BERITA

WHO: Relaksasi Pembatasan Sosial Harus Berbasis Data Akurat

"Pemerintah harus memastikan dulu bahwa penularan Covid-19 sudah bisa dikendalikan, berdasarkan bukti dan data 'real-time'."

WHO: Relaksasi Pembatasan Sosial Harus Berbasis Data Akurat
Warga berkerumun di pasar tradisional Jl. Pedati, Kota Bogor, Jawa Barat, saat pemberlakuan PSBB Covid-19, Kamis (23/4/2020). (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Menko Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menyatakan Indonesia perlu melakukan relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) agar ekonomi tak mati di tengah pandemi Covid-19.

“Karena di berbagai daerah (penerapan PSBB) itu berbeda, ada yang begitu ketat orang mau bergerak ke sana tidak bisa, mau cari uang tidak bisa, mau cari ini tidak bisa, tetapi di tempat lain ada orang yang melanggar dengan begitu mudahnya. Nah, ini yang dimaksud kemudian perlu dilakukan relaksasi. Relaksasi itu bukan berarti lalu melanggar protokol kesehatan,” kata Mahfud MD, seperti dilansir situs Kemenko Polhukam, Minggu (3/5/2020).


Berita Terkait: WHO: 6 Kriteria untuk Menyudahi Pembatasan Sosial


Harus Berbasis Bukti dan Data Akurat

Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, relaksasi atau pelonggaran pembatasan sosial di tengah pandemi Covid-19 tidak bisa dilakukan sembarangan.

"Keputusan tentang waktu dan tempat transisi (pelonggaran pembatasan sosial) harus berbasis bukti, berlandaskan data, dan diimplementasikan secara bertahap," jelas WHO dalam Covid-19 Strategy Update terbarunya (14/4/2020).

"Data real-time dan akurat sangat dibutuhkan, mulai dari jumlah orang yang sudah dites (Covid-19), orang yang diisolasi, jumlah kasus positif, pelacakan kontak pasien, serta daya tampung fasilitas medis untuk kasus Covid-19," lanjut mereka.

Menurut arahan WHO, sebelum melonggarkan pembatasan sosial pemerintah perlu memastikan dulu bahwa penularan Covid-19 di wilayahnya sudah bisa dikendalikan.

Progres pengendalian Covid-19 bisa dicek melalui sejumlah indikator seperti:

    <li>Apakah masih ada kasus infeksi baru yang bersifat sporadis?</li>
    
    <li>Apakah masih ada wilayah penyebaran virus baru?</li>
    
    <li>Apakah rumah sakit dan fasilitas medis sudah mampu menampung semua kasus Covid-19?</li>
    
    <li>Apakah fasilitas medis sudah mampu mendeteksi cepat orang-orang yang diduga tertular?</li>
    
    <li>Apakah fasilitas medis sudah mampu merampungkan tes Covid-19 dalam 24 jam?</li></ul>
    

    WHO juga memandang pelonggaran pembatasan sosial baru layak dilakukan jika pemerintah sudah mampu mengendalikan kasus penularan Covid-19 impor.


    Bagaimana dengan Indonesia?

    Saat ini Indonesia belum punya data jelas terkait progres pengendalian Covid-19 di dalam negeri.

    Presiden Jokowi juga baru memerintahkan jajarannya untuk melakukan evaluasi PSBB pada Senin (4/5/2020).

    "Setiap daerah yang melakukan PSBB harus memiliki target-target yang terukur. Ada targetnya, misalnya berapa jumlah pengujian sampel yang telah dilakukan, tes PCR yang dilakukan, apakah pelacakan yang agresif telah dikerjakan, berapa yang telah di tracing setiap hari, betul-betul ini harus dikerjakan," kata Jokowi, Senin (4/5/2020). 

    Editor: Rony Sitanggang

  • COVID-19
  • pembatatasan sosial
  • PSBB

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!