukti memberi manfaat untuk petani.

"Padahal jelas sekali petani yang menggunakan bibit IF8 mendapat manfaat yang begitu besar. Terjadi peningkatan produksi maupun pendapatan mereka lebih dari 50 persen setelah menanam benih IF8," kata Dwi kepada KBR, Senin (29/7/2019).

Menurut Dwi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), perbuatan Munirwan tidak melanggar aturan perbenihan.

"Sebenarnya tidak ada aturan yang dilanggar karena benih diedarkan di dalam kelompok jaringan AB2TI Aceh. Lagipula, pengembangan bibit IF8 yang dilakukan oleh Munirwan justru membantu petani kecil," jelas Dwi.

Ia juga menjelaskan, menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 99/PPU-X/2012, bibit yang memerlukan izin edar pemerintah hanya bibit dari luar negeri. Sedangkan bibit hasil pemuliaan petani kecil lokal, seperti bibit IF8 Munirwan, dikecualikan dari ketentuan itu.

"Sehingga dalam kasus ini terdapat dua poin yang menyebabkan Munirwan mestinya tak bisa dikriminalisasi, yaitu bibit hanya diedarkan dalam kelompok, dan aturan yang mengacu pada keputusan MK," jelas Dwi.

Menurut Dwi, proses sertifikasi benih pemerintah membutuhkan proses panjang dan mengeluarkan banyak biaya, sehingga izin edar biasanya hanya bisa diperoleh perusahaan besar.

Tapi sejak ada putusan MK tahun 2012 tadi, hukum sudah mengakomodir petani kecil supaya bisa mengembangkan dan mengedarkan benih secara mandiri.


Baca Juga: Jual Bibit Hasil Inovasi, Petani Aceh Malah Ditangkap 


Kementan Tidak Sependapat

Di sisi lain, Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Suwandi punya penilaian berbeda. Ia menegaskan, peredaran setiap benih pertanian tetap harus diawasi pemerintah.

"Benih itu barang produk penting, penciri penentu produktivitas, makanya benih sebagai pondasi pembangunan pertanian. Maka sesuai UU dan peraturan, peredaran benih itu diawasi pemerintah," kata Suwandi kepada KBR, Senin (29/7/2019).

"Kalau tidak diawasi akan berbahaya, mungkin ada membawa hama penyakit, serangan dan sebagainya, kalau tidak terkontrol bisa meluas menyerang ke semua. Kalau tidak bisa menangani, kita bisa gagal panen dan seterusnya, kerugian besar," tambahnya.

Menurut Suwandi, perwakilan Kementerian Pertanian sudah berangkat ke Aceh untuk menjadi saksi ahli atas kasus benih IF8 Munirwan. Ia pun mengimbau publik agar hati-hati dalam mencermati kasus ini, dan menunggu proses hukum yang sedang berjalan.

Editor: Agus Luqman

  • petani
  • bibit unggul
  • bibit IF8
  • bibit padi
  • aceh

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!