HEADLINE

Kali Kedua Jemaah Ahmadiyah Lombok Timur Lebaran di Pengungsian

Kali Kedua Jemaah Ahmadiyah Lombok Timur Lebaran di Pengungsian

KBR, Jakarta - Jemaah Ahmadiyah dari Desa Gereneng, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat terancam bakal kembali merayakan Idulfitri di lokasi pengungsian. Ini kali kedua mereka berlebaran bukan di kampung halaman.

Mei tahun lalu, sekelompok orang menyerang, merusak rumah dan, mengusir puluhan warga Ahmadiyah itu dari desanya di Kecamatan Sakra Timur.

Juru bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), Yendra Budiana mengatakan hingga kini 33 orang itu masih mengungsi di bangunan Loka Latihan Kerja milik Dinas Sosial.

"Yang jelas mereka akan merayakan hari rayanya di pengungsian. Mereka tidak mungkin kembali ke kampungnya," kata Yendra kepada KBR, Senin (3/6/2019).

Kendati begitu, kata Yendra, biasanya beberapa warga Desa Gereneng akan berkunjung ke pengungsian.

"Tapi seperti tahun lalu, biasanya yang dari kampungnya itu pada datang ke pengungsian untuk menjenguk. Jadi sebetulnya provokatornya tidak banyak. Masyarakat pada umumnya masih berhubungan baik. Tetapi masyarakat itu kan takut pada provokator tersebut," jelas Yendra.

Ia mengungkapkan, belum ada kepastian kapan jemaah Ahmadiyah Lombok Timur bisa kembali ke kampung halamannya masing-masing. Sebab sampai saat ini kepolisian setempat belum mampu menjamin keamanan bagi para pengungsi.

Baca juga:

    <li><b><a href="https://kbr.id/nasional/10-2018/jusuf_kalla_pamer_keberhasilan_jaga_kerukunan_beragama_ke_delegasi_asean_youth_interfaith/97915.html">Wapres Jusuf Kalla Pamer Keberhasilan Jaga Kerukunan ke Delegasi Asean Youth Interfaith</a>&nbsp;<br>
    
    <li><a href="https://kbr.id/nasional/06-2018/penersangkaan_penyerang_ahmadiyah_di_lombok_timur__polisi__tunggu_lebaran_dan_pilkada/96397.html"><b>Janji Penersangkaan Penyerang Warga Ahmadiyah di Lombok Timur</b></a>&nbsp;<br>
    

Rancana Relokasi Mentah

Pada Januari 2019, Pemda Lombok Timur mewacanakan rekolasi ke sebuah tempat yang jauh dari permukiman warga. Lokasinya di Kecamatan Pringgabaya--dekat dengan Markas Kompi TNI.

Mulanya warga Ahmadiyah berencana dipindahkan ke kawasan Sembalun, Lombok Timur. Namun warga di sana, menolak. Karena itu menurut Wakil Bupati Lotim, Rumaksi, Pringgabaya jadi pilihan terakhir.

"Ahmadiyah tetap menjadi persoalan, kami mencoba untuk merelokasi ke Kecamatan Pringgabaya kira-kira di dekat Kompi D. Ini sudah kami bicarakan dengan Forkopimda, kelihatannya Forkopimda setuju. Direlokasi ke sana untuk penggajaannya karena ada Kompi di sana dan agak jauh dari pemukiman, mungkin ini akan lebih aman," kata Rumaksi pada Januari 2019.

Pada awal tahun itu, Pemda Lotim mencari lahan seluas satu hektar sebagai tempat merelokasi. Dia meyakini, pilihan relokasi bakal meredakan konflik sosial.

Pengusiran ini terjadi pada Mei 2018. Pengurus Ahmadiyah NTB, Saleh Ahmadi menuturkan, konflik bermula pada Sabtu (19/5/2018) pukul 11.00 WITA. Saat itu, sekelompok orang--yang juga warga Desa Gereneng--menyerang dan merusak rumah warga Ahmadiyah secara tiba-tiba.

Sekelompok orang tersebut merusak enam rumah, beserta perabotan dan peralatan elektronik, serta empat sepeda motor hingga hancur. 

Tujuh keluarga yang terdiri dari 24 orang melarikan diri, termasuk beberapa di antaranya kabur ke hutan. Siangnya, warga yang mayoritas perempuan dan anak-anak itu kemudian dievakuasi ke kantor Polres Lombok Timur.

Lantas dipindahkan ke gedung Loka Latihan Kerja. Malam harinya sekitar pukul 21.00 WITA, penyerangan dan perusakan kembali terjadi, hingga sebuah rumah hancur. Menurut Saleh, insiden itu terjadi saat desa sedang dijaga polisi.

Usai insiden tersebut, puluhan warga Ahmadiyah yang terusir itu hidup di lokasi pengungsian hingga kini.

Baca juga:




Editor: Nurika Manan

  • Ahmadiyah
  • intoleransi
  • JAI
  • lebaran 2019
  • Jemaah Ahmadiyah Indonesia JAI
  • Lombok Timur

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!