BERITA

FSGI : Mayoritas Sekolah Belum Siap Dibuka Kembali

FSGI : Mayoritas Sekolah Belum Siap Dibuka Kembali

KBR, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia menyebut mayoritas sekolah belum siap dibuka kembali untuk kegiatan belajar mengacar secara tatap muka.

Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim mengatakan meski berada di zona hijau, ada sekitar 55 persen sekolah belum memenuhi semua kebutuhan pokok dalam menghadapi kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan format kenormalan baru. 

"Artinya sekolah-sekolah kita walaupun itu di zona hijau, belum siap untuk dibuka kembali. Walaupun ada yang mengaku sudah siap sebanyak 21,3 persen," kata Satriwan saat diskusi daring (16/06/20).

Data itu diperoleh dari survei yang dilakukan FSGI selama tiga hari, mulai 6 Juni hingga 8 Juni 2020. Data dikumpulkan dari 1.656 responden yaitu kepala sekolah, manajemen sekolah, hingga guru dari berbagai jenjang pendidikan dari 34 provinsi. 

Mayoritas sekolah yang menjadi responden survei ini terletak di daerah dengan status zona hijau. Disusul zona merah, kuning, dan oranye. 

Dari survei itu, sebanyak 55,1 persen menyebut waktu yang tepat untuk membuka sekolah kembali adalah jika kondisi sudah normal kembali atau wabah COVID-19 berlalu.

"Sedangkan yang memilih sekolah dibuka di zona hijau bulan Juli tahun ajaran baru sebanyak 20,8 persen. Dan sebanyak 16,2 persen menjawab waktu pembukaan sekolah adalah di awal semester genap (Januari 2021)," kata Satriawan. 

Satriawan Salim menjelaskan dalam survei itu penyelenggara sekolah menyebut sejumlah kendala terberat untuk membuka kembali sekolah. Di antaranya kesiapan sarana-prasarana atau infrastruktur yang mendukung kenormalan baru (53,4 persen), persiapan protokol kesehatan (49,2 persen) dan kesiapan anggaran (47 persen).

Berdasarkan hasil survei itu, FSGI merekomendasikan agar pemerintah memperpanjang sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar dari rumah (BDR) untuk semua zona, tidak hanya untuk zona hijau.

"Walaupun Pemerintah sudah membuat SKB 4 Menteri yang memberikan peluang bagi siswa yang berjumlah 6 persen dari populasi untuk sekolah dibuka kembali. Tapi ini akan melahirkan persoalan baru dalam hal teknis di sekolah. Misalnya izin orang tua yang berbeda-beda di sekolah. Itu akan mempengaruhi jam belajar, metode belajar dan kualitas layanan."

"Ada sebagian gurunya yang ke rumah siswa karena mungkin orang tua tidak setuju anaknya masuk meski di zona hijau. Lalu koordinasi dengan Pemda, stakeholder, hingga sosialisasi protokol. Dan yang paling penting pemahaman guru," tambah Satriwan.

Satriawan juga mengkritik pemerintah agar tidak semata-mata fokus ke sekolah yang akan dibuka saja, yakni yang berada di zona hijau. Satriwan meminta pemerintah mengevaluasi sistem Belajar Dari Rumah (BDR) yang telah berjalan sejak tiga bulan lalu. 

Ia meminta pemerintah menyiapkan sarana prasarana untuk pembelajaran online (daring) dan memberi pelatihan kepada guru-guru terutama di daerah.

"Itu yang kami sayangkan. Kemarin Mas Nadiem tidak berbicara yang 94 persen pembelajaran jarak jauh itu. Mas Nadiem fokusnya kenapa hanya ke enam persen?  Yang enam persen itu juga menurut data tadi tidak siap-siap amat. Padahal yang 94 persen sudah dilaksanakan empat bulan, tapi kenapa tidak ada evaluasi dari pemerintah pusat, Kementerian Agama, Kemdikbud? 

Satriawan mengatakan berdasarkan evaluasi FSGI terhadap sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ), sistem daring lebih terlayani dibanding sistem luring (luar jaringan/offline). 

"PJJ daring harus ada pendampingan, pelatihan kemudian ajaran-ajaran teknis untuk guru-guru agar PJJ makin berkualitas. Misalnya aplikasi media pembelajaran. Pemda-pemda dan Dinas Pendidikan harus kreatif mendesain pelatihan-pelatihan. Itu anggaran-anggaran pelatihan guru kan ada, kenapa gak itu diopimalkan?" tambahnya.

Editor: Agus Luqman

 

  • COVID-19
  • virus corona
  • nadiem makarin
  • kenormalan baru

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!