BERITA

Menkumham Diingatkan Tak Punya Dasar Menguji PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg

Menkumham Diingatkan Tak Punya Dasar Menguji PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg

KBR, Jakarta - Ahli hukum tata negara Universitas Parahyangan Asep Warlan mengingatkan Yasonna Laoly akan kewenangan Menteri Hukum dan HAM terkait pengundangan. Ini menanggapi sikap Menkumham Yasonna yang berkeras tak mau menandatangani draf Peraturan KPU berisi larangan bagi eks narapidana korupsi mendaftar calon legislator pada Pemilu 2019.

Menurut Asep Warlan, Menkumham tak berwenang menguji substansi PKPU tersebut. Kata dia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan hanya menugaskan Menkumham untuk meneken aturan yang disusun kementerian, badan, atau komisi, termasuk KPU.

Dengan begitu, ia melanjutkan, Yasonna mestinya wajib menandatangani draf PKPU yang telah diserahkan KPU sejak pekan lalu. Lagipula menurut Asep, pasal yang mensyaratkan caleg bukan merupakan eks napi korupsi tidak semata dilihat bertentangan dengan UU. Ia justru memandang, poin itu merupakan penjelasan dari salah satu syarat bakal calon anggota DPR dan DPRD yakni poin bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal itu diatur pada Pasal 240 Undang-Undang Pemilu.

"Alasannya, KPU adalah ini justru ingin menjelaskan apakah yang dimaksud syarat bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa. Syarat takwa itu adalah orang yang harusnya bersih. Itu wujudnya adalah tindak pidana korupsi itu," kata Asep Warlan kepada KBR, Rabu (6/6/2018).

"Itu yang KPU bukan menambah larangan. Artinya, partai harus benar selektif. Bagaimana kalau KPU ngotot memasukkan ini dalam PKPU? Menteri Hukum dan HAM itu hanya sebatas mengundangkan, bukan menguji dan menilai substansi. Kalau ada orang yang merasa dirugikan karena PKPU itu, gugat di MA," tambahnya.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/06-2018/tolak__aturan_larangan_napi_korupsi_nyaleg__kemenkumham_akan_panggil_kpu/96276.html">Tolak Aturan Larangan Eks Napi Korupsi Nyaleg, Kemenkumham Panggil KPU</a>&nbsp;</b><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/05-2018/saling_silang_pkpu_larangan_bekas_napi_korupsi_daftar_caleg/96215.html">Saling Silang PKPU Larangan Eks Napi Korupsi Nyaleg</a>&nbsp;<span id="pastemarkerend">&nbsp;<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></span></b></li></ul>
    

    Menurut Asep, makna bertakwa tersebut bisa didefinisikan sebagai calon yang bersih dari tindakan tercela, termasuk korupsi, pelangaran HAM, dan penyalahgunaan narkotika. Ia mengatakan, penjelasan dalam PKPU itulah yang bisa dijadikan parameter oleh partai politik dalam menyeleksi kader untuk didaftarkan sebagai caleg.

    Meski begitu, Kemenkumham berwenang untuk memeriksa sebuah rancangan aturan sebelum resmi diundangkan. Melalui Dirjen Peraturan Perundang-undangan, perwakilan dari instansi terkait bisa dipanggil dan dimintai penjelasan bila ditemukan permasalahan dalam draf aturan. Proses pemeriksaan ini merupakan bagian dari sinkronisasi sebuah rancangan aturan dengan peraturan perundangan lain. Namun dalam Peraturan Menkumham Nomor 31 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengundangan itu tak dijelaskan boleh tidaknya Menkumham menolak untuk menandatangani sebuah draf peraturan. 

    Asep Warlah berpendapat, PKPU tersebut tak juga lantas menyalahi aturan bahwa hak politik seseorang hanya bisa dicabut dengan undang-undang atau putusan pengadilan. Ia beralasan, dalam pasal 8 draf aturan tersebut, KPU tak secara langsung melarang eks narapidana korupsi jadi caleg melainkan hanya memperjelas makna bertakwa kepada Tuhan.

    Terlepas dari itu, menurut Asep, kewenangan menilai sebuah aturan hanya bisa dilakukan DPR dan presiden. Ia berkata, kalau mau maka Menkumham bisa mengusulkan ke presiden untuk meminta penjelasan KPU. Atau, Komisi Hukum DPR memanggil KPU untuk rapat dengar pendapat mengingat lembaga penyelenggara pemilu itu juga wajib berkonsultasi soal produk hukumnya.

    Jalan tengah lain lanjut Asep, Presiden Joko Widodo bisa saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pemilu untuk mengakomodir permintaan KPU. Jika dengan Perppu, pemerintah bahkan bisa spesifik menulis larangan eks napi korupsi nyaleg dalam penyertaan syarat mendaftar sebagai calon anggota DPR dan DPRD.

    Baca juga:

      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/03-2018/peserta_pilkada_terjerat_kasus___kpk_usulkan_jokowi_terbitkan_perppu/95370.html">Peserta Pilkada Terjerat Korupsi, Ini Usulan KPK</a>&nbsp;<br>
      
      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/04-2018/kpu_sodorkan_rancangan_aturan_larangan_eks_koruptor_jadi_caleg_ke_dpr/95722.html">Awal Mula Wacana Perluasan Tafsir Pelarangan Eks Napi Nyaleg</a>&nbsp;<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></b></li></ul>
      

      Sementara Komisioner KPU Hasyim Asy'ari mengungkapkan, berlarutnya beda pandang antara KPU dengan Kementerian Hukum dan HAM soal pelarangan eks napi korupsi itu berpotensi menghambat tahapan pemilihan legislator. Proses pencalonan peserta pemilihan legislator dijadwalkan berlangsung pada Juli 2018.

      Hasyim mengungkapkan itu usai memenuhi undangan Direktorat Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham. Pertemuan tersebut mengagendakan klarifikasi langsung dari KPU mengenai pelarangan narapidana korupsi maju ke kontestasi pemilu legislatif. Kata Hasyim, pandangan Kemenkumham soal wacana tersebut tak sejalan dengan KPU.

      "Kalau misal tidak mau mengundangkan, ya akan ada kekosongan hukum, tidak akan ada proses pencalonan, berarti akan ada satu tahapan yang kemudian terganggu, tertunda, yaitu tahap pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, maupun Kabupaten/Kota," kata Hasyim saat ditemui di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (5/6/2018).

      Hingga Rabu (6/6/2018), Menkumham Yasonna masih berkeras emoh menandatangani draf PKPU yang salah satunya poinnya memuat larangan eks napi korupsi mendaftar caleg. Ia menilai poin dalam PKPU bertentangan dengan UU Pemilu. Maka soal polemik eks napi korupsi yang nyaleg tersebut Yasonna menyarankan KPU untuk cukup memberikan pengumuman di masing-masing Tempat Pemungutan Suara (TPS).

      Baca juga:

        <li><b><a href="http://kbr.id/headline/06-2018/jk_minta_kpu_dihargai__menkumham_tetap_ogah_teken_pkpu/96300.html">JK Minta KPU Dihargai, Menteri Yasonna Tetap Ogah Teken PKPU</a>&nbsp;<br>
        
        <li><b><a href="http://kbr.id/berita/05-2018/di_balik_pkpu_larangan_eks_napi_korupsi_jadi_caleg/96225.html">Di Balik PKPU Larangan Eks Napi Korupsi Nyaleg</a>&nbsp;</b><br>
        



      Editor: Nurika Manan

  • PKPU larangan eks napi korupsi
  • PKPU
  • eks napi korupsi
  • Pemilu 2019
  • Asep Warlan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!